RENUNGAN AGUSTUS 1998 (2)
SIAPA PELAKUNYA?
Belakangan ini mailbox-YBA sering menerima surat-surat e-mail yang cenderung menyudutkan agama atau ras/suku tertentu secara generalisasi berkenaan dengan Siapa Pelaku peristiwa kerusuhan, penganiayaan, pemerkosaan bahkan pembunuhan yang terjadi di Medan, Palembang, Solo, Surabaya dan terutama di Jakarta di bulan Mei 1998.
Surat-surat itu ada dua versi, dari pihak yang simpati kepada korban sering tuduhan begitu saja dilontarkan kepada pihak lain dan ada yang disertai caci-maki dan sebagainya, sebaliknya dari mereka yang tidak setuju dengan tuduhan itu keluar juga bantahan yang tidak kalah serem isinya.
Pernah YBA menerima e-mail dari seorang yang berinitial Samuel. Ia mengutip berita surat kabar dimana seorang guru ngaji menghamili seorang gadis asuhnya. Sambil mengutip ayat-ayat Alkitab ia mengatakan bahwa kalau orang Kristen tidak mungkin begitu dan kemudian ia menuduh bahwa perilaku guru ngaji itu sebagai perilaku umumnya pengikut agama yang dianutnya.
Begitu menerima e-mail tersebut YBA langsung mereply dengan memberikan contoh bahwa saat ini di Surabaya sedang diadili seorang pendeta bernama Samuel yang sekalipun sudah beristeri dan mempunyai dua anak berada berduaan pada dini hari dikamar hotel dengan seorang mahasiswi. Mahasiswi yang kemudian terlihat teler itu diaku sebagai isterinya yang mengalami epilepsi dan dibawa keluar hotel dan naik kemudian ditinggalkan di Taxi. Pengusutan forensik menunjukkan bahwa mahasiswi itu mati tercekik dan dalam keadaan hamil. Dapatkah kita mengatakan bahwa orang Kristen pezinah dan pembunuh dan orang lain tidak dengan adanya fakta itu?
Isu SARA memang lagi peka dibicarakan di Indonesia, bahkan jaringan e-mail Cina di seluruh dunia ikut ramai memberikan tuduhan yang seragam dan menuduh orang Indonesia dan Islam sebagai biang huru-hara Mei. Di hari proklamasi tanggal 17 Agustus 1998, di depan kedutaan Indonesia di Beijing ada demonstrasi banyak mahasiswa Cina yang mengatasnamakan 15.000 tandatangan memprotes perlakuan rasialis, pemerkosaan dan pembunuhan ras Cina di Indonesia (Mereka lupa perlakuan orang Cina kepada sesama Cina didekat kedutaan itu yaitu di Thian An Men dan perlakuan Cina pada Tibet). Hiruk-Pikuk protes senada dilakukan kelompok-kelompok etnis Cina di banyak negara lain.
Pada prinsipnya tuduhan itu berbunyi (1) orang Cina di jarah dan diperkosa oleh ras Pribumi, dan (2) orang Kristen dibasmi oleh orang Islam. Dari sini disimpulkan bahwa (1) orang Cina (Buddha maupun Kristen) itu serba baik, dan (2) orang Pribumi (yang Islam) itu tidak baik. Dewasakah pemikiran generalisasi demikian?
SIAPA PELAKUNYA?
Memang kalau kita mencermati perkosaan-perkosaan yang dialami banyak TKW di Arab Saudi sudah dapat segera disimpulkan bahwa pelakunya adalah majikan yang orang Arab dan beragama Islam, tetapi dapatkah kita begitu saja menyalahkan orang Arab dan Islam sebagai pemerkosa?
Banyak TKW di Singapura mengalami pemerkosaan, penganiayaan bahkan ada yang dibunuh oleh majikan mereka di Singapura. Disini kita juga dapat segera menyimpulkan bahwa pelakunya jelas adalah orang Cina dan mungkin beragama Kristen atau Buddha. Tetapi, dapatkah kita mengatakan bahwa semua Cina Singapura itu pelaku penganiayaan dan pemerkosaan?
Marilah sekarang kita dengan hati kasih dan adil menganalisis tiga peristiwa pemerkosaan yang terjadi di Aceh, Timtim dan Jakarta. Siapakah pelakunya?
Aceh selama bertahun-tahun mengalami teror aparat keamanan tertentu yang sering mengajak preman melakukan oppresi terhadap penduduk, bahkan ratusan wanita Aceh (yang notabene Islam) terbukti telah diperkosa, dan ratusan penduduk (yang Islam) dibantai. Dari ras/suku dan agama manakah para pelakunya?
