RENUNGAN Februari 2002                 


Banjir

"Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (I Yohanes 3:17-18)

Tahun 2002 ternyata tidak kita masuki dengan kesejahteraan, namun dibuka dengan serba kenaikan, mulai dengan kenaikan harga-harga sembako dan minyak, sampai naiknya tarif angkutan umum. Penderitaan yang menimpa banyak orang itu kemudian disusul dengan musibah bencana alam yang bertubi-tubi terutama naiknya curah hujan tanpa diduga yang menyebabkan naiknya permukaan air ke luar dari sungai dan menyebabkan banjir dan longsor di banyak bagian kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung, dan kota-kota lainnya.

Jelas banyak kebutuhan dibutuhkan oleh para penderita musibah bencana alam tersebut, mulai dari hancurnya banyak perabot rumah tangga rumah yang terendam termasuk buku-buku sekolah anak-anak, hilangnya tempat tinggal karena diterpa banjir, sampai melayanglah jiwa karena kejatuhan longsor. Yang jelas musibah kali ini benar-benar membuat sebagian masyarakat kota tidak berdaya dan membuat ribuan orang menderita .

Apakah yang bisa kita usahakan dan perbuat?

Rasul Yohanes memberikan beberapa pedoman dalam tulisannya di atas, setidaknya seseorang dapat melakukan tiga hal sebagai berikut:

Pertama, kita perlu memiliki KASIH ALLAH agar kita tidak hanya melihat kepada kebutuhan diri sendiri namun kebutuhan orang lain juga, sebab telah difirmankan agar kita ‘mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.’

Kedua, kasih Allah dalam diri kita akan mendorong kita untuk memiliki KEPEKAAN LINGKUNGAN, sebab dalam ayat itu disebutkan agar kita peka untuk melihat kekurangan yang dialami saudara-saudara kita sebangsa dan sekota sebagai akibat banjir itu, dan agar kita tidak menutup pintu hati kita, melainkan membukanya lebar-lebar agar kasih Allah tertuang dari hati kita masing-masing.

Ketiga, tidak cukup bagi kita hanya memiliki kasih Allah dan membuka hati atau hanya mengasihi sesama kita dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi kita perlu memiliki KEPEDULIAN SOSIAL  yaitu dengan melakukan kasih Allah kepada sesama kita dengan perbuatan nyata dan dalam kebenaran.

Dalam kepedulian kita akan sesama kita yang mengalami musibah akhir-akhir ini, kita dapat melakukan banyak hal demi mengejawantahkan kepekaan, kasih Allah dan kepedulian sosial kita kepada sesama kita yang mengalami musibah.

Setidaknya kita dapat berdoa untuk itu memohon kepada Tuhan semoga musibah demikian cepat berlalu dan terjadi pemulihan kesejahteraan. Kita juga dapat melakukan usaha-usaha nyata dengan mengumpulkan buku-buku sekolah untuk anak-anak, membagikan sembako dan pakaian, disamping bila mungkin membantu mereka yang mengalami musibah itu dengan uang untuk bertahan hidup maupun dengan pekerjaan yang memperpanjang daya bertahan hidup mereka yang karena banjir tidak menghasilkan apa-apa.

Setidaknya Indonesia yang kaya dan makmur itu tidak perlu membuat sebagian rakyatnya yang terkena musibah itu untuk menderita berkepanjangan, sebab bila yang tidak terkena musibah dan berkecukupan hidupnya dapat menyisihkan sebagian hartanya untuk mengasihi sesamanya yang lebih berkekurangan, tentulah kesejahteraan hidup dapat dialami oleh setiap manusia Indonesia, sehingga dilihatnya kebajikan kita, dan dipermuliakan Bapa yang di sorga.

Rasul Paulus mengingatkan kita, bahwa:

“Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis: ‘Orang yang mengumpulkan banyak, tidak berkelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan.” (II Korintus 8:13-15).

A m i n.

Salam kasih dari Herlianto

[_private/r_list.htm]