RENUNGAN JULI 1999


Belakangan ini semangat reformasi di Indonesia telah membangunkan kembali tradisi-tradisi budaya seperti Liong, Barongsai, Reog Ponorogo dan Kuda Kepang. Bagaimana dengan tradisi budaya demikian yang oleh sebagian orang dianggap hanya sekedar 'tradisi budaya' biasa yang bebas nilai tetapi oleh sebagian orang dianggap 'sarat ajaran mistik' itu? Ikutilah renungan berikut:

TRADISI BUDAYA MISTIK

Sejalan dengan kebangkitan gerakan paranormal, gerakan kebatinan dan tradisi budaya mistik juga mendapat tempatnya kembali untuk menyatakan diri di Indonesia, apalagi sejak reformasi dimana kebebasan seni mulai dibuka termasuk di kalangan orang-orang Cina, maka baik budaya mistik Cina maupun Pribumi mulai banyak dipertunjukkan secara terbuka, khususnya permainan 'Tarian Naga' (Liong), 'Barongsai' (tarian Singa) dan 'Reog Ponorogo.'
Budaya maupun adat istiadat umumnya berkembang secara turun temurun dan diikuti oleh anak cucu secara terus menerus. Karena adat-istiadat dan budaya beranjak dari kehidupan masalalu yang primitip, kita melihat bahwa banyak budaya beranjak dari dasar kepercayaan yang bersifat 'Animisme' (mempercayai bahwa dibalik semua realita ada roh-roh yang bekerja) maupun 'Pantheisme' (mempercayai bahwa alam adalah Tuhan). Perpaduan kedua faham ini menghasilkan kepercayaan primitip yang bersifat mistis dan magis dan mewarnai budaya di mana-mana.
Kita bisa melihat bahwa semua gejala-gejala alam dalam budaya primitip ini dipersonifikasikan entah sebagai 'manusia' seperti dalam kepercayaan Yunani Purba maupun di India, tetapi juga dipersonifikasikan dalam bentuk lambang 'manusia dan binatang' seperti di Timur Tengah dan Cina. Dalam tradisi budaya ini unsur tradisi budaya yang alamiah tidak bisa dilepaskan dari unsurnya yang mistis dan magis, soalnya keduanya menyatu. Personifikasi itu kemudian dibakukan dalam bentuk patung-patung berhala (totem), lukisan, benda-benda yang dikeramatkan (jimat) maupun tari-tarian menggunakan figur-figur lambang tadi.

SIMBOLISME HEWAN

Dalam penggunaan lambang-lambang atau simbolisme hewan, kita dapat melihat bahwa hampir disetiap suku atau bangsa ada perlambangan tersebut. Memang ada simbolisme yang tidak bersifat mistis tetapi umumnya dalam kebudayaan yang bersifat religi atau anismistis, banyak budaya menggunakannya dalam kerangka penyembahan mistis dan magis.

"Dalam pemujaan dan dalam upacara-upacara magis yang terdapat dalam kebudayaan-kebudayaan religi, banyak bentuk simbol dianggap mempunyai daya misterius yang mempengaruhi orang. Daya ini adalah daya magis & Simbol-simbol religi juga bisa ampuh karena simbol-simbol ini dalam dirinya mempunyai kemampuan untuk mengundang roh dan memerintah roh tersebut & Beberapa simbol memang benar mempunyai daya magis." (Ong Hean-Tatt, Simbolisme Hewan Cina, Megapoin, Jakarta, 1966, hlm.5-7)

Sebagai contoh yang jelas adalah penggunaan ke-empat lambang binatang untuk ke empat arah mata angin dalam kebudayaan Cina yaitu Kura-Kura (utara), Liong (timur), Phoenix (selatan) dan Harimau Putih (barat). Binatang-binatang ini bukan sekedar melambangkan sifat-sifat ke-empat arah mata angin tersebut, tetapi sekaligus menjadi binatang yang disembah karena dianggap sebagai personifikasi dewa.

