RENUNGAN Pebruari2005               


Nama Yahweh
   

Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: “Akulah TUHAN (Yahweh). Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak, dan Yakub sebagai Allah Yang Mahakuasa (El Shadday), tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri.” (Keluaran 6:1-2)

Ayat-ayat di atas cukup kontroversial, soalnya di situ disebutkan kepada Musa bahwa kepada para leluhurnya belum dinyatakan nama ‘Yahweh’ tetapi baru ‘El’ (Shadday), padahal kita membaca dalam Alkitab bahwa di kitab Kejadian, para leluhur pun ditulis sudah mengenal nama Yahweh (Dalam Alkitab terbitan LAI diterjemahkan TUHAN, atau LORD dalam bahasa Inggeris).

Memang bila kita membaca teks terjemahan sekarang terbaca bahwa dalam kitab Kejadian nama Yahweh sudah ditulis sebelum Keluaran, namun bila begitu timbul masalah bahwa kenyataan itu bertentangan dengan ayat Keluaran 6:2 dalam kutipan di atas. Pemuja nama Yahweh mencoba memberikan penerjemahan baru yang berusaha membuka peluang pada penerjemahan Kel.6:1-2 sehingga bisa sesuai dengan data-data Kejadian dimana nama Yahweh sebelum Musa sudah dikenal oleh para leluhur (misalnya dalam terjemahan ‘Hebraic Roots Version’ yang banyak mempengaruhi Pemuja Nama Yahweh). Penerjemahan ulang ayat-ayat itu tidaklah mudah dan terkesan dicari-cari, tetapi kalau tidak bagaimana mencari rujukan kedua situasi yang bertentangan tersebut?

Bila kita mempelajari sifat-sifat Tuhan ‘El’ dan ‘Yahweh’, sekalipun keduanya memiliki teologi sama, dapat dilihat bahwa ada sifat baru yang ditunjukkan nama ‘Yahweh,’ yaitu sebagai Tuhan yang menyelamatkan/membebaskan Israel dari perbudakan di Mesir yang dikenal sebagai Keluaran, ini menunjukkan bahwa nama itu baru dikenal bangsa Israel melalui Musa. Tuhan ‘Yahweh’ adalah khas Israel, Tuhan yang dinamis, yang memberikan keteguhan iman bagi Israel dan yang menyatukan mereka menghadapi penindasan perbudakan di Mesir. Tuhan yang menyatakan diri dengan nama baru khas padang gurun ‘Sinai’ itu bisa kita lihat petunjuknya di banyak kitab lain dalam Alkitab Perjanjian Lama (Tanakh) yang tidak bergantung satu dengan lainnya (a.l. Hos.2;13:4; Yes.43:3; Yer.2:1 dst; Yeh.20; Am.2:10 dst; 5:25; dan yang juga dinyanyikan penyair-penyair kuno Israel yang menyanyikan nyanyian kemenangan seperti dalam Hak.5 dan Mzm.68:8 dst.).

Tetapi, kalau memang ‘Yahweh’ adalah nama yang baru diberikan dalam ‘keluaran’ bangsa Israel dari Mesir yang dinyatakan kepada Musa, bagaimana dengan ayat-ayat yang mengandung nama ‘Yahweh’ dalam kitab Kejadian? Kelihatannya dalam proses penulisan dan penyalinan ada usaha intervensi teologis kaum Yahwis untuk mengubah nama ‘El’ dalam kitab Kejadian dengan nama yang baru diperkenalkan itu, dimana kemudian nama ‘Yahweh’ tidak sekedar disebut secara eksklusif sebagai ‘Tuhan Israel’ tetapi diperpanjang sampai ke ayat Kejadian dan disebut bahwa “Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN” (Kej.4:26. Enos artinya manusia) untuk menunjukkan bahwa Yahweh juga Tuhan umat manusia. Bahkan keberadaan nama ‘Yahweh’ itu kemudian dikaitkan dengan Penciptaan langit dan bumi (Kej.2:4-7), dan kemudian menghiasi banyak halaman kitab Kejadian (Kitab Pentateuch menurut tradisi ditulis oleh Musa yang sudah dikenalkan nama Yahweh).

