RENUNGAN Nopember 2005
DANA KOMPENSASI BBM
“Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?” (1 Yohanes 3:17)
Bulan Oktober diisi dengan berbagai duka yang dialami bangsa Indonesia, diawali dengan kenaikan BBM yang jumlahnya tidak tanggung-tanggung, meledaknya bom Bali-II, dan pemandangan yang cukup menyedihkan mengenai ketimpangan distribusi Dana Kompensasi BBM yang lebih menyisahkan derita daripada sukacita bagi masyarakat miskin.
Dana kompensasi BBM maksudnya baik, sebab dengan dana itu subsidi dapat langsung diberikan kepada rakyat miskin daripada kalau BBM yang disubsidi yang dinikmati oleh kebanyakan yang mempunyai mobil maupun motor yang tidak termasuk golongan miskin. Namun, yang menjadi masalah adalah dalam prakteknya, dalam kondisi masyarakat Indonesia yang masih berpenyakit KKN, distribusi Dana Kompensasi BBM kurang mencapai sasaran, bahkan ketua DPR menyebut bahwa 50% distribusi itu tidak mencapai sasaran. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Pertama, kelihatannya proyek Dana Kompensasi BBM belum dipikirkan dengan matang dan merupakan kebijakan tergesa-gesa demi mengejar target kenaikan BBM yang secepat mungkin;
Kedua, pada dasarnya Badan Pusat Statistik (BPS) belum memiliki data akurat mengenai masyarakat miskin, akibatnya pendataan tentunya tidak akan bisa menjangkau mereka yang membutuhkan dana kompensasi itu mengingat lokasi penduduk miskin yang tersebar baik di kampung, kawasan kumuh, dan desa-desa terpencil yang tidak tercatat status kependudukannya;
Ketiga, pelimpahan wewenang untuk membagikan dana besar kepada begitu banyak masyarakat miskin sangat rawan KKN dan penyelahgunaan, soalnya dalam kondisi masyarakat yang masih sakit dengan KKN, penyebaran dana gratis dapat merupakan sarana penyebaran KKN pula. Ini sudah terbukti dari penayangan dan liputan TV yang setiap hari kita lihat.
Keempat, pemberian dana kompensasi BBM sekaligus sebanyak 300 ribu rupiah untuk masa tiga bulan tanpa persiapan sebelumnya bagaimana sebaiknya masyarakat miskin itu menggunakan dananya, tidak akan mencapai sasaran. Banyak yang menggunakan untuk membeli barang-barang konsumtip bahkan ada yang ditengarai sudah habis dalam beberapa hari saja, padahal masih 90 hari kebutuhan diperlukan ditengah kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari.
Kelima, dana kompensasi BBM tidak mendidik, karena lebih menjadikan masyarakat miskin sebagai peminta-minta dan bukannya mendorong mereka untuk berusaha dengan meningkatkan ketrampilan, kemudahan memperoleh pinjaman bank dan lain sebagainya.Yang jelas, dari pantauan TV kita melihat drama kepedihan yang kelihatannya menyimpang dari sasaran yang diharapkan.
Bagaimana umat beragama menyikapi hal ini? Kelihatannya partai agama yang saat kampanye penuh janji ketika duduk di Senayan menjadi mandul dan tidak berdaya menghadapi konspirasi tingkat tinggi yang seakan-akan memberi angin segar bagi perimbangan APBN, namun dalam kenyataan telah mendongkrak jumlah penduduk miskin yang sekarang penghasilan mereka malah menurun dengan banyaknya saingan yang sekarang dihadapi masyarakat miskin dengan ramainya PHK yang dialami mereka yang dahulunya masih bekerja. Kasus kemiskinan di Indonesia adalah penyakit kronis yang harus diatasi dengan iman agama yang benar yang tidak memikirkan diri sendiri melainkan memikirkan kepentingan orang lain pula, terlebih yang berkekurangan.
Rasul Yohanes dalam tulisannya di atas mengingatkan orang-orang kaya yang berharta dunia agar mereka tidak menutup hati melihat orang-orang yang hidup berkekurangan yang tinggal disekitarnya. Setidaknya, rasul Yohanes dalam suratnya mengajarkan tiga hal yang saling terkait dalam rangka pengentasan kemiskinan.
Pertama, “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.“ (1 Yohanes 3:16)
Kedua, “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?” (1 Yohanes 3:17)
Ketiga, “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” (1 Yohanes 3:18).
Rasul Yohanes mengingatkan kita agar sebagai umat beriman kita rela berkorban seperti yang sudah diteladankan oleh Tuhan Yesus. Seorang yang rela berkorban tidak akan tega untuk menyengsarakan orang lain, tidak akan menimbun BBM demi keuntungan kocek mereka sendiri, dan tidak akan mencari keuntungan besar yang merugikan masyarakat banyak.
Umat beriman perlu memiliki kasih Allah dalam dirinya agar mereka tidak sekedar mengaku menjadi orang beragama dengan kerajinan ritual mereka, tetapi benar-benar menghayati arti kasih Allah dan rela untuk membuka hati dan peka melihat kekurangan orang dan menolong mereka bukan dengan wacana saja tetapi dengan perbuatan kasih yang nyata.
Masyarakat Indonesia benar-benar berada diambang kemiskinan yang makin berlarut-larut, sudah bukan saatnya umat beragama berpesta pora dengan upacara agama yang mahal dalam tempat ibadah yang mewah, melainkan rela mengikuti teladan Yesus yang telah berkorban untuk kita, dan kasihnya merangsang kita untuk membuka hati agar kita peka akan sesama kita yang berkekurangan, dan menanamkan kebiasaan untuk tidak sekedar berwacana mengenai kemiskinan tetapi benar-benar berbuat sesuatu untuk membantu menanggulangi kemiskinan itu. Amin!
Amin!
Salam kasih dari Redaksi www.yabina.org
[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]