Artikel 046_ 2002
Disain Komunikasi Visual & Panggilan Kristiani
Berbicara masalah Disain Komunikasi Visual, kita tidak dapat melepaskan diri dari dunia Seni yang merupakan bagian dari Kebudayaan. Kebudayaan adalah mengerjakan kemungkinan-kemungkinan dalam alam semesta oleh manusia. Dimanapun manusia mengubah dan mengusahakan/mengerjakan kemungkinan-kemungkinan jasmani dan rohani, disitulah terdapat kebudayaan. Koentjaraningrat dalam bukunya ‘Kebudayaan Mentaluitet dan Pembangunan’ menggambarkan kebudayaan mencakup 7 unsur universal sesuai urutan dari yang lebih sukar berubah, yaitu: (1) sistem religi & upacara keagamaan; (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan; (3) sistem pengetahuan; (4) sistem bahasa; (5) sistem kesenian; (6) sistem matapencarian hidup; dan (7) sistem teknologi dan peralatan.
Kebudayaan adalah khas hasil manusia, karena di dalamnya, manusia menyatakan dirinya sebagai manusia, mengembangkan keadaannya sebagai manusia, dan memperkenalkan dirinya sebagai manusia. Dalam kebudayaan, bertindaklah manusia sebagai manusia dihadapan alam, namun ia membedakan dirinya dari alam dan menundukkan alam bagi dirinya.
CIRI-CIRI KEBUDAYAAN
Ciri-ciri khas kebudayaan adalah: (1) Bersifat historis. Manusia membuat sejarah yang bergerak dinamis dan selalu maju yang diwariskan secara turun temurun; (2) Bersifat geografis. Kebudayaan manusia tidak selalu berjalan seragam, ada yang berkembang pesat dan ada yang lamban, dan ada pula yang mandeg (stagnan) yang nyaris berhenti kemajuannya. Dalam interaksi dengan lingkungan, kebudayaan kemudian berkembang pada komunitas tertentu, dan lalu meluas dalam kesukuan dan kebangsaan/ras. Kemudian kebudayaan itu meluas dan mencakup wilayah/regiona, dan makin meluas dengan belahan-bumi. Puncaknya adalah kebudayaan kosmo (duniawi) dalam era informasi dimana terjadi saling melebur dan berinteraksinya kebudayaan-kebudayaan; dan (3) Bersifat perwujudan nilai-nilai tertentu. Dalam perjalanan kebudayaan, manusia selalu berusaha melampaui (batas) keterbatasannya. Di sinilah manusia terbentur pada nilai, nilai yang mana, dan seberapa jauh nilai itu bisa dikembangkan? Sampai batas mana?
SENI SEBAGAI BAGIAN DARI KEBUDAYAAN
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi adalah bagian dari kebudayaan. Bila Ilmu pengetahuan berhubungan dengan dorongan manusia kepada pengetahuan, pengenalan, dan pemahaman, maka teknologi berhubungan dengan dorongan manusia kepada kemampuan dan penguasaan dunia. Namun, dalam diri manusia tidak hanya ada dorongan kepada pengetahuan dan teknologi saja, sebab dalam diri manusia ada juga dorongan akan keindahan, baik untuk dilihat maupun untuk mewujudkan apa yang dilihat, dirasakan atau dialami sebagai keindahan itu. Di dalam penginderaan kesan-kesan keindahan dan dalam kecenderungan untuk memujudkan kesan-kesan itu terletak dasar-dasar kesenian. Kesadaran akan keindahan itu disebut kesadaran estetis atau kesadaran keindahan, dan dorongan kepada penyataan atau pemberian wujud itu disebut dorongan ekspresi estetis.
