RENUNGAN
Juni 2006


 

DOA, BERKAT, DAN GEMPA

 

“Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan didepan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.” (Kisah 4:33-35)

Dua puluh lima tahun silam ketika belajar di negeri keju, penulis menghadiri KKR Kesembuhan Ilahi di kota Utrecht. Memang kotbah pendeta Hoekendijk dan kesembuhan ilahi yang dipraktekkan pendeta itu menakjubkan, tetapi ketika pulang ada kenang-kenangan tak terduga yang membuat penulis merenung. Dijalan ditemukan selebaran KKR itu yang antara lain berbunyi ‘Jesus is het Antwoord’ (Yesus itu jawabannya) tapi kalimat itu disambung dengan tulisan bolpen berbunyi ‘en ook niet’ (dan juga tidak). Rupanya penulis komentar itu menghadapi persoalan sosial kemasyarakatan yang tidak pernah disinggung dalam KKR, KKR yang umumnya hanya menekankan kesembuhan sakit-penyakit tapi tidak berdaya menghadapi masalah kemasyarakatan yang kompleks. Penginjil KKR yang cenderung meletakkan kesembuhan yang terjadi kepada prestasi si penginjil sedangkan kalau tidak sembuh meletakkan kesalahan kepada penderita yang dianggap kurang iman.

Baru-baru ini ada KKR bertema ‘Doa Bagi Pemulihan Bangsa’ dengan slogan tambahan ‘pemulihan keluarga, pemulihan kesehatan, pemulihan bisnis & keuangan, massa depan yang diberkati’ dan tak lama sesudah itu ada musibah gempa di Yogya. Maka, banyaklah orang bertanya dimanakah berkat pemulihan pada para korban gempa? Alangkah indahnya kalau persembahan yang menggunung dalam KKR itu bisa disalurkan untuk korban gempa dan musibah di Yogya dan tidak sekedar memperkaya panitia dan penginjilnya yang menjual komoditi ‘doa’ dan ‘kesembuhan’ itu.

Jaringan Doa Nasional yang sering menjadi sponsor KKR doa transformasi, mujizat bahkan nubuatan sangat gencar mempromosikan doa untuk memulihkan kondisi bangsa yang carut marut ini, bahkan penginjil kalangan doa transformasi, Cindy Jacobs, pernah menubuatkan hiburan bahwa ikan-ikan dari seluruh dunia akan memasuki perairan Indonesia dan Indonesia akan sejahtera. Ujung-ujungnya JDN mengadakan fund raising untuk membeli gedung doa seharga 1,5M. Sekalipun sudah berdoa tak berkeputusan digedung baru, kondisi Indonesia bukannya makin pulih bahkan makin porak poranda.

Ada lagi promosi doa yang akan membangun Menara Doa Jakarta seharga sekian trilyun rupiah, alangkah indahnya kalau uang sedemikian besar bukan sekedar untuk membangun sarana berdoa ditempat tertinggi di dunia, tetapi untuk aksi pelayanan untuk memulihkan kesengsaraan masyarakat. Dan alangkah indahnya kalau para penginjil yang bermobil BMW atau Mercedes, dan gereja-gereja yang membangun gedung mewah rela mengurangi kenikmatan duniawinya dan menyisihkan kelebihan uangnya untuk aksi mensejahterakan umat disekeliling kita (1Yoh. 3:16-18).

Kebocoran dan ketidak efisienan KKR Kesembuhan ilahi sangat tinggi, pada umumnya penginjil KKR dan badan misinya hidup bergelimang harta. Penulis pernah diberitahu oleh teman baik yang pernah menjadi bendahara salah satu KKR  Yonggi Cho, ia melaporkan bahwa ketika panitia tidak berhasil mendapat kamar hotel kelas satu karena high-season, Cho marah karena tidak diinapkan di hotel bintang lima. Di Surabaya pernah ada penginjil dari Amerika Serikat yang menawari panitia yang mengundang bahwa semua biaya penyelenggaraan akan ditanggung mereka, syaratnya ... semua isi kantong persembahan diserahkan kepada mereka!  Morris Cerullo pernah dalam KKR di Surabaya mendorong jemaat memberikan persembahan dengan menuliskan nomor kartu kredit (ia yang akan menuliskan jumlahnya), praktek ini langsung di’stop’ panitia.

Menggembirakan bahwa dibalik doa-mendoakan itu (do-a), dalam menghadapi musibah gempa di Yogya, banyak umat Kristen melakukan ‘aksi’ (do-it) pengumpulan dana yang luar biasa untuk meringankan mereka yang menderita. Rupanya slogan-slogan vertikalis semacam ‘Doa Bagi Pemulihan Bangsa’ dan ‘Doa Transformasi Bangsa’ yang cenderung bersifat ‘fund-raising’ untuk mendirikan kerajaan dunia, perlu ditransformasikan menjadi slogan-slogan horisontalis semacam ‘Aksi Bagi Pemulihan Bangsa’ dan ‘Aksi Transformasi Bangsa’ yang bersifat ‘fund-spreading’ yang menyalurkan kasih Allah secara nyata.

