RENUNGAN Juli 2005               


CARILAH DAHULU KERAJAAN ALLAH
 

Carilah dahulu Kerajaan Allah serta kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Matius 6:33)

Ayat ini adalah ayat favorit yang biasa dikotbahkan dalam mimbar-mimbar yang mengajarkan ajaran kemakmuran (teologi sukses). Kenneth Hagin, pelopor ‘Words of Faith’ mengemukakan bahwa:

Yesus sendiri berkata, ‘Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.’ Segala sesuatu yang akan ditambahkan kepadamu dalam hal ini adalah benda-benda yang berupa materi,- - -  segala sesuatunya yang dapat kita pakai, dan lain-lain sebagainya, - - - pendek kata semua keperluan materi yang kita butuhkan dalam hidup ini.” (Ditebus dari kemiskinan ... penyakit ... kematian, Immanuel, hlm.5).

Jonggi Cho pelopor ajaran kemakmuran di Korea juga menggunakan ayat itu dengan pengertian sukses perusahaan. Ia mengatakan:

Jadi, ‘Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya’ harus mendahului segala hal lain. Maka Yesus akan menjadi peserta dalam perusahaan itu bersama saudara dan saudara boleh mengharapkan hasil yang besar untuk kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus” (Kehidupan yang Berhasil, hlm.70).

Bila kita melihat konteks tulisan Hagin dan Cho, yang dimaksudkan dengan ‘semuanya’ itu adalah hal-hal materi yaitu kemakmuran dan bukan kehinaan dan kemiskinan, jadi diajarkan bahwa kalau kita mencari Kerajaan Allah maka hidup kita akan diberkati dengan harta benda materi dan perusahaan kita akan berhasil dan mendapat hasil yang besar.

Apakah yang dimaksudkan oleh Yesus ketika menyebut dalam kotbahnya tentang kata ‘semuanya’ itu? Dari konteks kotbah Yesus di bukit itu, kita tahu bahwa maksudnya berbeda dengan yang dimengerti oleh Hagin dan penafsiran para pengkotbah kemakmuran lainnya.

Ayat itu berada dalam perikop yang diberi judul ‘Hal kekuatiran,’ yaitu kekuatiran akan hidup dan tubuh manusia yang mencakup makan dan minum, dan pakaian. Ini kemudian dibandingkan dengan makanan burung yang tidak sekuat manusia dalam berusaha dan keindahan bunga bakung yang lebih indah dari pakaian Salomo. Makanan, minuman dan pakaian didalam konteks ini adalah kebutuhan standar dan bukan segala keinginan materi seperti yang ditafsir Hagin atau sukses perusahaan seperti yang ditafsir Cho. Pesan ayat-ayat itu adalah supaya kita tidak mengkuatirkan masalah kebutuhan hidup standar kita melainkan agar berharap kepada Tuhan yang memelihara kita, sebab semua itu dicari oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.

Yesus mengatakan pula pada ayat sebelumnya bahwa ‘semuanya’ itu dikaitkan dengan soal makanan, minuman dan pakaian standar:

Bapamu yang disorga tahu,bahwa kamu memerlukan semuanya itu.” (Mat.6:32b)

Karena itu Yesus kemudian mengajarkan pemeliharaan Allah bahwa kalau kita berusaha dalam hidup ini Tuhan akan memelihara kebutuhan standar kita yaitu akan ditambahkan kepada kita. Karena itu menghadapi hidup tidaklah kita perlu kuatir.

Yesus dalam perikop ini membandingkan kebutuhan umat beriman dan keinginan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, dan dalam perikop sebelumnya, Yesus menyebut keinginan ini sebagai mengabdi kepada Mamon. Yesus mengingatkan agar “Jangan mengumpulkan harta di bumi” (Mat.6:19) dan juga dalam ajarannya mengenai Doa ia menyuruh kita berdoa untuk meminta makanan ‘secukupnya’ (Mat.6:11). Pengajaran Yesus mengenai kebutuhan bukanlah ‘kemakmuran atau kelimpahan harta dibumi’ melainkan ‘kecukupan.’

Lebih kedepan, Yesus mengajarkan dalam konteks Kotbah di Bukit bahwa kita harus rajin memberikan sedekah (Mat.6:3), gemar memberi (Mat.6:42), dan supaya kita berbuat baik (Mat.5:16). Dan bila kita melihat konteks ayat-ayat sesudah Mat.6:33, jelas pula terlihat bahwa Yesus mengajar kita agar kita masuk melalui pintu yang sesak (asal cukup dijalani) dan bukan jalan yang luas (kemakmuran dan kemewahan harta) yang menuju kepada kebinasaan (Mat.7:13-14).

Maka jelaslah bahwa ayat Mat.6:33 tidak bisa dicomot begitu saja dan diberi penafsiran ajaran kemakmuran, melainkan kita harus mengerti dari konteksnya. Dan dari konteks itu pula kita ketahui bahwa ‘Hukum sebab akibat, percaya akan makmur’ juga tidak diajarkan oleh Yesus, sebab sekalipun Yesus mengajarkan mengenai pemeliharaan hidup dari Tuhan, Ia juga menjelaskan bahwa hidup manusia lebih dari sekedar percaya-diberkati karena ada faktor-faktor dosa manusia lainnya yang mengganggu keseimbangan kesejahteraan dan mengganggu pemeliharaan Tuhan atas umatnya.

Yesus menjelaskan mengenai mengapa banyak orang benar menderita dalam Kotbah di Bukit. Ia tidak menyalahkan iman mereka yang kurang atau karena mereka tidak mencari Kerajaan Allah, tetapi Yesus menghibur mereka. Yesus mengatakan berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, yang berdukacita, yang lemah lembut, yang lapar dan haus akan kebenaran, yang dianiaya oleh sebab kebenaran, dan yang karena Yesus mereka dicela, dianiaya, dan difitnah, karena mereka kelak akan diberi upahnya di sorga (Mat.5:1-12).

Jadi dari konteksnya, ayat Mat.6:33 tidak benar kalau dianggap sebagai hukum ‘Percaya (mencari kerajaan Allah) akan makmur harta (semuanya akan ditambahkan),’ sebab konteks ayat itu jelas mengajarkan agar kita mencari Kerajaan Allah, jangan mengejar harta di bumi, dan janganlah kita kuatir akan kebutuhan standar hidup dan kebutuhan tubuh kita melainkan hiduplah secukupnya, dan andaikan kita mengalami kehinaan sekalipun seperti miskin, lapar, dianiaya dan difitnah, janji Tuhan tidak akan hilang karena mereka akan diberkati kelak di sorga dengan kebutuhan hidup mereka yang secukupnya.

Amin!


Salam kasih dari Redaksi
www.yabina.org


[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]