RENUNGAN Juli 2004               


Lingkungan Hidup
 

“TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya” (Mazmur 23:1-3).

Baru-baru ini dalam kunjungan ke kota Kendari, ibukota Sulawesi Tenggara, terasa sekali kondisi lingkungan hidup perkotaan yang masih ideal, kota yang lengang yang masih bisa ditemui banyak pohon, lalu lintas yang masih sepi kemacetan dan kecelakaan, dan teluk yang masih banyak menghasilkan ikan segar dan tanah yang menghasilkan buah dan rempah-rempah yang berkelebihan sehingga juga menjadi lahan transmigrasi yang berhasil. Bukan hanya itu, di beberapa bagian kita masih terlihat mudahnya membuat sumur artesis dimana air menyembur ke luar dari tanah. Bangunan tinggi nyaris tidak ada dan udara cukup segar tanpa polusi udara yang berarti.

Rasanya pengalaman tinggal selama beberapa hari di kota yang masih segar itu menimbulkan nostalgia ke kota Bandung yang sekarang kondisinya amburadul itu. Seingat penulis, ketika pertama kalinya menginjak kota Bandung di tahun 1960 untuk menuntut ilmu, kota Bandung yang kala itu sudah lebih padat daripada kota Kendari sekarang, kondisinya masih cukup melegakan penduduknya, sehingga sekalipun harus mengikuti kuliah naik sepeda mendaki jalan Tamansari, rasanya pengalaman menyegarkan secara kesehatan tanpa polusi udara itu takkan bisa dialami-ulang oleh cucu-cucu kita pada masakini.

Lalu lintas kota Bandung kala itu masih lengang, mobil yang berlalu lalang masih sedikit, dan kita masih banyak menjumpai tanah-tanah yang hijau dan taman-taman, bahkan alun-alun yang masih berfungsi sebagai paru-paru kota, namun kelihatannya lingkungan hidup kota Bandung itu kini sudah menjadi gersang, macet dan tidak lagi nyaman untuk ditinggali, belum lagi saat ini muncul kasus Puncrut ke permukaan yang akan banyak berdampak bagi lingkungan hidup perkotaan Bandung secara keseluruhan, sekalipun tidak dipungkiri akan mendatangkan rejeki bagi penduduk kawasan Puncrut dan tentu saja para pebisnis dan pengembang.

Julukan Parijs van Java dahulu tidak main-main diberikan kepada kota Bandung karena memang kota Bandung cukup nyaman sebanding dengan kota Paris, kota Paris yang masih menyisakan taman-taman kota yang indah dan pembangunan kota modern dilakukan di kawasan khusus kota itu yaitu ‘le Defense’, sehingga kota Bandung di tahun 1955 dipilih menjadi kota penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika. Apakah kita tidak rindu untuk mendambakan suatu kota dengan lingkungan hidup yang masih nyaman dan serasi?

Dalam sebulan terakhir ini kita merayakan lingkungan hidup yang ideal dan rasanya belum terlambat untuk memikirkan lingkungan hidup kota Bandung yang sekarang yang sudah makin porak poranda ini. Kekuatan politik uang dan kepentingan sesaat para pejabat dan pebisnis begitu dahsyat, sehingga banyak kawasan yang dahulu begitu serasi sekarang makin gersang.

Ayat dari kitab Mazmur di awal tulisan ini menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara kehidupan rohani dan jasmani, antara kehidupan surgawi dan duniawi. Kebenaran dan pemeliharaan Tuhan sebagai gembala bagi dombanya mencakup kenikmatan padang rumput yang hijau dan sumber air yang tenang, suatu kondisi lingkungan hidup yang nyaman dan segar yang akan menyegarkan jiwa umat manusia. Sejak penciptaan bumi diawal Alkitab sampai penciptaan bumi baru di akhir Alkitab, kita dapat melihat bahwa Tuhan menghendaki bumi sebagai tempat hunian yang indah dengan lingkungan hidup yang baik.

Kerusakan lingkungan hidup adalah ulah manusia yang mengubah keserasian alam itu dengan hasil ketamakan manusia, dan akibatnya sebagian besar penduduk kota akan semakin menderita karena menjadi korban.

Pakar tatakota membagi kota-kota dalam beberapa tahapan perkembangannya, dimulai dengan ‘Agropolis’ yang berwawasan pertanian, ‘Polis’ kota yang menunjukkan ciri perkotaan berbeda dengan pedesaan, ‘Metropolis’ yang berpenduduk di atas sejuta orang, dan ‘Megapolis’ yang berpenduduk lebih dari 10 juta orang. Bukan hanya itu, kota yang salah urus bisa-bisa menjadi ‘Tiranopolis’ yang penuh kejahatan dan korupsi dimana banyak orang menjadi tiran bagi sesamanya, sehingga tidak salah kalau sebagian besar penduduknya akan melihatnya sebagai ‘Miseropolis’ kota yang penuh derita, dan ujung-ujungnya beberapa kawasan akan ditinggalkan penduduknya dan menjadi ‘Nekropolis’ kota kuburan.

Kota Bandung memang sudah semrawut dan amburadul tetapi kita masih bisa memperlambat pertumbuhannya yang semakin liar menjadi pertumbuhan yang lebih terarah yang bukan menjadi ajang perebutan rejeki sekelompok kecil masyarakat atas, tetapi menjadi tempat hunian yang layak bagi sebagian besar masyarakat yang umumnya berada di bawah itu.

Umat beragama perlu memikirkan dengan serius kondisi lingkungan hidup perkotaan Bandung dimana mereka tinggal agar kehidupan imannya dapat ikut menata kehidupan kota menjadi baik dan layak huni, sehingga kita bisa menghambat perkembangannya yang menjurus kepada penguasaan para ‘tiran’ dan mendatangkan ‘miseri’ bagi mayoritas penduduk kota itu, dan tidak menjadikan kota Bandung sebagai kota kuburan yang tidak layak dihuni orang hidup. Di balik itu kota yang serasi dan layak huni akan meneguhkan iman kita kepada Sang Penciptanya!

Semoga!

Amin!

Salam kasih dari Redaksi YABINA ministry www.yabina.org
 

[_private/r_list.htm]