RENUNGAN Juli 2001
Nasehat Gamaliel
"… (35) Hai orang-orang Israel, pertimbangkanlah baik-baik, apa yang hendak kamu perbuat terhadap orang-orang ini! …
(38) Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah. …"
(Kisah Para Rasul 5:26-42)
Ayat-ayat di atas diucapkan oleh seorang tokoh berhikmat bernama Gamaliel yang memberikan nasehat tepat bagi Mahkamah Agama, dan ternyata nasehat itu diterima dan dilepaskannyalah para Rasul untuk berbicara dengan bebas memberitakan Injil tentang Yesus yang adalah Mesias (ay.42). Kini, ayat-ayat ini sering digunakan untuk menasehati orang-orang agar tidak bertindak apa-apa terhadap ajaran-ajaran yang dicurigai dengan ukuran bahwa kalau perbuatan mereka berasal dari Allah, mereka tidak akan lenyap, dan tindakan itu ternyata melawan Allah. Tepatkah penafsiran demikian?
Bila argumentasi Gamaliel itu dilepaskan dari konteksnya, dan digunakan sebagai alasan, maka ada yang menyimpulkan secara keliru bahwa: 'Yang berasal dari Allah pasti tidak akan lenyap', bahkan ada yang menyimpulkan secara terbalik bahwa 'Yang tidak lenyap itu pasti dari Allah'. Benarkah argumentasi demikian?
Faktanya, banyak aliran-aliran yang sudah terbukti 'sesat' (menurut ukuran firman Tuhan) ternyata bukan saja tidak lenyap bahkan berkembang lebih pesat dari yang 'tidak sesat'. Contohnya, aliran Saksi Yehuwa adalah aliran yang luar biasa perkembangannya di seluruh dunia, di Amerika Serikat agama Islam dan Mormon termasuk aliran agama yang paling berkembang saat ini, padahal ketiganya tidak sejalan dengan firman Allah yang dipercayai kekristenan.
Bagaimana tepatnya kita harus menafsirkan perikop soal nasehat Gamaliel di atas?
Kita harus sadar bahwa Gamaliel memang orang yang dipakai oleh Allah, bahkan pernah mengajar rasul Paulus (Kis.22:3), dan peristiwa di Mahkamah Agama menunjukkan bahwa ia juga dipakai Allah dalam memecahkan masalah hambatan yang timbul atas usaha pekabaran Injil para Rasul. Dalam konteks demikianlah Gamaliel berperan dan memberikan nasehat yang jitu.
Dalam Kisah Para Rasul diceritakan, bahwa pelayanan Rasul Petrus dan Yohanes menimbulkan reaksi para Imam Bait Allah dan orang Saduki, mereka sangat marah dan bertindak menahan keduanya (4:2-3), ini menimbulkan diadakannya sidang untuk mengadili keduanya karena pelayanan keduanya sangat maju dan menjadi duri bagi agama Yahudi (4:4-5). Keduanya kemudian dilepaskan sambil diancam dan dilarang memberitakan nama Yesus (4:17,21).
Ternyata pelayanan keduanya makin meluas dan akhirnya Imam Besar dan orang Saduki bertindak karena iri hati (5:14) dan memasukkan mereka ke dalam penjara tetapi dilepaskan oleh Tuhan untuk bersaksi di Bait Allah (5:18-20), dan kembali keduanya dibawa menghadap Mahkamah Agama. Keduanya dilarang dengan keras untuk memberitakan Injil (5:28) bahkan ketika mereka tetap ber-PI, Mahkamah Agama bermaksud membunuh rasul-rasul itu (5:33).
Ditengah krisis dalam persidangan itu, bangkitlah Gamaliel, seorang Farisi dan ahli Taurat yang terhormat, dan memberikan nasehatnya, yaitu agar mereka: (1) mempertimbangkan dengan baik sikap apa yang akan diperbuat; (2) jangan bertindak terhadap kedua Rasul itu; (3) membiarkan keduanya dengan anggapan bila mereka mengajarkan ajaran manusia tentu akan lenyap dan kalau berasal dari Allah berarti mereka melawan Allah. Sebagai contoh diceritakan kasus kultus Teudas dan Yudas (5:36-37).
Masakini kita melihat banyaknya tokoh-tokoh kultus di kalangan Kristen yang mengajarkan banyak hal-hal aneh dan sudah terbukti banyak membingungkan jemaat. Tepatkah nasehat Gamaliel diberlakukan begitu saja? Kita harus melihatnya secara kontekstual.
Gamaliel menghadapi para Imam dan orang Saduki yang: (1) kurang pertimbangan dan emosi dengan sikap apriori untuk menghukum mereka yang melayani diluar yang resmi; (2) mereka juga bertindak keliru, mereka marah, mengancam bahkan ingin membunuh kedua rasul itu, bahkan tindakan mereka sudah berbuntut tindakan nyata dengan cara (3) melarang mereka memberitakan Injil dan nama Yesus dan memenjarakan mereka.