Di sinilah kemudian timbul Seni, yaitu keahlian mewujudkan keindahan itu dengan alat-alat tertentu.SENI DISAIN KOMUNIKASI VISUAL
Seni, berasal dari kata latin ‘ars’ yang artinya keahlian dalam mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika, termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi penciptaan benda, suasana, atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah. Sistem klasifikasi tradisional yang biasanya digunakan untuk seni-seni murni, terdiri atas seni sastra (sajak, drama), seni rupa (lukis, patung), seni grafis (disain), seni dekoratif (disain furniture, mozaik), seni gerak (teater, tari), musik, dan seni arsitektur.
Disain Grafis semula beranjak dari Seni Grafis yang menonjol sejak ditemukan mesin cetak oleh Gutenberg, dan sekalipun profesinya terus bertumbuh dan marak pada saat revolusi industri, istilahnya baru muncul sekitar tahun 1920-an. Disain Komunikasi Visual sebagai istilah mulai muncul setengah abad kemudian di tahun 1970-an dan mulai digunakan di ITB pada sekitar tahun 1983, dan mencakup bidang yang lebih luas dan tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat grafika sebab berurusan dengan komunikasi yang beragam lewat bahasa visual, medianya bisa apa saja seperti advertising (pernah disebut commercial art), ilustrasi, fotografi, infographics, termasuk juga graphic design. Sekarang lebih marak lagi dengan interactive design, web design, game design dll.
Dari sejarah ini kita dapat melihat bahwa sebagai bagian dari seni dan budaya, perkembangan DKV sudah meluas keluar batas seni dan kebudayaan bahkan sudah bersifat interdisipliner, sebab lama kelamaan cenderung juga berkiblat ke Information Technology yang disebabkan oleh penemuan media jaringan (web) dan perkembangan teknologi digital. Hal ini memacu mesyarakat menggunakan media baru yang dianggap lebih luas jangkauannya, bisa tajam isinya, dan bisa interaktif.
KEBUDAYAAN DAN ALKITAB
Bila kita mempelajari sejarah kebudayaan dan agama, diketahui ada hubungan dan pengaruh timbal balik antara agama dan kebudayaan, dan perlu disadari bahwa agama mencakup lingkup yang lebih luas dari kebudayaan, namun kebudayaan lebih cepat mengalami perubahan daripada agama. Kebudayaan adalah hasil usaha manusia sedangkan agama khususnya agama Wahyu, dipercaya bukan berasal dari manusia melainkan penyataan yang suci (revelational). Di sinilah interaksi keduanya menjadi menarik, sesuatu yang berbeda namun saling terikat. Dipandang dari sudut Iman Kristiani dalam Alkitab, kebudayaan manusia dapat dilihat dari beberapa aspeknya, yaitu antara lain:
Tugas Kebudayaan
Allah memberikan tugas kebudayaan kepada manusia. Dalam Alkitab disebutkan bahwa “Allah menciptakan manusia menurut gambar dan serupa dengan Allah” (Kej.1:26-27), artinya pada dasarnya manusia memiliki gambar seorang pencipta. Selanjutnya, dalam hubungan yang sangat erat dengan penciptaan manusia menurut gambar Allah itu, diberikanlah kepada manusia tugas kebudayaan, yakni: “Taklukkanlah dan perintahkanlah bumi” (Kej.1:28). Jadi, manusia menerima suatu mandat dari Allah dan mandat itu adalah mandat kebudayaan. Lebih jelas lagi disebutkan bahwa: “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” (Kej.2:15).
Tujuan Kebudayaan
Di samping tugas kebudayaan yang mulia itu, Tuhan juga memberikan tujuan kebudayaan kepada manusia untuk dicapai. Tujuan ideal dari kebudayaan terlihat dalam ungkapan pemazmur (Mzm.150) yang menekankan bahwa tujuan manusia adalah untuk “Memuji Tuhan” dengan seruan “Pujilah Allah dalam tempat kudusNya.” (ayat-1), dan usaha itu juga dicapai dengan menggunakan hasil-hasil kebudayaan yang disebutkan sebagai nyanyian, tari-tarian, dan dengan menggunakan berbagai alat musik: “Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya.” (ayat-6).
