RENUNGAN Juli 2002                 


Kasih kepada yang miskin 

"Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, ... Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita.” (Lukas 16:19-31)

Belakangan ini makin sering kita baca di koran maupun lihat di TV terjadinya penggusuran penduduk di kampung-kampung, pedagang kecil di pasar-pasar dan pengusiran para pedagang dari kaki lima, suatu tragedi kemanusiaan yang masih saja terjadi di Indonesia yang telah menikmati kemerdekaan selama 57 tahun dan memasuki era reformasi ini.

Tragisnya, dibalik itu kita bisa melihat pembangunan rumah-rumah mewah dan gedung-gedung mahal masih terus berjalan tanpa peduli sikon disekitarnya, dan belakangan ini khususnya dikota Bandung makin maraknya pembangunan mal-mal dan trade-centers dan jalan layang yang dengan bebasnya melibas kawasan-kawasan pemukiman dan tempat usaha yang dihuni mereka yang miskin.

Masalah ini menimbulkan pertanyaan yang seharusnya menyentuh hati-nurani setiap orang, dan mempertanyakan: “Pembangunan Kota Itu Untuk Siapa?”. Suatu pertanyaan yang mudah dijawab namun sukar dilaksanakan karena kita sudah maklum bahwa pembangunan kota merupakan arena perebutan lahan kota yang melibatkan para konglomerat dan penguasa.

Kita menyadari bahwa dalam dasawarsa terakhir ini telah timbul kerusuhan di ratusan kota yang umumnya menjadikan bangunan-bangunan mewah dan mahal itu sebagai target untuk dibakar. Salah memang, namun apakah yang menyebabkan orang-orang miskin itu bisa begitu marah bila aspirasi mereka terdesak dan sikon menyebabkan mereka merasa senasib?

Kita melihat bahwa dalam pembangunan baru gedung umum, pasar, lebih-lebih mal-mal dan trade-centers, nyaris tidak ada perhatian sama sekali untuk memberi peluang bagi pedagang kecil untuk ikut menikmati kemajuan itu. Kita dapat melihat di mal-mal dan trade-centers yang dibangun belakangan ini, nyaris tidak satu meter pesegipun area penjualan dialokasikan untuk digunakan para PKL, bahkan plazanya Bandung yang Indah yang dahulu sempat ikut dinikmati pedagang kecil sekarang dipagar sehingga tergusurlah para PKL ke pinggir jalan (di luar kaki lima) dan pengusaha ayam penuh kolesterol bisa leluasa memperluas area duduk pembeli, padahal skandal nasional mengungkapkan bahwa pemiliknya lebih banyak dosanya daripada dosa para pedagang miskin itu, dan menurut para pengamat sosial diperkirakan justru 65% manusia Indonesia bergerak disektor informal.

Masalah ini menyentuh orang-orang beragama, apakah yang bisa diperbuat untuk mendatangkan keadilan dalam pembangunan perkotaan? Apakah selalu kebahagiaan itu hanya milik orang kaya dan penderitaan itu hanya milik orang miskin?

Perumpamaan yang diucapkan oleh Tuhan Yesus di atas memberikan suatu gambaran yang lengkap betapa dalam hidup di dunia ini seorang kaya hidup bersukaria dalam kemewahan dan mengabaikan Lazarus yang miskin yang bahkan hanya menerima sisa-sisa makanan dari meja orang kaya itu. Namun, ternyata Tuhan maha kasih dan adil sehingga dalam alam baka kondisi sebaliknyalah yang terjadi dimana yang miskin memperoleh penghiburan dan yang kaya menderita. Suatu keadilan yang hanya mungkin diperoleh dalam pengadilan Tuhan.

Perumpamaan itu memiliki makna mendalam bahwa kehidupan tidak berhenti di dunia fana ini melainkan menerus ke dalam alam baka, dan segala perilaku manusia di dunia fana harus dipertanggung-jawabkan dalam kehidupan di alam baka. Ini menuntut kasih kepada sesama dan keadilan diberlakukan di dunia ini dan mengingatkan mereka yang kaya untuk tidak menutup diri pada yang miskin melainkan peka dan peduli akan penderitaan mereka.

Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?” (1 Yohanes 3:17).

            Salah satu kebijakan yang dapat ditempuh oleh para penentu kebijakan pembangunan kota dan para pengusaha yang peduli adalah ‘subsidi silang’. Dalam bidang perumahan dikenal komposisi pembangunan 1-3-6 yang maksudnya dalam pembangunan satu rumah mewah, perlu dibangun bersamanya 3 rumah sedang dan 6 rumah sederhana. Proporsi yang sejiwa seharusnya diberlakukan pula dalam pembangunan pasar-pasar, mal-mal, mapun trade-centers. Bila mempunyai hati nurani yang peka dan peduli, pembangunan demikian juga bisa diarahkan untuk menciptakan komposisi yang mirip dimana pembangunan satu kios mewah (untuk pedagang besar) perlu diiringi dengan misalnya 3 kios sedang (untuk pedagang menengah) dan 6 kios kecil (untuk pedagang kecil), atau setidaknya bisa disiapkan lahan untuk digunakan para pedagang kaki lima.

            Rasanya para penguasa kota dan pengusaha perlu lebih peka dan peduli sebelum Tuhan memanggil kita untuk dipangku di pangkuan Abraham atau ditaruh ditempat lain.

A m i n.

Salam kasih dari Herlianto & YABINA ministry

[_private/r_list.htm]