"Upacara-upacara magis Tao yang paling penting, yang mengikuti urutan Lo-Shu, terdiri dari kemampuan untuk mengundang datang kekuatan-kekuatan yang dipunyai Jenderal-Jenderal Roh ini dan upacara-upacara tersebut menunjukkan bahwa Lima Unsur Pakua-Empat Hewan Perlambang merupakan hakekat daya-daya supranatural. Itulah sebabnya orang-orang Cina menyebut hewan-hewan itu sebagai Hewan-Hewan Supranatural." (Ibid, hlm.28)

Jadi disini jelas terlihat bahwa hewan perlambang dalam tradisi budaya yang umumnya menganut faham 'animisme' dan 'pantheisme' seperti dalam 'Taoisme' di Cina dan 'Hinduisme' di India dan juga bekasnya dalam 'kebatinan Jawa' kuno, dan banyak budaya asli daerah-daerah lain di Indonesia, cenderung menjadikan lambang-lambang itu sendiri sebagai obyek penyembahan/pemujaan.

LIONG (TARIAN NAGA)

Simbolisme 'Liong/Lung' yang secara umum disebut sebagai naga (Naga dalam pengertian umum menunjukkan diri sebagai binatang yang jahat, tetapi Liong lebih mempersonifikasikan kebaikan dan kekuatan semesta dan merupakan gabungan dari beberapa binatang seperti kepala Unta, tanduk Rusa, mata Pelanduk, dan memiliki telinga seperti Sapi. Leher mirip Ular, dengan bentuk perut seperti Katak. Kulitnya bersisik ikan Gurami dan bentuk punggung seperti punggung gunung (di Cina utara), dan memiliki tungkai & cakar Elang, dengan telapak tangan seperti telapak Harimau) "merupakan makna sentral yang penting dalam kebudayaan religi cina kuno" (Ong Hean-Tatt, Op Cit, hlm.67) dan merupakan lambang dan personifikasi kekuatan/kuasa alam, pemberi hujan & panen, kemakmuran dan kedamaian.

Beberapa festival penting yang dilakukan sekitar naga adalah antara lain 'Festival Perahu Naga' dan 'Tarian Naga.'

"Penyembahan naga dilakukan dengan berbagai festival terutama tahun baru Imlek, diiringi tambur & petasan, diarak berkeliling ke jalan-jalan dengan maksud untuk mengusir roh-roh jahat dan kesialan."(The World Great Religions, Life, hlm.88)

Penyembahan naga sebagai pembawa berkat panen dan hujan dan juga sebagai penjaga dari kejahatan jelas dilakukan dalam pembuatan patung-patung naga di sawah, di gerbang rumah, di halaman, di kamar dan lainnya.

"Kebiasaan untuk memanjatkan doa kepada sang naga dan meletakkan patung seekor naga di sawah masih terdapat di Jepang sampai saat ini & Lung Ganda sering ditempatkan pada masing-masing sisi pintu utama. Lung Ganda adalah juga bentuk lain dari dua Dewa pintu dan oleh karena itu melambangkan perlindungan terhadap kejahatan." (Ong Hean-Tatt, Op Cit, hlm.57 & 67)

Dari data-data di atas jelas bahwa Liong/Lung dan Tarian Naga bukanlah sekedar produk seni-budaya tetapi merupakan bagian dari ritus penyembahan Cina.

B A R O N G S A I

'Barongsai' atau 'Tarian Singa' merupakan bentuk simbolisme lain yang mempunyai fungsi mirip dengan naga. Sekalipun dalam kenyataannya di Cina tidak ada singa selain harimau, singa dipakai sebagai lambang oleh orang Cina karena sifat-sifatnya sebagai 'Raja Rimba yang perkasa' dan sekaligus sebagai 'penolak roh jahat.'
Simbolisme Singa juga dipakai dalam Alkitab yaitu untuk menggambarkan Yesus sebagai 'Singa Yehuda' dengan dua sifat analogi yaitu sebagai 'Raja yang Perkasa' dan juga sebagai 'Hakim yang Murka.'

"Jangan engkau menangis! Sesungguhnya, singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang," (Wah.5:5, band.Kej.49:9-10)

"Sebab Aku ini seperti singa bagi Efraim, dan seperti singa muda bagi Yehuda. Aku, Aku ini akan menerkam, lalu pergi, Aku akan membawa lari dan tidak ada yang melepaskan." (Hos.5:14).

