RENUNGAN Januari 2011
BERSAKSI KEPADA UMAT ISLAM ?
"… kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kisah 1:8)
Tahun 2010 baru kita tinggalkan dan di tahun itu ada dua peristiwa penting yang bisa direnungkan sehubungan dengan judul artikel ini. Pertama, di Bekasi ada yayasan kristen yang melakukan penginjilan dan pembaptisan massal di kalangan pemulung Islam, dan kedua, ada gereja di Bandung yang melakukan ibadat Natal dengan mengundang penyanyi dan tokoh Islam untuk bersaksi. Di kalangan kristen, ada yang memuji keduanya namun ada juga yang menolak cara-cara itu.
Kesaksian kristen memang berada diantara dua kecenderungan yang ‘menekankan penginjilan & pembaptisan masal’ atau ‘menekankan dialog,’ keduanya secara asasi termasuk cara-cara yang bisa dilakukan oleh umat kristen sebab baik Yesus, para rasul, maupun Paulus pernah melakukan kedua cara kesaksian itu, namun mengapa kedua kasus di atas kontroversial?
Antara Penginjilan Masal dan Dialog
Kalangan misi kristen pertama memang dihadapkan berbagai tantangan dalam usaha kesaksiannya, kedua contoh diatas bertujuan bersaksi kepada umat Islam, namun apakah plus minus keduanya?
Ada yang menyetujui ‘penekanan pada penginjilan masal’ dengan alasan karena itulah perintah Yesus yang utama untuk menjadikan ‘semua murid-Ku.’ Namun, ada juga yang menolaknya karena metoda demikian kurang memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat yang dituju. Memang fakta di masyarakat Bekasi terbilang fanatik dalam hal beragama, penginjilan dan pembaptisan masal yang ditujukan kepada kalangan mereka dengan mengangkut para pemulung dengan banyak bis ternyata berakibat reaksi keras dimana mereka menghentikan upacara itu bahkan mengejar si pendeta yang dikenai fatwa mati. Apalagi hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa beberapa pemulung ketika diwawancarai mengaku belum mengerti ia mau apa dalam ritual itu. Dulu juga ada dua penginjil yang secara frontal menginjili kalangan Islam bahkan dengan fanatisme menyatakan bahwa ‘Allah adalah nama berhala Arab,’ akibatnya keduanya dicari dan diberi fatwa mati oleh kalangan forum Islam tertentu. Sejak adanya penginjilan dan pembaptisan masal itu beberapa gereja di bekasi mengalami tekanan lebih dari biasanya.
Memang kelemahan penginjilan dan pembaptisan masal yang terlalu menekankan aspek kwantitatip itu kurang memperhatikan kwalitas iman para petobat dan menimbulkan syak bagi pihak lain. Biasanya pertobatan demikian bersifat praktis, apakah karena kotbah bersifat emosional atau dalam kasus Bekasi karena mereka menerima bantuan ekonomi. Namun yang jelas penginjilan dan pembaptisan masal biasanya memang menghasilkan ‘kristen nominal’ yang mau dibaptis namun mereka belum mengenal ‘Yesus sang juruselamat manusia secara pribadi,’ akibatnya banyak di kalangan ini bila menghadapi tantangan akan goyah sekalipun ada juga yang memang benar-benar menerima Kristus sebagai juruselamat secara pribadi.
Ada yang menyetujui ‘penekanan pada dialog’ dengan alasan dialog adalah cara efektif menghadirkan suasana toleransi dimana kedua pihak bisa saling bersaksi. Memang melalui dialog antar umat-beragama demikian keduanya bisa berkumpul dan bersalaman disatu gedung gereja, dan ini tentu baik juga bila dalam kotbah Natal bisa diperdengarkan proklamasi tentang ‘Yesus sang juruselamat manusia yang lahir di Betlehem’ yang juga bisa didengar oleh mereka yang diundang itu. Namun, apakah hal itu bisa dicapai?