Nasehat Gamaliel tepat kita ikuti agar kita tidak gegabah bertindak seperti itu terhadap ajaran-ajaran yang membingungkan jemaat, karena Tuhan Yesus juga mengajarkan soal 'Gandum dan Lalang' dan kita tidak perlu mencabutnya (Mat.13:24-30). Namun, apakah itu berarti bahwa kita harus membiarkan mereka begitu saja sesuai nasehat kedua untuk tidak bertindak?
Dalam kasus Gamaliel, dengan hikmat Allah Gamaliel melihat perbandingan antara ajaran para Rasul dan para pemimpin Yahudi. Ia melihat bahwa ajaran para rasul berorientasi pada: (1) Yesus yang adalah Messias (5:42, yang dijanjikan dalam Taurat tetapi ditolak orang Farisi, ini berbeda dengan kultus yang berorientasi pada tokoh Teudas dan Yudas); (2) Yesus adalah juruselamat manusia (Kis.5:31, yang dianggap bertentangan dengan syariat Taurat); (3) Dalam Yesus ada kebangkitan orang mati (4:10, karena Ia sendiri telah disalibkan, mati dan kemudian bangkit dari antara orang mati. Sesuatu yang tidak dipercayai oleh orang Saduki). Dari keyakinan inilah Petrus dan Yohanes memberitakan (4) firman Allah (5:20); dan (5) Petrus dan Yohanes dipenuhi Roh Kudus sesuai kuasa dan kehendak Allah (5:32).
Dari nasehat Gamaliel ini kita dapat mempelajari beberapa hal dalam menyikapi pengajar dan ajaran baru yang belakangan ini dijumpai baik di luar maupun di dalam kalangan sendiri:
(1) Kita jangan lari pada salah satu kutub yaitu langsung menghukum tanpa pertimbangan (apriori) atau membiarkan begitu saja tanpa pertimbangan matang (status quo). Kita harus melihat dengan benar apakah pengajar dan ajaran baru itu berpusat pada Yesus sebagai Messias, yang adalah juruselamat dan buah sulung kebangkitan, berorientasi pada firman Tuhan, dan bergantung pada Roh Kudus yang mendatangkan kuasa Allah sesuai kehendak Allah atau bukan?
(2) Kita jangan bertindak gegabah secara emosional seperti yang dilakukan oleh para Imam dan orang Saduki dengan cara marah, melarang, mengancam, memenjarakan, atau bahkan berencana membunuh mereka. Ini tidak berarti bahwa kita sama sekali tidak boleh bertindak, namun bertindak yang sesuai kuasa dan kehendak Allah. Gamaliel mengatakan bahwa tindakan dan perbuatan para Imam dan orang Saduki tidak benar, dan ia tidak mengikuti cara itu, namun ia tidak melarang para Rasul yang bertindak memberitakan firman dan kebenaran Allah! Artinya, tindakan para Rasul itu ia setujui.
(3) Dengan berbekal dua hal terdahulu, kita dapat membiarkan tindakan dan perbuatan para Rasul yang sesuai firman dan kehendak Allah, namun tindakan dan perbuatan yang tidak sesuai firman Allah perlu ditolak. Secara praktis ini berarti bahwa kita harus memiliki ke-5 keyakinan dasar itu sebagai timbangan untuk menimbang apakah pengajar dan ajaran baru itu dari Allah atau bukan. Bila dari Allah tentu perlu diterima tetapi bila tidak dari Allah perlu ditolak.
Nasehat Gamaliel ini perlu menjadi pegangan kita yang masakini menghadapi berbagai pengajar dan ajaran baru baik di luar maupun di dalam kalangan sendiri. Apakah mereka merupakan (1) aliran kultus yang berorientasi pada tokoh-tokoh tertentu di luar Yesus Kristus? (2) menggantikan Yesus sebagai juruselamat dengan berbagai 'taurat baru'? (3) mengajarkan kesempurnaan tubuh dan kemampuan diri sendiri demi kesempurnaan jasmani diluar janji kebangkitan Yesus dari orang mati? (4) mengajarkan ajaran-ajaran di luar firman Allah yang benar? dan (5) mengajarkan ketergantungan pada 'kekuatan batin/roh dunia/roh di udara' dengan kuasa 'perdukunan' di luar sikap bergantung pada Roh Kudus dan kehendak Allah? (bandingkanlah dengan kasus 'Simon si Sihir' yang juga menjalankan mujizat-mujizat dalam Kis.8:4-25).........
Semoga eksposisi Alkitab ini menjadi bekal dalam kita menyorot pengajar dan ajaran baru yang belakangan ini bertumbuh subur di awal era milenium ke-III ini, baik yang berada diluar kalangan sendiri atau yang sudah berada di dalam lingkungan sendiri. A m i n!
Salam kasih dan damai sejahteraHerlianto/YBA
[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]