Dalam perlambangan Yesus sebagai Singa Yehuda, tidak pernah singa kemudian dijadikan patung yang disembah di kalangan Kristen, tetapi ini berbeda dalam penggunaan pada agama alam, seperti penggunaannya di Mesir dan khususnya Cina. Dalam kepercayaan Mesir kuno, Sphinx (singa berkepala manusia) dipercaya sebagai Dewa. Didepan patung Sphinx ada lempeng batu yang bertuliskan:

"Sphinx dan lempeng batu menceritakan mimpi raja Thutmose IV tentang dewa Hormakhu, yang menjanjikan pemerintahan yang berkelimpahan bila ia membersihkan tanah pasir dari Sphinx." (The World of the Paranormal, Grange Books, hlm.71)

Jadi dalam patung Sphinx ini dipercaya terkandung kekuatan dewa Hormakhu dan bukan sekedar suatu monumen bersejarah. Hal semacam lebih-lebih terjadi dalam budaya Cina. Di Cina singa dianggap sebagai 'penolak roh-roh jahat dan pembawa rejeki' (sukses) seperti patung kamper 'fortune Lion' yang dianggap mendatangkan kesegaran otak dan rejeki bagi yang menghirupnya, juga patung-patung dijadikan penjaga kantor-kantor atau gedung-gedung.

"Patung-patung Singa banyak terlihat digunakan untuk menjaga suatu bangunan, baik diletakkan di atas atap maupun di pintu. Singa-Singa batu ini kelihatan menakutkan dan digunakan untuk menakut-nakuti setan & Di tiap-tiap pintu depan boleh diletakkan masing-masing sebuah patung Singa batu untuk mencegah masuknya pengaruh jahat. Sepasang patung Singa dari batu boleh juga diletakkan di depan pintu kuil." (Ong Hean-Tatt, Op Cit, hlm.39 & 40)

Patung penjaga demikian kita lihat di depan bank-bank 'BHS' yang sekalipun menjaga masuknya roh jahat ternyata di dalamnya jahat karena pemiliknya melarikan modal dan saat ini sedang di adili di Australia untuk di ekstradisi ke Indonesia. Bentuk singa ini dalam keadaan kembar kemudian dikaitkan dengan simbol naga, baik dalam bentuk motif gambar maupun tarian yang disebut sebagai 'Barongsai' (Tarian Singa.)

"Sepasang Singa yang sedang bermain dengan sebuah bola seringkali merupakan suatu cara lain untuk menggambarkan sepasang naga dengan mutiara bulan. Motif Singa dan bola juga terlihat pada barang-barang porselen. Motif ini melambangkan nasib baik, berkah dan perlindungan terhadap pengaruh jahat. Bola mewakili matahari, lambang Yin dan Yang dalam bulatan atau bahkan batu permata." (Ibid, hlm.231)

"Versi yang paling populer mengenai Singa sebagai lambang adalah Singa yang berdansa sambil berakrobatik. Tarian ini dimainkan oleh seorang yang memegang kepala Singa yang terbuat dari rangka bambu dan berhias dan seorang lain yang memegang ekor Singa yang terbuat dari sutera. Tarian ini bisa pula dilengkapi dngan dua orang lagi yang berlakuan seperti rahib pelawak yang dengan memegang kipas bermain-main dengan Singa. Dalam hal ini Singa tersebut bisa mendatangi rumah-rumah atau kantor-kantor sebagai lambang rezeki dan berkah dan juga untuk mengusir pergi pengaruh jahat. Tarian ini disertai pukulan tambur dan gembreng serta mercon untuk mengusir roh jahat." (Ibid, hlm.234)

Sifat mistis dan magis juga terlihat dalam proses penyimpanan Barongsai, dimana barongsai disimpan di klenteng, diberi sesajen dan disembayangi dengan menyalakan lilin dan membakar dupa sejak jauh sebelum di mainkan.

