RENUNGAN Nopember 2004               


Positive Thinking
 

“Jadi, akhirnya saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis,semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Filipi 4:6)

Beberapa waktu belakangan ini, dalam ceramah-ceramah yang dibawakan sering muncul pertanyaan “Apakah salah kalau kita mengikuti pelatihan Positive Thinking?” Soalnya, banyak gereja sudah melatih jemaatnya dengan pelatihan motivasi (motivational training) dan kursus pengembangan diri (human potential) dengan topik di atas, karena menurut mereka ayat Alkitab di atas mendukung ajaran Positive Thinking. Benarkah?

Bila kita membaca ayat di atas, kita akan melihat bahwa memang Paulus menganjurkan agar kita memikirkan hal-hal yang positive, namun apakah ini sama dengan ajaran Positive Thinking yang diajarkan dalam pelatihan kepribadian adalah hal yang berbeda sekali.

Dalam perkembangan pengajaran Positive Thinking, kita dapat melihat awalnya adalah pengaruh ajaran mistik yang beranggapan bahwa manusia pada dasarnya baik dan memiliki kekuatan/kuasa tak berhingga dalam dirinya, melalui pikiran, visualisasi dan kata-kata kekuatan itu dapat mengubah situasi. Ajaran ini kemudian mempengaruhi Mary Baker Eddy pelopor Christian Science yang menggunakan kekuatan pikiran ini untuk kesembuhan dan disebut sebagai ‘mind cure.’ Pengaruh yang menekankan kekuatan batin manusia ini kemudian berkembang menjadi pengajaran ‘positive thinking’ yang berkembang lebih lanjut dalam pengajaran ‘behaviour transformation,’ yang dengan menggunakan kekuatan pikiran, visualisasi, dan kata-kata berusaha melakukan transformasi perilaku sesuai yang dikehendaki pelakunya.

Dalam konsep ‘positive thinking’, dipercaya bahwa kalau seseorang berfikir positive maka kehidupannya akan menjadi positive dan kalau seseorang berfikir negatif kehidupannya akan menjadi negatif. Kalau seseorang berfikir kaya kehidupannya akan kaya dan kalau berfikir miskin kehidupannya akan miskin. Jadi masa depan seseorang ditentukan oleh kemampuannya berfikir, visualisasi, maupun apa yang diucapkannya. Konsep kekuatan batin (pikiran, penglihatan dan kata-kata) bisa kita lihat dari ucapan-ucapan berikut:

Robert Schuller mengatakan: “the me I see, the me I’ll be,” jadi kalau kita membayangkan diri kita akan kaya maka kita akan kaya demikian juga sebaliknya. Instruktur Dale Carnegie Course mengajarkan kuasa kata-kata (semacam mantra) yang berbunyi: “If It is to be, it is up to me,” bahkan dikatakan bahwa: “bila kita befikir positip, maka pikiran yang negatif akan berangsur-angsur tergeser dan akhirnya hilang.” Dalam bukunya, dale Carnegie mengutip ucapan Shakespeare: “Nothing is good or bad, but thinking makes it so.” Di sini ada anggapan bahwa kebaikan dan kesempurnaan dicapai oleh pikiran positip.

Norman Vincent Peale yang terkenal karena buku-bukunya tentang Positive Thinking juga mengajarkan kekuatan pikiran untuk mengubah hidup. Ia mengutip ucapan Marcus Aurelius, bahwa: “Hidup manusia ditentkan oleh pemikirannya.”  Mengacu pada Wiliam James, ia mengatakan: “Pemikiran kita menentukan nasib kita,” dan lagi ia mengatakan: “berfikirlah positif, berbuatlah positif, bayangkanlah positif, maka hasil yang gemilang akan menjadi milik Anda.” Di sini ada anggapan hukum sebab akibat yang ditentukan oleh pikiran, bahwa pemikiran positif akan menghasilkan hal-hal positif dan pemikiran negatif menghasilkan hal-hal negatif.

Sekalipun ucapan-ucapan demikian juga sedikit banyak ada pengaruhnya, dalam pandangan Kristen adalah mustahil mengubah perilaku secara total hanya dengan mengandalkan pemikiran, sebab manusia sudah berdosa dan tidak sempurna pemikirannya. Yang jelas penekanan yang terlalu berlebihan pada kekuatan pikiran, visualisasi dan kata-kata, lebih bersifat sugesti daripada realita, dan jelas berpusatkan manusia. Apalagi, kalau hal ini meniadakan keberadaan Tuhan sebagai pencipta yang berkuasa atas kehidupan manusia.