Timtim mengalami hal yang sama, hanya disini yang menjadi korban adalah wanita-wanita Timtim (yang notabene Katolik). Memang segera diketahui bahwa pelakunya adalah aparat tertentu yang sering memanfaatkan para preman untuk melakukan pemerkosaan bahkan pembunuhan dalam operasi intelejen.
Jakarta mengalami pengalaman yang mirip dimana sekitar 152 wanita Cina (yang nota bene beragama Kristen atau Buddha) diperkosa dan ada yang dibunuh. Kita cenderung mempunyai stereotip seakan-akan pelakunya pasti Pribumi Islam karena (kata internet) ada pelaku yang memperkosa dengan menyerukan Allahu Akbar. Benarkah pelakunya seperti yang dituduhkan demikian?
Kita perlu menunggu kerja Tim Gabungan Pencari Fakta yang secara resmi dibentuk beberapa Menteri itu, dan dari kesimpulan Tim Relawan diketahui ada beberapa kesamaan peristiwa pemerkosaan itu, a.l., waktunya relatip sama, lokasinya tersebar, polanya sama dilakukan orang berambut cepak bersepatu bot dan ada yang bertato dan kasar penampilannya, tetapi tidak dikenal oleh masyarakat sekitar. Memang banyak rakyat sekitar yang ikut-ikutan menjarah dan membakar bangunan dan mobil tetapi pengamatan tim menunjukkan bahwa masyarakat sekitar tidak ada yang ikut-ikutan memperkosa apalagi membunuh tetapi banyak yang memberikan pertolongan kepada korban.
Dari perbandingkan kasus Aceh yang sudah mulai terkuak, kasus Timtim, dan kasus Jakarta, dapatlah diraba bahwa ada kelompok perekayasa yang melakukan penganiayaan, pemerkosaan bahkan pembunuhan. Kelompok mana dari pengamatan Tim Relawan diduga merupakan bagian dari aparat keamanan tertentu yang memanfaatkan dan merekrut para preman demi tujuan pengamanan.
Bila kita mau jujur dari analisis banyak surat kabar kita secara samar-samar dapat meraba bahwa memang ada kelompok aparat kanker tertentu yang merekrut para preman. Dan bila kita mau melihat apa agama mereka, sudah pasti ada yang Islam tetapi kita harus tahu bahwa dari pengamatan surat kabar itu disinyalir ada juga preman asal Indonesia Timur yang dilatih yang notabene beragama Katolik atau Kristen. (ingat pula bahwa sebagian besar preman Tanah Abang berasal dari daerah-daerah dimana mayoritas penduduknya menganut agama Katolik atau Kristen.)
Dari beberapa analisis di atas kita perlu menghindari sikap tergesa-gesa dalam menuduh siapa dan apa agama pelaku pelakunya, lebih-lebih menggenarilasikannya. Kita perlu dengan hati dingin mengambil kesimpulan, yaitu: (1) Tidak mengambil kesimpulan tergesa-gesa mengenai ras/suku dan agama tertentu sebagai pelaku. Ras/suku dan agama pelaku tidak otomatis membuktikan bahwa ras/suku dan agama itu sebagai pelaku, (2) Ras/suku dan agama seorang penjahat tidak membuktikan bahwa Ras/suku dan agama itu jahat. Ada ucapan berbunyi The Singer but not the Song, seorang penyanyi belum tentu sama atau mencerminkan isi karakter lagu itu, (3) Ucapan pemerkosa yang berbunyi Allahu Akbar, gua perkosa karena lu Cina (kata internet) bisa saja memang ada atau tidak ada dan kalau ada dilakukan pelaku non-Islam atau Islam yang ingin merekayasa perang etnis antara Pribumi dan Cina dan perang agama Islam dan Kristen, agar masyarakat kacau dan ambisi politik mudah dicapai.
Dari pembahasan di atas, sebagai jawab judul diatas yang berbunyi Siapakah Pelakunya baiklah kita menunggu hasil-hasil yang akan dicapai oleh Tim Gabungan Pencari Fakta. Kita perlu mendoakan dan berusaha mengingatkan agar kerja Tim Gabungan dapat cepat selesai dan ditindak lanjuti oleh Pemerintah, khususnya ABRI, agar isu-isu dan tuduh-menuduh yang tersebar dapat secepatnya dinetralisasikan.
Demi kerukunan dan keutuhan berbangsa, beragama, dan bernegara, marilah kita saling berusaha dan bekerjasama dalam menegakkan kembali kesejahteraan bangsa Indonesia.
"Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7).
A m i n !
[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]