“Yahwis mempunyai pandangan lain. Menurutnya, Yahweh adalah Allah seluruh umat manusia sejak awal kejadian dunia, dan ‘ibadat kepada Yahweh’ didirikan oleh Enos, sebagai wakil umat manusia pada zaman awal sekali (Kej.4:26). Pandangan yang demikian tidak sesuai dengan kepercayaan bahwa Yahweh baru bertemu dengan israel di padang gurun. Tampaknya, pandangan Yahwis itu merupakan pandangan teologis dan bukan ingatan historis. Pandangan teologis ini sesuai dengan cara pemikirannya, yaitu bahwa penyataan yahweh bersifat universal dan berlaku untuk seluruh dunia.” (Th. C. Vriezen, Agama Israel Kuno, h.125).

Petunjuk lain bahwa  Tuhan dengan nama ‘Yahweh’ belum dikenal di kitab Kejadian bisa dilihat dari fakta bahwa selama berada di Kanaan, para leluhur dengan Tuhan mereka yang bernama ‘El’ rukun-rukun saja berdampingan dengan ilah-ilah Kanani (Baal), padahal sesudah Keluaran generasi Israel secara tegas dan fanatik dengan pimpinan Tuhan ‘Yahweh’ membumi hanguskan orang-orang Kanani tanpa ampun. Bahwa Abraham juga belum mengenal nama ‘Yahweh’ bisa dilihat dari fakta bahwa ia memberi nama kepada anaknya dengan nama ‘El’ bukan ‘Yah’, Ismael (El telah melihat. Kej.16:11) mengandung nama ‘El.’ Absennya nama yang mengandung nama ‘Yah’ dalam kitab Kejadian yang banyak hadir sejak kitab Keluaran seperti  Abi’yah’, Eli’yah’, dan Yesa’yah’, tetapi hanya nama-nama yang mengandung nama ‘El’ seperti a.l. Bab ‘El’ (gerbang El), Mehuya’el’ & Metusa’el’ (Kej.4:18), dan Isra’el’ (El yang bergumul. Kej.32:28), menunjukkan bahwa memang di masa kitab Kejadian kenyataannya ‘El elohe Yisrael’ (Kej.33:20) dan Ialah ‘El Beth ‘El’’ (Kej.35:7).

Ujian iman Abraham (yang dirayakan Islam sebagai ‘Idul Adha’) menunjukkan bahwa nama ‘Yahweh’ tidak dikenal dalam jalur bangsa Arab keturunan ‘Ismael,’ bahkan Hagar menamai Tuhannya ‘El Roi’ (El yang melihat). Ini memperkuat bukti bahwa nama ‘Yahweh’ belum dikenal pada saat Abraham dan baru sesudah Musa keturunan Ishak-Yakub-lah nama ‘Yahweh’ dikenal dalam jalur bangsa Israel. Kenyataan ini menunjukkan indikasi bahwa nama Tuhan semula adalah ‘El’ dan baru dalam masa Keluaran dinyatakan nama kedua ‘Yahweh,’ namun sekalipun demikian nama ‘El’ masih terus digunakan  sebagai sinonim Yahweh sesudah Keluaran (Bil.23:4,8,19,22-23;Mzm.85:8-9;Yes.42:5). Yesus diberi dua nama yang mengandung kedua nama itu, yaitu ‘Imanuel’ (El menyertai kita. Mat.1:23) dan ‘Yesus’ (Yahweh adalah keselamatan. Mat.1:21).

Memang ada ayat yang dikemukakan pemuja nama ‘Yahweh’ bahwa nama itu adalah nama Tuhan Israel satu-satu-nya (Yes.42:8; Kel.3:15), tetapi perlu diingat bahwa dari pembahasan di atas kita sudah melihat bahwa nama dalam Kel.3:15 baru disebutkan ‘El’ sehingga Musa bertanya nama-Nya yang khas Israel (‘hayah’ memiliki berbagai variasi arti), namun perlu juga diingat bahwa sesudah Keluaran sampai kitab Yesaya pun nama ‘El’ masih tetap digunakan sejajar dengan ‘Yahweh’ (Yes.40:18;43:10-12;45:14). Sekalipun kelompok Yahwis berusaha mempertahankan ‘Yahweh’ sebagai nama Tuhan satu-satunya dan tidak boleh diterjemahkan, perlu disadari bahwa Imam Besar Yahudi di Yerusalem ‘Eliezer’ sendirlah yang mengutus 72 tua-tua Israel ke Alexandria untuk menerjemahkan Tanakh ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta/LXX, abad-3sM), dimana nama ‘Yahweh’ diterjemahkan ‘Kurios’ dan ‘El’ diterjemahkan ‘Theos.’

