RENUNGAN September 2005               


RUMAH IBADAT
 

Dan setiap hari mereka melanjutkan pengajaran mereka di Bait Allah dan di rumah-rumah orang dan memberitakan Injil tentang Yesus yang adalah Mesias.” (Kisah Para Rasul 5:42)

Sejak Allah menciptakan langit dan bumi, orang mulai berdoa dalam nama Tuhan, baik doa secara pribadi maupun berjemaat. Pada masa para patriakh terutama pada diri Bapak Abraham, Ishak dan Yakub, kehidupan ibadah dilakukan dalam kekeluargaan di rumah-rumah mereka yang saat itu berbentuk kemah/tenda. Lokasi perjumpaan Yakub dengan Allah kemudian disebut sebagai ‘Beth El’ dalam bahasa Ibrani atau ‘Bait Allah’ dalam bahasa Arab yang sudah di-Indonesiakan.

Ketika umat Israel keluar dari Mesir dibawah pimpinan Musa, Tuhan menyuruh membuat kemah sembahyang untuk menyimpan tabut perjanjian, tempat dan perkakas yang akan dijadikan tempat kehadiran Allah ditengah umat. Ketika mereka sudah berada di Kanaan, dibawah raja Salomo dibuatlah Bait Allah di Yerusalem yang menjadi pusat ibadat umat Israel.

Beberapa kali Bait Allah dihancurkan dan dibangun kembali dan ketika umat Israel tersebar (diaspora) mereka mulai berkumpul di rumah-rumah ibadat Yahudi (sinagoge) selain di Bait Allah. Pada masa kehadiran agama Kristen, umat Kristen semula masih beribadat di Bait Allah di Yerusalem terutama pada hari-hari raya agama Yahudi, atau di sinagoge. Yesus membaca kitab Yesaya sewaktu berada di sinagoge di kota Nazaret (Lukas 4:16-19) dan kita dapat melihat pada ayat pembuka renungan ini bahwa pada masa Kisah Para Rasul, umat Kristen masih beribadat di Bait Allah dan di rumah-rumah umat (Kisah 2:46;5:42). Yesus berfirman bahwa “Jikalau ada dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada ditengah-tengah mereka (Matius 18:20).

Karena Yesus dipercaya sebagai ‘Tuhan’ dan ‘Allah’ oleh para pengikutnya (Yohanes 20:28, band. Mazmur 35:23-24), Yesus dan pengikutnya dimusuhi oleh kalangan Yahudi dan kehadiran umat Kristen di Bait Allah mulai mengalami hambatan dan akhirnya umat Kristen beribadat hanya di rumah-rumah umat. Ibadat di rumah-rumah adalah ciri jemaat Kristen awal, dan kita melihat kelahiran gereja bukanlah di gedung besar tetapi di rumah dimana Petrus berkotbah dengan urapan Roh Kudus di hari Pentakosta dan kemudian melahirkan gereja (Kisah 2:2). Gereja atau ‘ekklesia’ (bhs. Yunani yang artinya mereka yang dipanggil keluar) bukanlah gedung tetapi persekutuan umat percaya dimana umat berkumpul memberitakan dan mengajar tentang Injil Tuhan Yesus Kristus.

Hambatan bukan saja datang dari umat Yahudi tetapi juga dari penjajah Romawi yang kemudian menganiaya umat Kristen, bahkan di bawah seorang Farisi bernama Saul, jemaat-jemaat rumah tangga itu digeledah dan umat Kristen banyak yang ditangkap dan dianiaya. Penghambatan itu memuncak sehingga umat Kristen tidak lagi bisa beribadat di rumah-rumah dan mereka berkumpul di Katakombe, lorong-lorong bawah tanah di kota Roma, dan banyak yang dijadikan mangsa singa di Colloseum. Menghadapi penghambatan dalam beibadat itu umat Kristen tidak membalas melainkan mendoakan para penghambat itu, dan banyak mujizat terjadi dimana para penghambat itu banyak yang kemudian menjadi pemeluk agama Kristen, termasuk Saul yang kemudian dikenal sebagai rasul Paulus. Dalam suratnya kepada jemaat dikota Roma setelah pertobatannya, ia memberi salam kepada jemaat di rumah-rumah, jemaat dan tempat yang dahulu pernah digeledah dan diserbunya (Roma 16:5).

Hambatan dan penganiayaan tidak membuat surut iman kristiani tetapi malah menumbuhkan jemaat Kristen dimana-mana, orang menjadi kristen bukan terjadi karena orang lain memaksanya tetapi karena orang tertarik akan kehidupan kristiani yang damai dan kemudian ingin bergabung dalam komunitas kasih mereka. Titik balik dari hambatan dan penganiayaan kerajaan Romawi atas umat Kristen terjadi ketika kaisar Romawi ‘Konstantin’ (abad-4) bertobat menjadi Kristen dan menghadiahkan basilika sebagai tempat ibadat bagi umat Kristen. Bila semula kota Roma menjadi pusat penghambatan bagi kekristenan dan tanahnya banyak disirami darah para martir, sekarang kota Roma menjadi markas gereja Kristen.

Kekristenan justru sering dilanda kesuaman ketika sekularisasi melanda gereja dengan gedung-gedung gerejanya yang besar, karenanya masih banyak umat Kristen yang lebih senang tetap beribadat secara sederhana di rumah-rumah mereka.

Gereja baik di gedung maupun di rumah-rumah umat terus meluas ke mancanegara dan toleransipun kemudian timbul dimana-mana. Pada abad ke-7, bahkan di jazirah Arab toleransi besar diberikan pada berbagai rumah ibadah yang disebut sinagoge, gereja, maupun mesjid, yang didalamnya banyak disebut ‘Tuhan kami Allah’ (QS.22:40).

Ditengah perkembangan kekristenan yang mendunia dan toleransi yang dialami, hambatan juga terus-menerus terjadi yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu. Dinegara-negara komunis gereja resmi dibungkam dan gereja-gereja rumah tangga bertumbuh subur, demikian juga di zaman Nazi Hitler, kebaktian dirumah-rumah menjadi sarana kekuatan iman bagi umat kristen.

Dari pengalaman sejarah iman selama 2 milenium kita dapat belajar bahwa penghambatan sekalipun secara kasat mata kelihatan sebagai penderitaan dan kerugian, namun justru memperteguh iman percaya umat. Rasul Petrus berkata:

Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu. Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau. Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu.” (1Petrus 4:14-16)

Sikap yang rela menerima dan berkorban dalam kasih dan damai menghadapi hambatan acapkali justru merupakan kenyataan yang ampuh yang membuat pihak lain tertarik dan kemudian mencari damai dan kasih Kristus yang diberitakan Injil.

Belakangan ini dibeberapa lokasi di Indonesia ada gereja-gereja baik yang secara resmi berdiri maupun jemaat-jemaat rumah tangga yang mengalami hambatan dari kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Janganlah hal ini menjadi hambatan pertumbuhan iman umat, melainkan jadikanlah momentum hambatan demikian sebagai kesempatan lebih tekun dalam mendoakan para penghambat itu agar Roh kasih dan damai sejahtera yang dari Allah menyertai mereka!

Amin!

Salam kasih dari Redaksi
www.yabina.org


[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]