Hukum kasih memiliki dua dimensi, yaitu ke atas yang ditujukan untuk memuliakan Allah dan ke samping untuk melayani sesama manusia. Jadi, tujuan kebudayaan yang utama adalah untuk memuliakan dan mengasihi Allah, dan yang lainnya adalah agar kebudayaan itu digunakan untuk melayani dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Kedua dimensi kebudayaan itu sangat penting dalam menentukan kemana kebudayaan itu diarahkan, mengingat bahwa banyak sekali kebudayaan yang bukan digunakan untuk tujuan mengasihi Allah dan sesama manusia tetapi untuk penyembahan berhala dan kebanggaan diri sendiri/kelompok (ingat menara Babel dalam Kej.11).
Kuasa Dosa dan Iblis Dalam Kebudayaan.
Dalam awal kitab Kejadian kita melihat betapa kebudayaan itu bisa salah arah, yaitu bukan ditujukan untuk memuliakan Allah tetapi ditujukan untuk berhala & diri sendiri. Kasus Kain menunjukkan kemerosotan ini (Kej.4:1-16). Dosa Kain menurun pada keturunan manusia dan kejatuhan manusia dalam dosa menempatkan manusia dalam kuasa Iblis. Allah kemudian menghukum manusia dengan air bah, namun dalam Kej.11 kita dapat melihat puncak dari kejatuhan manusia dalam dosa, dimana kebudayaan manusia yang meningkat sehingga dapat membuat bangunan tinggi itu yang sayangnya bukan ditujukan untuk memuliakan Allah namun untuk memuliakan diri sendiri/kelompok: “... Marilah kita mencari nama ...” (Kej.11:4). Bukan saja hasil kebudayaan itu tidak memuliakan Allah , sebaliknya malah digunakan untuk alat meninggikan diri dan menantang Allah.
Bagaimana dan Dimana Kuasa Dosa itu Kelihatan di dalam Kebudayaan
Tidaklah mudah untuk melihat bagaimana dan di mana kuasa dosa itu kelihatan di dalam kebudayaan. Kadang-kadang kuasa dosa itu kelihatan pada hasil kebudayaan. Kuasa dosa dapat pula dilihat pada cara menggunakan hasil itu.
Para Nabi dan Rasul sering mengkritik kebudayaan yang sudah tidak lagi sesuai dengan tugas dan tujuan yang diberikan Allah. Yesaya mengkritik nafsu kemewahan dan wanita yang memperagakan dirinya di Yerusalem (3:16-24). Amos mengecam gejala mamonisme, kemabukkan, dan nafsu kemewahan yang berkecamuk di Samaria (6:1-10), dan Nahum melawan hawa nafsu berkuasa yang merajalela dalam kebudayaan Niniwe.