Ada pemilis mengusulkan agar dibentuk badan untuk meng’audit’ keuangan yayasan, gereja dan KKR agar menghindarkan dari ajang pengumpulan dana dan mencari keuntungan (fund raising) dan mengembalikannya pada fungsi hakikinya untuk melayani (ministry). Ini memang sulit karena akuntabilitas banyak yayasan, gereja dan lebih-lebih KKR sangat parah, belum lagi kalau disorot dari tanggung jawab nasional, banyak penginjil KKR terlibat penipuan pajak. Pernah penulis kaget mendengar kesaksian di koran dari pendeta gereja terbesar di Indonesia yang mengaku rajin membayar pajak dan menyebutkan jumlah yang dibayarnya setiap tahun. Mengherankan karena jumlah itu lebih kecil dari pajak yang dibayarkan penulis, padahal pendeta itu memiliki beberapa mobil Mercedes dan mengaku memiliki tanah di Australia dan China, sedangkan penulis cuma punya mobil kecil (itupun disubsidi teman dan anak-anak).

Usulan demikian memang menarik untuk dipikirkan, soalnya sekalipun banyak gereja sudah memiliki akuntabilitas keuangan yang bertanggung jawab, lebih banyak gereja masih dikuasai keuangannya oleh pendeta, bahkan banyak pula gereja yang keuangannya dikuasai pendeta bahkan sampai majelis jemaatpun tidak mendapat akses untuk mengetahui. Bila dana besar yang terkumpul dalam ibadat gereja dan KKR di seluruh Indonesia (termasuk perpuluhan yang sangat ditekankan itu) tidak bocor hanya untuk memperkaya panitia dan pendeta/penginjil, aksi pelayanan akan menjadi berkat untuk mensejahterakan masyarakat dan memulihkan kondisi sosial-ekonomi bangsa yang parah, sehingga dilihatnya kebajikan kita dan dipermuliakan Bapa di sorga.

Di Amerika sudah ada badan akuntabilitas independen yang terdiri dari para ahli ekonomi dan hukum yang mempersembahkan waktunya untuk membantu meluruskan keuangan gereja dan badan misi, dan sekalipun mayoraitas gereja tetap tertutup dengan saran perbaikan keuangan itu, sudah ada gereja-gereja yang meminta bantuan badan itu untuk membantu meluruskan pembukuan mereka.

Di Indonesia, kondisinya akan sangat sulit, karena dari beberapa survai kepada gereja mengenai keikut sertaan gereja-gereja dalam pelayanan perkotaan (urban ministry) penulis banyak menghadapi gereja-gereja yang menutup diri. Namun, sekalipun tidak mudah dan rasanya tidak perlu ada badan khusus untuk menjalankan misi itu, setiap umat yang punya rasa tanggung jawab atas pelayanan gerejanya bisa memberikan masukan kepada majelis gereja mengenai selingkuh keuangan yang terjadi.

Bila jemaat mengetahui adanya kecurangan dalam keuangan gereja, yayasan atau panitia KKR, setidaknya ia dapat melayangkan surat, bukan dengan tujuan untuk menghukum pendeta/penginjil atau majelis jemaat tertentu, tetapi setidaknya informasinya bisa menge’rem’ kecenderungan penyalah-gunaan keuangan yang terjadi. Pernah penulis menjumpai jemaat yang meminta nasehat karena sebagai wakil-bendahara dari Yayasan Pendidikan Kristen, ia disodori rumah untuk dipakai pribadi. Penulis menasehati untuk menolaknya dan ini diturutinya (ia pernah menemukan surat deposito foto-copyan yang dananya kosong dan diputar oleh bendahara). Setidaknya si wakil-bendahara secara pribadi telah menjadi kesaksian dilingkungannya akan akuntabilitas dan tanggung jawab pelayanan dan tindakannya itu tentu mempermalukan ketua dan pengurus lainnya dan mengurangi kenekatan mereka dalam menyalah gunakan dana yayasan pendidikan itu lebih lanjut.

Mulailah dari masing-masing pribadi jemaat dan ujilah diri kita sendiri apakah kita ikut terlibat atau tidak, dan harapkanlah agar kerajaan Allah tidak mengalami kebocoran dana yang sangat besar yang berkedok dan memanfaatkan slogan ‘Takut akan Allah’ atau fobia yang mengatakan ‘Jangan mengkritik dan menghakimi hamba Tuhan karena mereka nazir Allah!’

Ayat pembuka Renungan ini menjelaskan bahwa pelayanan rasul-rasul sekalipun disertai doa kesembuhan, tetapi berpusat pemberitaan tentang ‘Kebangkitan Yesus’ dan tidak menjual promosi kesembuhan, dan menghasilkan transformasi fund-spreading, banyak jemaat mempersembahkan dana, dan para Rasul memberi contoh bahwa sekalipun dana dikumpulkan didepan kaki mereka, mereka tidak memanfaatkan dana itu untuk kepentingan sendiri melainkan menjadikannya berkat bagi banyak jemaat yang berkekurangan, sehingga mereka semua bisa hidup berkecukupan. Inilah kehidupan kasih karunia yang melimpah-limpah.   

Amin!

Salam kasih dari Redaksi www.yabina.org

 


[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]