RENUNGAN Januari 2001                 


Haram atau Halal ?

Pada tahun 1995 ketika menghadiri World Planning Congress di Beijing, ketika naik bis menuju The Great Wall, rekan peserta yang duduk sebangku berkomentar: "Wah susah makan di Beijing, masakannya babi melulu!" Komentar itu disusul dengan pertanyaan: "Kalau agama you bagaimana ya?". Pertanyaan ini kemudian dijawab: Yesus mengajarkan bahwa "Bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang." Lalu ditambahi: "Apa artinya kita tidak makan makanan berlabel haram tetapi kita mencaci maki dan menghujat orang dengan mulut kita?"

Firman Yesus itu terdapat dalam Alkitab, kitab Matius 15:1-20, dimana terjadi dialog dengan orang Farisi dan ahli Taurat yang mempersoalkan makanan haram dan menggunakan alat-alat makan termasuk tangan yang harus dibasuh agar bebas dari jejak-jejak yang haram.

Yang menarik dari dialog Yesus itu adalah bahwa soal-halal dan haram yang dikemukakan agama Yahudi itu sebenarnya merupakan bagian dari adat-istiadat agama Yahudi (budaya religi) yang jelas harus dibedakan dengan 'perintah Allah' yaitu hukum-hukum imamat yang sebenarnya (seperti 10 hukum).

Memang sejak lama umat Yahudi cenderung menjunjung tinggi 'adat-istiadat agama' dengan konsekwensi mereka sering mengabaikan 'perintah Allah' atau 'aqidah' yang benar. Itulah sebabnya Yesus berfirman: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. Percuma mereka beribadah kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 15:8-9), dan dalam kitab lainnya Yesus menambahkan: "Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." (Markus 7:8)

Dari konteks bacaan itu jelas Tuhan Yesus membawa pada pengertian bahwa tangan dibasuh itu maksudnya agar jangan ada bekas-bekas makanan najis yang dimakan, itulah sebabnya Tuhan Yesus bercerita mengenai makanan halal dan haram yang lebih jelas bisa dibaca pada ayat paralelnya di Markus 7:1-23 (lihat ayat 19). Jadi kenajisan disini bukan 'bagaimana' seseorang membasuh tangannya atau tidak tetapi 'mengapa' kenajisan harus dibersihkan, jaitu kenajisan makanan yang masuk ke mulut.

Dalam Markus 7:4 kita melihat bahwa misalnya mereka pergi ke pasar, kita tahu bahwa mereka mungkin berjualan babi dan makanan najis lainnya menurut adat PL (babi sangat populer sebagai makanan orang Yunani dan Romawi dan diternakkan di Israel sehingga setan legiun bisa masuk ke ratusan babi), sehingga di pasar orang-orang yang saling memegang barang dagangan menjadikan barang-barang dapur termasuk tangan menjadi ikut najis/kotor, dan kenajisan dan kotoran itulah yang harus dibersihkan agar tidak masuk mulut kalau lagi makan.

Yesus dengan jelas dalam konteks itu dan paralelnya mengajarkan bahwa semua makanan halal (Mrk.7:19), dan tentu para murid termasuk Petrus mendengar juga ajaran itu. Tetapi, kita mengetahui bahwa murid-murid tidak dapat mencerna ajaran PB secara langsung mengingat adat istiadat Yahudi begitu melekat, apalagi Petrus bukanlah orang yang tetap hatinya, ia masih sering kembali kepada kebiasaan lamanya bahkan ketika Yesus ditangkap Petrus menyangkalinya tiga kali (kalau orangnya disangkali apalagi ajarannya).

Tentu Petrus tahu bahwa Yesus telah mengajarkan bahwa semua makanan halal, tetapi ia masih belum mantab sehingga masih mengikuti adat lama dengan tidak makan makanan yang diharamkan nenek moyang, ini terlihat dalam ayat-ayat Kis.10:14 dan 11:8, dan sekali lagi Yesus mengajarkannya dengan ilustrasi penglihatan (Kis.11:5-10).

Dalam pesidangan di Yerusalem (Kis.15) kita dapat melihat bahwa ajaran soal makanan haram dan halal sudah mulai disadari para Rasul sehingga mereka dapat makan segala macam makanan kecuali (waktu itu) mereka masih membatasi pada makanan yang tidak tercemar berhala dan dan daging binatang yang tercekik dan darah, namun kita melihat dalam ajaran Paulus, soal inpun sudah lebih maju lagi (1.Kor.8). Sekalipun Petrus sudah memperoleh penglihatan jelas dalam kasus Kornelius dan kemudian diperteguh dalam persidangan di Yerusalem, kita kembali melihat sikap Petrus yang masih belum mantab sehingga ia ikut-ikutan adat yahudi lagi sehingga dikritik oleh Paulus (Gal.2:11-14).

Dalam surat Paulus ke jemaat Galatia itu, Paulus mengkritik Petrus karena Petrus kembali terpengaruh adat taurat kelompok Yakobus. Kita tahu bahwa sekalipun Yesus mengajarkan PB dan persidangan Yerusalem sudah menghapuskan banyak kelemahan PL, Yakobus masih tetap mengajarkan Taurat (Kis.21:15-26).

