RENUNGAN Desember 2010
NATAL, HARI DEWA MATAHARI ?
"Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. … Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” (Lukas 2:10,14)
Sekalipun teolog Bruno Baur menolak bahwa Yesus pernah hidup di dunia ini dan banyak orang meragukan ke’Tuhan’annya, mayoritas umat Kristen diseluruh dunia meng’amin’kan bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia dan pernah tinggal di Yudea dan lahir di Betlehem yang dikenal sebagai peristiwa Natal, namun kapan kelahiran itu terjadi?
Sejarah dunia mencatat bahwa itu terjadi sekitar tahun ‘0’ dalam penanggalan Gregorian yang dikaitkan dengan kelahiran Yesus. Bukan tanpa arti kalau dunia mengakui bahwa sebelum tahun ‘0’ disebut sebagai BC (Before Christ) dan sesudahnya disebut AD (Anno Domini = Tahun Tuhan). Sekalipun ada usaha menghilangkan arti religius dari ‘BC’ yang diganti BCE (Before Common Era) dan ‘AD” diganti CE (Common Era), namun baik siaran internasional Discovery, BBC, maupun National Geographc masih sering menggunakan istilah ‘BC’ dan ‘AD.’ Yesus adalah ‘Kristus dan Tuhan.’
Natal Pertama
Natal pertama tercatat secara jelas dalam Kitab Injil Matius 1:18-2:11 dan Lukas 2:1-20, peristiwa mana terjadi ketika kaisar Agustus mengeluarkan perintah sensus dimana penduduk harus mendaftar ulang di tempat asal kelahiran mereka. Dari sejarah kita mengetahui bahwa kaisar Agustus memerintah sekitar tahun 30sM – 14M. Namun, kapan ia mengadakan sensus?
Dari data Alkitab kita mengetahui bahwa pada waktu Yesus dilahirkan, Yudea diperintah oleh raja Herodes Agung (37 – 4sM) yang kejam bahkan kita melihat kekejaman itu pada waktu ia membunuh bayi-bayi di Betlehem (Mat.2:16-18). Dari data ini kita dapat mengetahui bahwa waktunya tidak lebih lambat dari tahun 4sM, dan karena Herodes meninggal tidak lama setelah kelahiran Yesus, maka kemungkinan Yesus lahir antara tahun 6 – 4sM, dan bukan pada tahun 0. Sekitar tahun itu memang diatas Palestina diperkirakan telah melintas komit yang merupakan benda langit berekor (mungkin itu komit Halley atau komit yang ditemukan orang Cina sekitar tahun itu).
Sekarang, pada bulan apa Yesus dilahirkan? Benarkah seperti yang dikatakan tradisi gereja yang menyebut tanggal 25 Desember? Kelihatannya bulan dan tanggal itu tidak tepat, soalnya pada bulan Desember – Januari, di Palestina, iklimnya cukup dingin dengan beberapa tempat bersalju, sehingga agaknya tidak mungkin ada bintang terang di langit dan para gembala bisa berada di padang Efrata dalam keadaan musim demikian (Luk.2:8), demikian juga tentunya kaisar Agustus tidak akan mengeluarkan kebijakan sensus dan menyuruh penduduk Yudea melakukan perjalanan jauh dalam suasana yang begitu dingin yang mencekam sehingga Maria yang hamil mesti melakukannya.
Ada pendapat lain selain bulan Desember itu bahwa peristiwa itu terjadi sekitar bulan April s/d Juni karena iklimnya menunjang, dan ada juga yang mengemukakan bahwa Yesus dilahirkan kemungkinannya di bulan Tishri (September – Oktober) yaitu pada hari Raya Pondok Daun, dimana iklimnya juga masih menunjang. Argumentasi ini didasarkan waktu penugasan imam besar Zakharia masuk ke Bait Allah adalah sekitar bulan Siwan (Mei – Juni) dan dengan memperhitungkan lama kandungan Elizabeth dan Maria, maka diperkirakan kelahiran Yesus terjadi pada sekitar Hari Raya Pondok Daun. Lalu mengapa diadakan pada tanggal 25 Desember?
Umat Kristen abad pertama tidak merayakan hari Natal, bagi mereka kekristenan berpusat pada rangkaian hari kematian Yesus, dengan puncak kebangkitan Tuhan Yesus Kristus yang dikenal sebagai hari Paskah. Sejak abad-3 gereja Timur (Orthodox) merayakan hari ‘Epifani’ (manisfestasi) pada tanggal 6 Januari untuk merayakan hari pembaptisan Yesus di sungai Yordan yang sekaligus mencakup peringatan akan kelahirannya. Perayaan Epifania masih dirayakan gereja Timur hingga kini dengan memberkati air baptisan dan sungai Yordan. Di gereja Barat, hari Epifani juga dirayakan untuk mengingat kunjungan para Majus, dan sejak abad-4 untuk mengenang peristiwa sekitar manifestasi kelahiran Yesus di Betlehem.
Mengapa 25 Desember?