Kita perlu berhati-hati dalam menjalankan eksperimen ibadat demikian, karena biasanya kalangan yang gandrung melakukan ‘dialog’ adalah kalangan modern yang terpengaruh faham ‘inklusivisme’ (universalisme) yang menganggap bahwa semua agama itu sama-sama menuju Tuhan ‘Yang Satu’ itu tapi itu bukan dalam pengertian ‘Tuhan Abraham yang Esa’ (Ul.6:4) namun dalam perkembangannya lebih menjurus kearah pengertian ‘Tuhan mistik yang tidak berpribadi, dasar keberadaan semua yang ada.’ Akibatnya, peran Yesus sebagai ‘Tuhan dan Juruselamat’ direduksi (demi toleransi) sekedar diterima sebagai ‘salah satu avatar/perantara’ saja setingkat dengan para nabi agama-agama lain, dan kesaksian proklamasi injil menjadi luntur dan dikorbankan. Ibadat eksperimental dialogis semacam itu sudah lama dilakukan di Eropah dengan akibat sekarang banyak pendeta di sana yang menyangkali ‘keunikan Yesus sebagai Tuhan dan Mesias’ dan situasi ini mendorong gereja ditinggalkan jemaatnya, padahal gereja yang menekankah ajaran firman Allah yang teguh masih dipenuhi jemaat, gejala yang sama bisa dilihat di Amerika. Ini membawa kita kepada perenungan sampai dimanakah ‘kadar misi Injil Kristus’ yang ada dalam acara dialogis demikian? Di negara-negara Eropah sekarang toleransi ternyata hasilnya tidak diharapkan telah menimbulkan bangkitnya perilaku salah kaprah dimana kekuatan fundamentalisme ‘islam,’ dan ‘anti-Islam’ yang berlebihan mulai menunjukkan gigi. Kekuatan ‘anti Islam tumbuh dengan membatasi arus imigrasi, pelarangan jilbab maupun penggunaan atribut agama lainnya.
Allah, Sesembahan Dalam Bahasa Arab
Ditengah kedua ektrim pendekatan kesaksian demikian, masih adakah cara pendekatan dalam menyaksikan Injil Kristus kepada kalangan mayoritas di Indonesia oleh umat kristen yang minoritas?
Gambar pada awal artikel ini menunjukkan adanya sekelompok orang di Palestina yang sama-sama berbahasa Arab tetapi ada yang menganut agama Yahudi, ada yang menganut agama Kristen, dan ada yang menganut agama Islam, dan mereka duduk berdampingan secara damai dibawah tulisan ‘Allah’ (bahasa Arab, elohim dalam Al Quran terjemahan Ibrani, dan theos dalam PB Yunani & Tanakh Ibrani terjemahan Yunani/LXX) didinding dibelakang mereka. Ini mengisyaratkan bahwa Allah adalah nama yang dikenal dan dipercayai oleh semua pihak yang beragama Abraham (semitik) di sana sekalipun berbagai agama itu menerima ajaran/aqidah yang berbeda sesuai kitab suci masing-masing. Di Timur Tengah tidak pernah ada konflik karena memperebutkan nama itu tapi perebutan tanah dan kekuatan politik atasnya.