Kelompok Yakobus masih mencampurkan ajaran Yesus dan Taurat Yahudi, inilah sebabnya ada istilah 'Nasrani' (Kis.24:5), karena kelompok Yakobus ini mempunyai kemiripan dengan kelompok 'Nazarene' (yang bernazar, band.Kis.21:23). Dalam surat-surat Paulus ajaran Yesus mengenai makanan yang semuanya halal menjadi lebih jelas. Masa kini memang kelompok Kristen-Yudaik banyak bermunculan lagi yang mengikut Yesus tetapi juga adat Taurat Yahudi seperti dalam kelompok Nasrani yang sekarang juga sudah hadir di Indonesia.

Kontroversi semacam memang banyak terjadi dalam pelayanan Yesus dan Ia selalu berusaha untuk membalikkan jalan iman orang Yahudi dari legalisme Farisi menuju Kasih Kristiani, dan agar mereka bisa menyadari hakekat agama dan membedakannya dengan kulit agama.

Belakangan ini di Indonesia ramai dibahas soal kandungan enzim babi dalam bumbu masak yang telah dinyatakan haram oleh fatwa, akibatnya berton-ton bumbu masak itu termasuk produk-produk sampingannya ditarik dari peredaran dan pimpinan perusahaan itu dipanggil pihak kepolisian. Apakah masalahnya selesai dengan itu?

Ternyata tidak. Dengan ditutupnya sementara pabrik itu ribuan buruh menunggu masa depan yang penuh tanda tanya, dan investor-investor makanan akan mundur karena kalau ada pernyataan dari suatu organ begitu saja dpat menghentikan suatu pabrik diluar keputusan pengadilan, maka mau dibawa kemana negeri ini?

Soalnya kita menghadapai masalah etika yang tergolong bukan hitam bukan putih, melainkan abu-abu. Babi jelas dilarang oleh agama Islam tetapi penggunaan enzim babi yang sekedar menjadi katalisator dalam proses yang panjang tidak mudah dilihat secara hitam-putih, apalagi ditengah kemajuan ilmu kimia dan farmakologi yang begitu dahsyat dengan rekayasa genetikanya itu tidaklah mudah untuk dirumuskan begitu saja, apalagi akan makin banyak zat-zat dengan rumusan kimiawinya yang mirip sekalipun bukan berasal dari enzim babi.

Kenyataan fatwa yang ditanggapi sebaliknya oleh seorang ahli farmasi dari UGM yang juga seorang tokoh ICMI perlu menjadi perhatian kita, bahwa dalam area abu-abu, tidaklah mudah untuk begitu saja memberi stigmatisasi diluar pengadilan, atau dengan ancaman 'bakar atau tutup', sebab bila perilaku demikian dibiarkan berlarut-larut perang dagang bisa dengan mudah dimenangkan dengan menebarkan isu haram dan halal.

Kita belum lupa akan fatwa bahwa 'Menghadiri perayaan Natal hukumnya Haram'. Ini sempat mengganggu kerukunan banyak umat beragama yang selama ini biasa saja saling bersilahturahmi di hari raya Idul Fitri maupun Natal, bahkan Natal yang lalu ada fatwa baru yang mengemukakan bahwa 'Mengirim Kartu Natal juga Haram'.

Kenyataan di lapangan adalah banyak juga umat yang menganggap sepi fatwa demikian dan tetap melakukan kebiasaannya diluar kesetiaannya beribadat. Banyak kita jumpai umat Islam yang biasa makan direstoran berlemak babi dan mengkonsumsi bumbu masak yang ditengarai mengandung enzim haram tertentu, dan mereka menunjukkan kehidupan yang baik, ramah dan bertenggang rasa. Sebaliknya banyak yang tidak makan ini dan itu tetapi merusak harta milik orang lain bahkan menutup pabrik yang mengakibatkan ribuan buruh (yang juga beragama Islam) dengan ribuan keluarga mereka menghadapi masadepan yang kacau. Kenyataan ini perlu menyadarkan kita mengenai umat yang mana yang benar-benar menjalankan agamanya? Apakah agama seseorang begitu saja ditentukan oleh sesuatu yang masuk ke dalam mulut?

Yesus berfirman: "Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat." (Matius 15:18-19).

Di Bandung pernah diisukan adanya bakso yang mengandung babi dan dalam waktu seketika seluruh penjual mi-bakso tertampar dan banyak yang tidak terjual baksonya. Setelah diusut oleh polisi ternyata bahwa memang ada satu pengusaha yang menjual bakso dengan kandungan babi (untuk yang non-Islam) tetapi kemudian menjadi isu generalisasi dan para penjual bakso terkena getahnya.

Pertanyaan aktual yang bisa menjadi bahan renungan kita semua adalah apakah seseorang yang bertahun-tahun mengkonsumsi bumbu masak dan baso tiba-tiba menjadi lebih beragama setelah keluarnya stigmatisasi bahwa yang dimakannya itu haram?

Indonesia sudah makin terpuruk dari hari kehari. Adalah bijaksana kalau para pemimpin agama lebih menyorot dosa-dosa sosial semacam KKN yang merugikan rakyat banyak yang sampai kini juga masih dilakukan oleh umum termasuk juga oleh institusi agama, daripada menyoalkan soal-soal kecil yang belum jelas (belum ada keputusan pengadilan) yang ujung-ujungnya rakyat kecil dibuat lebih menderita, dan membawa umat kepada hekakat agama yang benar dan tidak terjerat legalisme baru yang lebih menjadi beban masyarakat.

Semoga,

Salam kasih
dan damai sejahtera
dari Herlianto/YBA


[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]