HUBUNGAN IMAN KRISTEN & KEBUDAYAAN
Dalam menghadapi kebudayaan dengan berbagai kecenderungannya, kita patut memperhatikan bagaimana hubungan dan sikap iman Kristen menghadapi kebudayaan. Ada 5 macam sikap umat Kristen terhadap kebudayaan yang sama diungkapkan oleh Jan Verkuyl dalam bukunya ‘Etika Kristen dan Kebudayaan’ dan Richard Niebuhrdalam bukunya ‘Christ and Culture’, yaitu sikap:
Antagonistis atau Oposisi
Sikap antagonistik (oposisi, menentang, menolak) terhadap kebudayaan ialah sikap yang melihat pertentangan yang tidak terdamaikan antara agama Kristen dan kebudayaan dan sebagai akibatnya menolak dan menyingkiri kebudayaan dalam semua ungkapannya. Gereja dan umat beriman sebagai individu memang kerapkali harus berkata tidak atau menolak terhadap ungkapan kebudayaan tertentu, yakni kebudayaan yang: (1) menghina Tuhan; (2) menyembah berhala; dan (3) yang merusak kemanusiaan. Namun, itu tidak berarti bahwa semua aspek kebudayaan perlu ditentang;
Akomodasi atau Persetujuan
Sebaliknya dari sikap antagonistis, adalah yang mengakomodasikan, menyetujui atau menyesuaikan diri dengan kebudayaan yang ada. Dengan demikian maka agama Kristen dikorbankan untuk kepentingan kebudayaan yang ada demi suatu sinkretisme. Salah satu sikap demikian ditujukan untuk membawa orang kepada suatu cara berfikir, cara hidup dan berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain sedemikian rupa hingga seolah-olah ‘semua agama sama saja’ dan di dalam pergaulan hidup disingkirilah unsur agama Kristen yang sekiranya dapat menimbulkan keengganan golongan lain serta menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya;
Dominasi atau Sintesa
Ada juga sikap dominasi gereja terhadap kebudayaan seperti yang dengan jelas terlihat dalam gereja yang mendasari ajarannya dengan teologi Thomas Aquinas yang menganggap bahwa sekalipun kejatuhan manusia dalam dosa telah membuat citra ilahinya merosot, pada dasarnya manusia tidak jatuh total, melainkan masih memiliki kehendak bebas yang mandiri. Itulah sebabnya dalam menghadapi kebudayaan kafir sekalipun, umat bisa melakukan akomodasi secara penuh dan menjadikan kebudayaan kafir itu menjadi bagian iman, namun kebudayaan itu disempurnakan dan disucikan oleh sakramen yang menjadi alat anugerah ilahi;
Dualisme atau Pengkutuban
Yang dimaksudkan dengan sikap dualistis/pengkutuban (mendua) terhadap kebudayaan ialah pendirian yang hendak memisahkan iman dari kebudayaan. Pada satu pihak terdapatlah dalam kehidupan kaum beriman kepercayaan kepada pekerjaan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus, namun manusia tetap berdiri di dalam kebudayaan kafir dan hidup di dalamnya. Peran penebusan Tuhan Yesus yang mengubah hati manusia berdosa dan mengubahnya menjadi kehidupan dalam iman tidak ada artinya dalam menghadapi kebudayaan. Manusia beriman hidup dalam kedua suasana atau lapangan baik agama maupun kebudayaan secara bersama-sama;
Pengudusan atau Pentobatan
Sikap pengkudusan tidak menolak (antagonistis) namun juga tidak menerima (akomodasi), tetapi dengan sikap keyakinan yang teguh bahwa kejatuhan manusia dalam dosa tidak menghilangkan kasih Allah atas manusia melainkan menawarkan pengampunan dan kesembuhan bagi manusia untuk bertobat, memulai suatu kehidupan yang lebih baik dengan mengalami transformasi kehidupan etika dan moral sesuai kehendak Allah. Manusia dapat menerima hasil kebudayaan selama hasil-hasil itu memuliakan Allah, tidak menyembah berhala, mengasihi sesama dan kemanusiaan. Sebaliknya bila kebudayaan itu memenuhi salah satu atau ketiga sikap budaya yang salah itu, umat beriman harus menggunakan firman Tuhan untuk mengkuduskan kebudayaan itu sehingga terjadi trasformasi budaya kearah ‘memuliakan Allah’, ‘tidak menyembah berhala’ dan mengasihi manusia dan kemanusiaan.