Selain Tanakh yang digunakan sebagai tulisan suci di Bait Allah, LXX-lah yang digunakan umat Yahudi secara umum termasuk di sinagoge. Yesus membaca LXX ketika berkotbah di sinagoge di Nazaret (Luk.4:16-19) dan bukan naskah Tanakh (bandingkan dengan teks Yes.61:1-2 (LAI) yang diterjemahkan dari teks Ibrani Masoret). Dalam Perjanjian Baru tidak ada ayat yang menunjukkan bahwa Allah Bapa di sorga melarang LXX, padahal Yesus dan para Rasulnya menggunakan Septuaginta. Roh Kudus menerjemahkan kotbah Petrus ke dalam bahasa-bahasa asing termasuk yang didengar orang Arab (Kis.2:8-11). Adanya fragmen LXX yang dikemukakan Saksi-Saksi Yehuwa dan dikutip pemuja nama Yahweh (Kitab Ulangan & Zak.8:19-21 dan 8:23-9:4) justru menunjukkan rekayasa Yahwis yang mengganti nama Kurios dengan mencangkokkan nama tetragramaton yang terlihat dari perbedaan kepekatan tintanya, besarnya font, dan kata yang terpisah dari pola kalimat (huruf Ibrani ditulis dari kanan ke kiri sedang Yunani dari kiri ke kanan, ucapan Ibrani ‘Pujilah Yah’ dalam Mzm.106:1 (LXX) tidak ditulis dalam aksara Ibrani tetapi dengan kata Yunani ‘Allelouia’).

Kita harus menyadari bahwa Yesus dan orang Israel dalam percakapan sehari-hari tidak menggunakan bahasa Ibrani melainkan bahasa Aram dan Yunani, dan Alkitab PB ditulis dalam bahasa Yunani koine (umum). Kalau Alkitab LAI menyebut ‘bahasa Ibrani’ (seperti di atas kayu salib), itu terjemahan kata yunani ‘hebraisti’ (lidah Ibrani) atau ‘hebraidi dialektos’ (dialek Ibrani), yang maksudnya bahasa Aram. Bahasa Ibrani bukan bahasa surgawi yang terus-menerus dipakai dan tidak berubah. Bahasa Ibrani mengalami perkembangan, yaitu sebagai: (1) ‘Ibrani Kuno’ (abad-11 s/d 6sM) yang masih berciri bahasa Kanaan dan Amorit; (2) ‘Ibrani Kitab Suci’ (abad-6 s/d 3sM) yang hanya terdiri konsonan sehingga sulit dibaca dan pada masa pembuangan mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Aram (Neh.8:4,9); (3) Ibrani Miznah (abad-3sM s/d 6M) bahasa Ibrani Kitab Suci yang dipengaruhi bahasa Aram, dalam percakapan sehari-hari digunakan bahasa Aram dan Yunani; (4) Ibrani Para Rabi (Abad-7 s/d 18M) bahasa Ibrani tulisan dipengaruhi Arab mulai diberi tanda-tanda baca dan vokal; dan (5) Ibrani Modern (Sejak abad-18) sejalan bangkitnya Zionisme mulai dipergunakan sebagai bahasa percakapan (tahun 1948 dijadikan menjadi bahasa nasional Israel).

Pemuja nama Yahweh menganggap PB ditulis dalam bahasa Ibrani (seperti ‘Hebraic Roots Version), ini bukan fakta sejarah melainkan harapan iman fanatisme Yudaisme karena bahasa Ibrani bahasa mati kala itu dan sudah beberapa abad sejak masa Ezra tidak dikenal umum. Memang Papias (160) menyebut bahwa Matius menulis ‘logia’ dalam lidah Ibrani (hebraisti yang maksudnya bahasa Aram). Logia ini bukan Injil Matius sebab Injil Matius mengambil sebagian besar sumber Markus yang berbahasa yunani dan banyak mengutip Septuaginta. Sumber ini mungkin digabung dengan ‘logia’ Aram (ucapan/oracle Yesus) oleh Matius untuk menulis Injil dalam bahasa Yunani.

Salam kasih dari Redaksi www.yabina.org

 


[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]