Pada tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari kelahiran Matahari pada tanggal 25 Desember sebagai penutup festival saturnalia (17-24 Desember) karena diakhir musim salju Matahari mulai menampakkan sinarnya pada hari itu. Menghadapi perayaan kafir itu, umat Kristen umumnya meninggalkannya dan tidak lagi mengikuti upacara itu, namun dengan adanya kristenisasi masal di masa Konstantin, banyak orang Kristen KTP di Roma tetapi masih merayakan hari Matahari sekalipun sudah mengikuti agama Kristen. Kenyataan ini mendorong pimpinan gereja di Roma waktu itu untuk mengganti hari perayaan ‘kelahiran Matahari’ itu menjadi perayaan ‘kelahiran Matahari Kebenaran’ dengan maksud mengalihkan umat Kristen dari ibadat kafir pada tanggal itu dan kemudian menggantinya menjadi perayaan ‘Natal.’ Pada tahun 336, perayaan Natal mulai dirayakan tanggal 25 Desember sebagai pengganti tanggal 6 Januari. Ketentuan ini diresmikan kaisar Konstantin yang saat itu dijadikan lambang raja Kristen pertama. Perayaan Natal kemudian dirayakan di Anthiokia (375), Konstantinopel (380), dan Alexandria (430), dan menyebar ke tempat lain.
Dari kenyataan sejarah tersebut kita mengetahui bahwa Natal pada 25 Desember bukanlah untuk merayaan dewa Matahari, namun usaha pimpinan gereja untuk mengalihkan umat Roma dari dewa Matahari kepada Tuhan Yesus Kristus dengan cara menggeser tanggal 6 Januari menjadi 25 Desember, dengan maksud agar umat Kristen tidak lagi mengikuti upacara kekafiran Romawi yang berkaitan dengan dewa Matahari. Sejak itu umat Kristen tidak ada yang mengkaitkan hari Natal dengan hari dewa Matahari, dan tanggal 25 Desember tidak lagi mengikat, sebab masakini pun setidaknya umat Kristen secara umum merayakan hari Natal pada salah satu hari di bulan Desember sampai Januari demi keseragaman.
Demitologisasi hari Natal
Berdasarkan sejarahnya, maka tidak perlu mengkait-kaitkan hari Natal dengan hari Dewa Matahari, sebab umat Kristen juga tidak memikirkannya demikian, apalagi sejak awal, kekristenan sudah menyebar kemana-mana diluar imperium Romawi dan jauh dari kota Roma dengan kepercayaan hari Mataharinya, dan inti Natal sudah mengerucut bukan lagi pada tanggal harinya, tetapi pada Allah yang telah mengaruniakan kita Anaknya yang tunggal melalui kelahiran Yesus di Bethlehem untuk menebus dosa umat manusia.
Memang pengaruh tradisi dalam sejarah selalu mempengaruhi kepercayaan seseorang, dan tidak ada satu agama pun yang bebas dari tradisi, namun tugas umat dan gereja Kristen adalah mengusahakan agar makna Natal tidak bergeser dari kenangan kepada kelahiran sang juruselamat ke perayaannya yang sering dibumbui tradisi dan dongeng rakyat itu. Mengkait-kaitan hari Natal dengan Santo Nicholas juga tidak perlu berlebihan karena pemberian hadiah-hadiah kepada anak-anak oleh Uskup Nicholas hanya merupakan salah satu ungkapan kasih Kristiani yang sebenarnya tidak berkaitan secara khusus dengan hari Natal (pemberian hadiah bukan analogi hadiah orang Majus melainkan ungkapan kasih Kristus kepada anak-anak), apalagi tradisi Natal sering dibumbui dengan tradisi rakyat Norwegia mengenai dewa Odin yang biasa menaiki kereta ditarik 7 ekor rusa-kutub yang bisa terbang. Di negeri Belanda, Sinterklaas dirayakan pada tanggal 5 Desember, di Amerika Serikatlah tradisi Natal dicampur-adukkan dengan figur Santa Claus, dan didunia komersial perayaan Natal sudah menjadi hari libur internasional dan menjadi bisnis besar dimana orang-orang dan perusahaan saling memberi hadiah sebagai ungkapan kasih sayang di akhir tahun.
Damai sejahtera dan sukacita Natal dimana telah terjadi kelahiran sang Messias juruselamat umat manusia, layak kita renungkan dan syukuri setahun-sekali, asalkan dalam kesederhanaan malam hari di Bethlehem. Jadikanlah Natal sebagai kenangan tahunan akan kelahiran Juruselamat umat manusia, pemberian hadiah kepada anak-anak dan mereka yang berkekurangan jangan hanya menjadi tradisi tahunan melainkan sama dengan Allah Bapa yang mengaruniakan Anaknya yang tunggal untuk membebaskan umatnya dari dosa demikian jugalah kasih kepada sesama manusia hendaknya dilakukan setiap waktu sekalipun pada hari Natal dilakukan agak istimewa. A m i n !
Salam kasih dari YABINA ministry www.yabina.org.