PENGARUH MEDIA VISUAL
Dalam penelitian psikologis pesanan pemerintah yang kemudian dibukukan, Eysenck dan Nias mengemukakan adanya adanya lima bentuk pengaruh mass-media terhadap pemirsa DALAM BUKUNYA ‘Sex, Violence and the Media’, yaitu:
Imitasi
Sejak kecil manusia belajar dari meniru dan seterusnya cenderung untuk meniru apa saja yang diperlihatkan, apalagi kalau hal itu sejalan dengan dorongan yang ada dalam dirinya;
Identifikasi
Manusia cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh-tokoh atau pola hidup yang dilihatnya dan kemudian terpengaruh untuk menyatukan dirinya dengan perilaku yang dilihatnya;
Runtuhnya Rem Pengaman
Sebenarnya dalam diri manusia melalui pendidikan keluarga maupun agama telah memiliki filter untuk mengerem perilaku atau pola hidup yang tidak sesuai, namun bila pengaruh luar begitu kuat, rem pengaman ini akan runtuh dan terlepaslah kecenderungan azali hati manusia.
Stimulasi atau Pemicuan
Apa yang terus-menerus dilihat seseorang memicu kecenderungan hatinya untuk melakukan hal serupa, misalnya adegan-adegan kemewahan cenderung mendorong seseorang mengejar kemewahan dengan cara apapun, demikian juga dosa-dosa seksual terpicu karena pornografi.
Katharsis atau Substitusi
Puncak dari deretan reaksi terhadap apa yang dilihat dan didengar seseorang melalui media visual adalah katharsis atau substitusi dimana dengan runtuhnya rem pengaman, seseorang kemudian memuntahkan dorongan hatinya melalui berbagai cara.
Dari ke-lima tahap pengaruh mass-media itu kita dapat melihat bagaimana dampak media-visual yang dikomunikasikan kepada seseorang yang dilakukan terus menerus akan membentuk pandangan dan pola hidup (world view) yang baru bagi seseorang.
PANGGILAN IMAN KRISTIANI
Kita sudah melihat bahwa Disain Komunikasi Visual merupakan perkembangan yang makin maju dari seni sebagai aspek kebudayaan yang berkembang makin holistik dan punya daya pengaruh empat demensional terhadap kehidupan manusia, yaitu pandangan dan pola perilaku dan kehidupan seseorang. Ditinjau dari Iman Kristiani, setidaknya ada berbagai bentuk pengaruh penyajian media visual yang perlu dihadapi dengan kewaspadaan, seperti pengaruh:
Hedonisme
Sikap hidup materialistis (mementingkan kebendaan), sekularistis (menolak kehadiran Allah), dan bahkan hedonis (mengejar kenikmatan hidup) yang ditujukan kepada diri sendiri;
Adiksi
Daya tarik pemuas nafsu akan minuman atau makanan adiktif seperti rokok, minuman keras, dan narkoba yang kemudian mengikat menjadi kecanduan;
Pornografi
Sikap hidup yang menekankan pemuasan kenikmatan daging dan nafsu seksual, baik soft-porn, hard-porn, sampai distorted sex (homo, lesbi, paedofile dll.);
Sadisme
Penonjolan kekerasan/kesadisan manusia super yang merendahkan kemanusiaan yang lebih lemah. Sadisme bisa diskspresikan melalui visualisasi gambar sampai film;
New Age - isme
Pada masakini ada kebangunan kekuatan-kekuatan mistik dan okultisme yang berorientasi pada pendewaan ‘aku manusia’ atau ‘setan’ dan berpaling dari Allah pencipta alam semesta ini.
LALU BAGAIMANA?
Bagaimana menghadapi tugas disain komunikasi visual yang sesuai prinsip-prinsip pandangan hidup Kristiani? Beberapa ayat berikut memberikan kita rambu-rambu pengarah, yaitu:
“Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu. Dengan segenap hatiku aku mencari Engkau, janganlah biarkan aku menyimpang dari perintah-perintah-Mu. Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau.” (Mzm.119”9-11).
“Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu – bahwa barang siapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Tetapi buah Roh ialah: Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal ini. Barangsiapa menjadi milik Kristus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita dipimpin oleh Roh.” (Gal.5:19-25).
“Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu. Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada seseorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Mat.6:22-24).
“Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mem-pergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” (Gal.5:13)
“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Flp.4:8) A m i n !
Salam kasih dari Herlianto/YABINA ministry