Kalau begitu apakah kita tidak boleh ber’positive thinking’ dan harus ber’fikir negatif’? Tentu jawabannya tidak! Marilah kita menyimak apa maksud rasul Paulus dalam ayat di atas. Rasul Paulus memang mengajarkan agar kita memikirkan hal-hal yang bersifat positip namun itu tidak sama dengan apa yang diajarkan dalam pengajaran positive thinking. Rasul Paulus pada ayat sesudah kutipan diatas mengatakan: ‘apa yang telah kamu dengar dariku, lakukanlah itu’ (ayat-9). Apa yang kita dengar dari Paulus? Ternyata ia juga mengatakan hal-hal yang negatif (‘negative thinking’ menurut pengajar hal ini), sebab pada fasal sebelumnya ia mengatakan: “Hati-hatilah terhadap anjing-anjing, hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang jahat, hati-hatilah terhadap penyunat yang palsu” (3:2).

Kedua ayat yang bertentangan itu menunjukkan bahwa Paulus tidak memaksudkan ayat Filipi 4:8 sebagai pendukung ajaran para ‘Positive Thinker’ sebab kalau benar berarti bahwa dengan mengucapkan ayat 4:8, Paulus akan menjadi positip hidupnya tetapi karena ia mengatakan ayat 3:2 kehidupannya akan menjadi negatif. Tentu rasul Paulus tidak bermaksud demikian.

Rasul Paulus mengucap syukur karena jemaat Filipi memiliki ‘persekutuan dalam Berita Injil’ (1:5), dan karena itu ia mendoakan mereka dan berharap agar kasih jemaat di Filipi melimpah dengan pengetahuan yang benar sehingga dapat memilih yang baik, supaya suci, dan tak bercacat, dan penuh buah kebenaran (1:9-11). Dari sini kita dapat melihat bahwa hal-hal yang positip dari hidup jemaat Filipi seharusnya keluar sebagai buah mereka yang telah memiliki Berita Injil (evangelion = kabar baik). Jadi, bukan karena kita berfikir kita baik maka kita baik, tetapi karena kita sudah menerima kabar baik sepatutnyalah kita berfikir baik, suci dan benar.

Filipi fasal 3:1b-16, sering dianggap pandangan rasul Paulus yang negatif karena ia menyebut tentang ‘anjing, pekerja jahat, dan penyunat palsu’ (3:2), apalagi ia mengatakan hal-hal negatif seperti: “persekutuan dalam penderitaannya, dan menjadi menjadi serupa dengan Dia dalam kematiannya.” (3:10), ini dilakukan Paulus untuk mengharapkan memperoleh kebangkitan orang mati! Ayat ini jelas bertolak belakang dengan konsp positive thinking.

Dari pembahasan di atas kita dapat melihat, bahwa positive thinking dalam pengertian firman Tuhan adalah bahwa sebagai orang yang telah menerima kabar baik Injil, sepatutnyalah orang berfikir positif dan benar, tapi itu tidak sama dengan pengajaran para positive thinker yang meletakkan pemikiran sebagai alat mencapai tujuan. Yang pertama berbicara mengenai positive thinking sebagai buah yang keluar dari orang beriman, yang kedua berbicara positive thinking sebagai benih yang akan menghasilkan buah. Yang pertama firman Tuhanlah yang menjadi benih (Kristosentris), yang kedua manusia dengan pemikirannya yang dianggaps ebagai benih (antroposentris) di luar Tuhan.

Rasul Paulus dalam kitab-kitabnya yang lain menekankan perlunya pertobatan dan perubahan hidup yang dihasilkan di dalam Kristus menjadi ciptaan yang baru (2 Korintus 5:17), yang diperbaharui oleh Roh Kudus, sehingga hidup dipimpin Roh dan menghasilkan buah-buah rohani (Galatia 5:16-26).

Kiranya diskusi ayat ini memperjelas posisi kita menghadapi motivasi pengembangan diri yang mengajarkan Positive Thinking sebagai jalan keselamatan manusia sendiri diluar Tuhan.

Salam kasih dari Redaksi YABINA Ministry www.yabina.org.


[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]