RENUNGAN Januari 2005               


Musibah yang mempersatukan
  

Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Lukas 10:27)

Bencana Tsunami sudah merupakan musibah bukan saja bagi rakyat yang tinggal di Aceh, namun juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Lebih dari itu musibah itu juga menjadi keprihatinan seluruh dunia, baik orang-orang yang tinggal dibenua Amerika, Eropah, Afrika, Australia, dan Asia ikut merasakannya.

Bukan saja pantai di Aceh Barat dan Utara yang terkena musibah, pantai Nias, Malaysia Barat Laut, Thailand Barat, Bangladesh, pantai timur India, Srilangka, dan Afrika, ikut merasakan dampak gelombang laut Tsunami itu, ini menjadikan bencana Tsunami sebagai musibah kemanusiaan internasional dimana PBB maupun negara-negara di seluruh dunia ikut berduka cita dan membantu.

Menarik untuk merenungkan pelajaran yang bisa diperoleh dari dua sudut, yaitu sudut mereka yang terkena langsung dampak musibah dan mereka yang membantu untuk meringankan dampak musibah itu. Dari sudut penderita kita melihat bahwa musibah yang menimpa kawasan Aceh dan Nias itu tidak hanya dialami oleh golongan, suku atau agama tertentu, tetapi oleh banyak suku yang mendiami lokasi itu, bahkan banyak mesjid maupun gereja dan tempat ibadah lain dilokasi bencana ikut terhanyut dan hancur.

Kita tidak lagi bisa berfikir eksklusif seakan-akan musibah ini mengenai umat tertentu atau golongan tertentu karena musibah ini adalah musibah kemanusiaan yang bisa menimpa siapapun yang kebetulan berada di lokasi bencana. Tidak hanya orang Indonesia, ada juga turis asing yang kebetulan berada di lokasi bencana ikut menjadi korban. Bukan saja penduduk lokasi bencana yang menjadi korban, banyak tentara, pegawai negeri, bahkan relawan ikut meninggal dunia sebagai korban padahal mereka datang membantu.

Dari sudut pemberi bantuan atau donor, kita kagum bahwa bantuan datang bukan sebagai bantuan eksklusif negara tertentu tetapi banyak negara dengan beragam latar belakang kebangsaan maupun kepercayaan secara spontan mengulurkan bantuan. Mereka membantu dan benar-benar telah ikut meringankan penderitaan para korban, dan para korban tidak melihat siapa yang memberi bantuan atau datang dari mana dan apa latar belakang pemberi bantuan, yang mereka lihat adalah ada yang mengasihi mereka.

Kedua sudut ini memberi pelajaran bagi kita bahwa kemanusiaan adalah urusan semua umat manusia dan cara pandang dan kehidupan yang eksklusif baik, kesukuan, agama, ras maupun golongan, tidak akan menjadi berkat bagi kemanusiaan, tetapi kasih kemanusiaan akan menjadi berkat bagi seluruh umat manusia. Tuhan menghendaki kita mengasihi sesama manusia.

Dalam kunjungan ke lokasi-lokasi banjir kronis di kawasan kampung kumuh di puluhan kota di seputar Indonesia dan mancanegara, dan ketika mengunjungi lokasi korban banjir besar di Jakarta dua tahun lalu, orang-orang di situ tidak melihat siapa yang datang mengunjungi atau organisasi apa yang datang, atau bantuan apa yang diberikan, sebab kehadiran dengan kasih dan senyum seorang yang tidak mereka kenal sudah meringankan penderitaan batin mereka, apalagi bila ada yang membawa bantuan yang meringankan penderitaan fisik mereka.

Kasus bencana Tsunami dan pelajaran dari dua sudut sekitar musibah itu mengajak kita untuk kembali merenung dan menghayati firman Tuhan di atas, bahwa semua manusia adalah ciptaan Tuhan dan sebagai umat Tuhan kita wajib mengasihi Allah dengan segenap jiwa, kekuatan dan akalbudi, dan sebagai konsekwensi mengasihi Allah dan diri sendiri itu, kita seharusnya mengejawantahkan keyakinan dan kasih itu dengan mengasihi sesama kita.

Mengasihi sesama kita tidak harus hanya pada saat ada bencana, namun dimana-mana dan setiap saat disekitar kita selalu ada orang-orang yang terkena musibah misalnya digusur, di PHK, tidak bisa sekolah, sekolah tidak bisa membayar SPP, tidak bisa membeli pakaian maupun makanan, dan berbagai musibah sehari-hari. Musibah juga jangan dikaitkan dengan apakah seorang itu berdosa atau berbuat salah, soalnya orang baik dan dermawanpun dilokasi bencana bisa menjadi korban, sedangkan koruptor dan pendosa aman-aman saja kalau tinggal di lokasi yang tidak terkena bencana.

Dari beberapa hal itu musibah Tsunami perlu menyadarkan kita bagaimana rasanya menderita itu dan apa tanggung jawab mereka yang tidak ikut menderita. Kita dapat meringankan penderitaan dengan hidup sederhana, tidak mencolok apalagi memamerkan harta benda, mobil atau rumah mewah di tengah-tengah dunia yang penuh dengan ketimpangan sosial dan musibah sewaktu-waktu dimana banyak orang menderita.

Tuhan mengajar kepada kita agar kita tidak hidup berkelimpahan dalam kemewahan ditengah mayoritas masyarakat yang miskin dan berkekurangan, dan adalah tanggung jawab mereka yang memiliki kelebihan untuk membantu dan menolong mereka yang menderita dan berkekurangan itu.

Kita boleh memiliki iman yang eksklusif, tetapi hendaklah iman yang eksklusif itu tidak menghalangi kita berfikir mengenai kemanusiaan secara inklusif, sebab bencana Tsunami sudah menunjukkan bahwa manusia tidak mungkin hidup secara eksklusif dan mengabaikan orang-orang diluar kelompoknya. Manusia harus saling menolong dan membantu.

Memang sayang bahwa manusia sering baru sadar untuk bersatu bila ada musibah datang, namun seharusnya dalam masa damai dan senangpun persatuan itu perlu terus dijaga dan dipraktekkan, dan dengan adanya persatuan yang diisi kasih Allah, kehidupan bertetangga maupun berbangsa dan bertanah air akan lebih damai dan sejahtera, dan kalaupun ada bencana menimpa satu bagian dari masyarakat itu, kasih yang mempersatukan jelas akan meringankan bagian yang menderita itu.

Kiranya musibah yang terjadi karena bencana Tsunami itu bisa menjadi pendorong bagi kita untuk melihat dan mengasihi sesama manusia dan kemanusiaan sebagai tugas yang Tuhan Allah embankan pada kita dengan kesatuan yang tulus.

Amin.

Salam kasih dari Redaksi www.yabina.org

PS: Mereka yang ingin membantu meringankan korban musibah dapat menyalurkannya melalui Pelayanan Kasih YABINA ministry pada bank BCA ac.no. 282-3001631, dengan tambahan Rp.250,- sebagai kode khusus dana musibah.


[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]