Menarik membaca syahadat pertama agama Islam ‘la ilaha illa Allah’ yang tertulis dalam Al Quran (QS.47:19), padahal pengakuan ini sudah 6 abad lamanya diucapkan dalam ‘pengakuan Paulus’ yang tertulis dalam ‘1Korintus 8:4,’ (oudeis theos eimee heis. Cat: Dalam salinan yunani yang lain dibelakang ‘theos’ ada tambahan kata ‘heteros’ [lain], tapi maksudnya sama). Yang membedakannya hanyalah dalam Al Quran yang dimaksud ayat itu secara tersurat adalah ‘Allah’ sedangkan dalam pengakuan Paulus yang diterjemahkan Al Kitab dalam bahasa Arab kata itu ditulis ‘alhad/wahid’ yang artinya ‘Esa’ (yun: heis). Sekalipun tersurat/harfiah tidak sama namun yang tersirat/hakekat-nya sama karena dalam konteks Al Quran disebut bahwa Allah itu ‘Mahaesa’ (QS.38:65), ‘Pencipta Langit dan Bumi’ (QS.35:1), dan ‘Pemberi Hidup’ (QS.57:2), sedangkan dalam konteks Alkitab PB khususnya 1Kor.8:4 disebutkan bahwa ‘Yang Esa’ itu adalah ‘pencipta dan pemberi hidup’ (1Kor.8:6). Baik dalam Al Kitab maupun Al Quran, ayat-ayat pengakuan/syahadat itu ditujukan untuk melawan berhala!
Data Al Quran juga menyebut bahwa pada masa Islam, di gereja dan sinagoge juga banyak disebut nama Allah sama halnya di Mesjid, itu berarti bahwa pada masa pra-Islam nama ‘Allah’ sudah digunakan oleh umat yahudi dan kristen terlebih dahulu.
“(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS.22:40)
Dalam Surrah Al Quran (QS) disebut “orang Yahudi menyebut Allah” (5:64), dan “orang Yahudi & Nasrani beriman kepada Allah” (2:62) dan menyebut “kami anak-anak Allah” (5:18). Orang Nasrani menyebut “Isa Almasih putra Allah” (9:30) dan “rasul utusan Allah” (4:157,171;61:6), dan “Isa menjawab: Bertakwalah kepada Allah” (5:112) dan berkata “Aku ini hamba Allah” (19:30), dan “Allah mengangkat Isa kepada-Nya” (3:55;4:158;5:110). Ini menunjukkan bahwa nama ‘Allah’ sudah dipakai umat Yahudi dan Kristen Arab termasuk dalam kitab-kitab mereka (QS.2:97;5:48) pasa masa kelahiran Islam dan sebelumnya untuk menunjuk pada El/Elohim Ibrani (dalam bahasa Aram dalam Ezra 5:1/6:14 disebut: ‘Alaha, elah Yisrael’).
Akhirnya . . .
Dari kesamaan dasar ‘Allah yang esa sebagai pencipta langit dan bumi dan pemberi hidup’ itu dan yang telah ‘menyatakan diri kepada Abraham/Ibrahim’ yang dipercayai oleh baik agama Yahudi, Kristen maupun Islam, maka kita dapat melanjutkan misi sebagai ‘Saksi Kristus’ untuk bersaksi kepada umat Yahudi dan Islam bahwa Allah yang sama itu dalam Al Kitab Perjanjian Baru menyatakan diri dalam ‘Yesus Kristus’ (1Kor.8:6) yang perlu diproklamasikan sebagai ‘Tuhan dan Juruselamat.’ Kabar baik Injil (evangelion) inilah yang bisa menjadi dasar berpijak yang sama dan juga kesaksian kristiani, yang utama dan yang teguh masakini di dunia Islam, selanjutnya apakah kita akan menggunakan cara ‘penginjilan masal’ atau ‘dialog’ perlu dilihat situasi dan kondisi dan konteks kemasyarakatan yang dihadapi dengan maksud agar kesaksian itu lebih efektif, sebab baik Tuhan Yesus dan Paulus juga memiliki strategi penginjilan yang berhati-hati juga. Tujuan kesaksian Kristen adalah agar mereka yang kita beri kesaksian itu mendengar dan menerima ‘kabar baik Injil’ yaitu ‘Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi’ dan ‘menjadi murid-Nya,’ dan untuk tugas yang tidak mudah itu kita perlu meminta penyertaan Roh Kudus agar kuasa-Nya memungkinkan semuanya itu tercapai.
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16).
"Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik" (Roma10:15b). Amin!
Salam kasih dari YABINA ministry (www.yabina.org)