RENUNGAN April 2004
JUMAT AGUNG
“Ya Abba, ya Bapa-Ku, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.” (Markus 14:36).
Doa di atas dilakukan oleh Yesus di Taman Getsemane. Setelah Perjamuan Malam bersama para murid-Nya, Yesus pergi diikuti para murid-Nya ke taman itu dan ia mengatakan kepada mereka bahwa: “Hatiku sangat sedih seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah.” (Mrk.14:34).
Di taman Getsemane memang pergumulan Yesus memuncak, pergumulan dimana ia harus menanggung sengsara untuk menebus umat manusia, suatu tugas berat yang tak mungkin di tanggung manusia, dan sebagai Tuhan yang menyertai kita, sebagai Anak Manusia Yesus tidak luput dari kesedihan. Pergumulannya dalam doa menyebabkan keringat Yesus menetes sepertid arah.
Drama jumat agung ini juga menggetarkan para murid-Nya, mereka seolah tak berdaya, di satu segi mereka mengharapkan Yesus menjadi penebus umat manusia di segi lain mereka harus menghadapi proses yang diluar akal sehat manusia, mengapa Yesus harus mengalami penderitaan dan menantikan peristiwa yang mendebarkan itu?
Para murid kelelahan dan mereka tidak tahan menghadapi kantuk dan tertidur. Para murid dalam kemanusiaan mereka tidak tahan menghadapi kelemahan, mereka jatuh dalam pencobaan daging yang menyebabkan mereka pulas tertidur. Yesus menyuruh mereka untuk “Berjaga-jaga dan berdoa, supaya mereka jangan jatuh ke dalam percobaan” tetapi memang “roh penurut tetapi daging lemah.” (Mrk.14:38).
Berbeda dengan sikap para murid yang adalah manusia yang lemah yang menyebabkan mereka tidak mampu berdoa dan jatuh tertidur, Yesus menunjukkan identitasnya sebagai Allah dan Anak Manusia, dan sekalipun aspek manusia-Nya yang lemah menyebabkan diri-Nya rebah tetapi sebagai Allah yang sedang mengemban tugas besar Ia berdoa. Yesus berdoa kepada Bapa dan menyebutkan bahwa “tidak ada yang mustahil bagi Bapa” dan memang benar begitu, namun Yesus kemudian mengatakan bahwa “janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Bapa kehendaki.”
Inilah iman yang benar, yaitu, sekalipun tidak ada yang mustahil bagi Bapa tetapi ketidakmustahilan itu tergantung kehendak Bapa di surga, dan kehendak Bapa berbeda dengan kehendak Yesus. Inilah iman yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita yaitu menyerahkan keputusan akhir kepada Bapa di surga agar kehendak Bapa yang akan jadi dan bukan kehendak Yesus!
Lalu Yesus berdoa kembali dan mengucapkan doa-Nya yang sama, dan dengan yakin mempertegas pernyataan-Nya yang terakhir: “Ya BapaKu, jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu.” (Mrk.14:39; Mat.26:42)
Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan dan kita sebagai manusia dapat meminta mujizat Tuhan yang mustahil bagi manusia, tetapi di balik itu yang terutama adalah bukan kehendak manusia yang jadi melainkan kehendak Tuhanlah yang jadi. Kita harus menyerahkan keputusan akhir kepada Tuhan. Dalam hidup kita sering terjadi konflik kepentingan antara ‘kehendak ku’ dan ‘kehendak Tuhan’, tidak salah kita meminta sesuatu sesuai kehendak manusia tetapi Tuhan mempunyai rencana besar di luar akal manusia, dan kehendak-Nyalah yang harus jadi dan perlu kita terima dengan syukur.
Setelah Yesus menyerahkan diri, Ia bisa menerima segala keputusan Bapa dengan syukur, dan ia tidak lagi bersedih ketika melihat para muridnya tidur, malah ketika mereka terbangun, Yesus menyuruh mereka tidur kembali. Ia dapat menerima keberadaan dan kondisi para murid-Nya dengan lapang dada dan menganggap sikap para murid itu sebagai cukup, dan dengan penuh penyerahan diri Yesus menghadapi tugas hidup-Nya dan berkata:
“Saatnya sudah tiba, lihat, Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa.” Lalu Yesus berkata dan mengajak para murid-Nya menghadapi tugas besar yang harus ditanggung-Nya: “Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat.” (Mrk.14:41-42).
Apa rahasia keberhasilan Yesus dalam menerima tugas-Nya untuk menebus dan membebaskan umat-Nya? Yesus memang bergumul dan memohon bila bisa dilepaskan dari tugas besar yang harus Ia tanggung, namun keberhasilan Yesus menghadapi pergumulan itu terjadi ketika Ia tidak lagi bergantung kepada kehendak manusiawi melainkan menyerahkannya sepenuhnya kepada kehendak Bapa.
Bergantung kepada kehendak Bapa menyebabkan Yesus mengalami hati yang tabah dan menerima jalan yang harus Ia tempuh dengan syukur, dengan berbuat begitu, maka proses penebusan terjadi dan genaplah sudah jalan menuju penebusan dosa manusia di atas kayu salib sehingga kita sebagai manusia dapat menerima anugerah keselamatan di dalam Tuhan Yesus. Amin!
Salam kasih dari Redaksi YABINA ministry www.yabina.org
[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]