REOG PONOROGO

Reog Ponorogo merupakan tarian yang sarat berbau mistik dan magis karena merupakan ungkapan dari kepercayaan animisme dan mistik. Diyakini bahwa Reog Ponorogo berasal dari jaman Kediri dibawah raja Airlangga (1045-1222). Reog Ponorogo berwujud sendratari yang menggambarkasn prosesi 'prajurit berkuda Ponorogo' (diwakili Kuda Kepang) dipimpin senopati 'Bujangganong' (diwakili penari topeng) untuk melamar putri Kediri. Dalam perjalanan pulang rombongan dihadang 'Singabarong' (diwakili Barongan) dan tentara harimaunya. Pertempuran akhirnya dimenangkan oleh prajurit Ponorogo.
Reog Ponorogo secara sosial merupakan ujud dari usaha memadukan budaya Keraton dan budaya Pedesaan, ini terlihat dari penggunaan instrumen gabungan yang berasal dari Keraton dan Desa, juga kepala Harimau menggambarkan elit kekuasaan sedangkan Merak menggambarkan rakyat desa. Penari barongan yang disebut 'Warok' juga melambangkan kekuasaan sedangkan rakyat Desa digambarkan dalam 'Penari Kuda Kepang' yang halus. Dibalik unsur sosial ternyata Reog Ponorogo adalah tarian yang berbau animis yang berbeda dengan tarian lainnya.

"Animisme berkembang juga dalam masyarakat. Bekasnya masih tampak ada dalam kehidupan di pedesaan pada umumnya. Seringkali upacara-upacara atau persembahan di laksanakannya. Upacara adat berubah ia mengalir bersama dengan arusnya budi manusia. Upacara menurunkan roh hewan dan roh manusia, telah menjelma menjadi tarian rakyat." (Hartono, Reyog Ponorogo, hlm.34)

"Sebagai titik pandangan ini ialah tradisi upacara adat (keagamaan). Ada sebagian budayawan mengatakan bahwa yang mendorong akan lahirnya kesenian Reyog Ponorogo ialah adanya tradisi uipacara adat pada jaman subur-suburnya kepercayaan animisme. Jaman dahulu orang-orang sukubangsa Jawa pada umumnya mempunyai kepercayaan kalau roh dari hewan yang telah mati dapat didatangkan lagi ke dunia ini seperti halnya roh manusia. Roh tersebut didatangkan agar dapat menjaga keselamatan dan memberi kekuatan. Adapun cara untuk menurunkan roh hewan ialah dengan jalan melakukan upacara adat. Mereka mengenakan topeng hewan, kemudian menari-nari dengan asyik menantikan turunnya roh yang dimaksud." (Ibid, hlm.38)

"Bagi pemain-pemain kesenian reyog, barongan adalah satu-satunya instrumen yang mendapatkan tempat utama. Ia dianggap sebagai benda keramat. Sehingga pada hari hari tertentu, dan pada setiap akan dipakai, sering orang membakar dupa (kemenyan) di hadapannya." (Ibid, hlm.61)

Disamping akar animisme yang dikandung, jelas tarian ini merupakan tarian mistik, bukti kuat mengenai ini adalah bahwa tarian ini dimainkan oleh Warok yang mempraktekkan mistik dan kekebalan kulit, karena itu ia menjauhkan diri dari wanita. Tidak ada wanita dalam rombongan, dan penari Kuda kepang yang cantik merupakan lambang kewanitaan yang dipelihara sebagai 'Gemblakan'. Ini menjurus praktek Homoseksual. Perangkat barongan yang berat dan yang sering diduduki penari lain di atasnya menunjukkan bahwa pemain harus benar-benar mempunyai kesaktian dan menguasai kekuatan mistik.

"Yang membedakan tarian ini dengan tarian daerah lain adalah adanya semacam ilmu mistik yang mempengaruhinya." (Ibid, hlm.17)

"Mereka menganggap bila reyog tidak didukung oleh ilmu mistik, maka tidak ubahnya dengan sayur tidak bergaram & Kesenian Tiban sebagai misal, dapat kita lihat bahwa pemain-pemainnya kebal akan cemeti yang berujungkan sebuah paku. Sedikitpun tak ada luka pada tubuhnya, meskipun berkali-kali ia pukul memukul. Pemain Kuda Kepang (dari Reyog Caplokan, dan juga jaran dhor) tampak tidak merasakan apa-apa kalau ia makan pecahan kaca. Tidaklah asing kiranya jika kita lihat si pemain kuda kepang dari Reyog Ponorogo menari di atas kepala harimau. Sedang si harimau sendiri berdiri di atas bahu seorang warok." (Ibid, hlm.15)

Akhirnya, mengadapi ini semua bagaimanakah sikap kita seharusnya? Marilah kita merenungkan ayat Alkitab berikut:

"Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur. Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus. Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan Allah." (Kol.2:6-9)

A m i n !


[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]