RENUNGAN Februari 2003                


Menyongsong PEMILU

 “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.” (Roma 13:4).

Awal tahun 2003 Pemerintah R.I. menaikkan secara serempak Tarif Dasar Listrik, Tarif Telpon, dan Bahan Bakar Minyak. Karena ketiganya merupakan kebutuhan pokok masyarakat pada umumnya, kontan reaksi masyarakat meluas bukan saja menyangkut reaksi masyarakat miskin, namun juga mahasiswa, nelayan, buruh, karyawan, ibu-ibu rumah tangga, bahkan pengusaha.

Di antara mereka ada yang tidak sabar dan ingin mengganti pemerintah yang sekarang agar tercapai secepatnya kondisi yang lebih baik. Akankah lebih baik kalau pemerintah berganti sekarang juga? Banyak orang meragukannya, soalnya yang menjadi masalah bukannya pemerintah sebagai institusi, tetapi pribadi-pribadi politikus yang membentuk pemerintahan itu selama ini belum mengalami pembaharuan, mereka adalah orang-orang yang sejak dahulu masih memegang kendali politis, bahkan mereka yang dahulunya berlabel ‘mahasiswa’ dan memiliki idealisme tinggi dalam memperbaiki kondisi sosial-ekonomi-hukum bangsa Indonesia, kenyataannya setelah mereka menduduki kursi pemerintahan menjadi tidak berdaya dan bahkan banyak di antaranya yang tenggelam juga dalam eforia kekuasaan dan kekayaan itu.

Fakta menunjukkan bahwa pemerintah ‘belum’ menjadi ‘hamba’ Allah untuk kebaikan rakyat, akibatnya pemerinta masih mengabdi pada kebaikan diri elit politis dan ekonomis. Dalam bahasa aslinya, kata ‘hamba’ pada ayat di atas adalah terjemahan kata yunani ‘diakonos’ yang artinya pelayan, jadi pemerintah seharusnya menjadi ‘pelayan Allah untuk kebaikan rakyat.’

Ayat yang diatas menyiratkan adanya dikotomi kata ‘pelayan’ dengan kata ‘jahat’, artinya kalau tidak melayani, itu namanya melakukan yang ‘jahat’, jadi bila pemerintahan tidak melayani rakyatnya, mereka dapat disebut juga telah melakukan yang ‘jahat’ di mata Allah. Bila pemerintah sendiri melakukan kejahatan, bagaimana mungkin pemerintah dapat ‘membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat?’, maka kalau pemerintah melakukan kejahatan, bagaimana pemerintah dapat membalaskan murka Allah atas kesalahannya sendiri? Sesuatu yang nyaris mustahil. Di sini diperlukan ‘pertobatan nasional yang dilakukan semua lini bangsa dari pejabat sampai rakyat.

Di balik kemelut politik dimana menjelang Pemilu 2004 banyak politikus di semua lini partai-partai sudah berancang-ancang untuk mengumpulkan dana dan berkampanye berebut kekuasaan, kita kembali diingatkan oleh firman Tuhan di atas, pemerintah yang bagaimanakah yang ingin kita harapkan, dan pejabat yang bagaimanakah yang ingin kita pilih?

Undang-undang Pemilihan Umum sudah disahkan, dan partai-partai sudah bersiap-siap mempromosikan calon-calonnya masing-masing. Dapatkah kita mengharapkan terpilihnya calon-calon pejabat yang sesuai harapan sebagian besar rakyat Indonesia, dan dapatkah kita mengharapkan dengan calon-calon yang demikian kita memperoleh pemerintahan baru yang memenuhi kehendak rakyat banyak dan terutama kehendak Tuhan?

Firman Tuhan di awal renungan ini mengungkapkan beberapa kriteria mengenai (pejabat) pemerintahan yang benar di hadapan Allah, yaitu: (1) yang bukan jahat yang dimurkai Tuhan; (2) yang dapat menjadi ‘hamba’ (pelayan) Allah; (3) yang dapat mengusahakan kebaikan bagi rakyat; dan (4) yang mempu menjalankan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.

Kriteria yang tidak mudah, apalagi, dalam pemilihan seorang tokoh pemerintahan, kepada Musa, Tuhan memberikan kriteria pemimpin yang baik, yaitu:

“kaucarilah dari seluruh bangsa itu orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan benci akan pengajaran suap.” (Keluaran 18:21).

Ada empat hal disini mengenai kriteria seorang pemimpin yang dikehendaki Tuhan yang diamanatkan kepada Musa, yaitu: (1) yang cakap; (2) yang takut akan Allah; (3) yang dapat dipercaya; dan (4) yang benci akan pengajaran suap.

Kriteria yang sulit untuk bisa dicarikan orangnya pada masakini, namun bila kita mendambakan pemerintahan yang bersih yang berguna bagi kebaikan masyarakat, kita harus benar-benar menyiapkan diri dengan memilih secara bertanggung jawab calon-calon pejabat yang memenuhi kriteria di atas, kriteria yang kalau digabung dan diurut ulang, akan menghasilkan kriteria berikut, yaitu calon: (1) yang takut akan Allah; (2) yang rela menjadi pelayan Allah; (3) yang cakap; (4) yang dapat dipercaya; (5) yang mengusahakan kebaikan bagi rakyat; (6) yang benci akan pengajaran suap; (7) yang tidak jahat; dan (8) yang mampu menjalankan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.

Adalah tugas kita memilih partai maupun calon-calonnya yang memenuhi kriteria tersebut. Karena itu, dalam kurun waktu selama setahun setengah ke depan, dalam menyongsong pemilu 2004, setidaknya kita dapat mengamati dengan baik dan benar siapa-siapa yang kelak dapat dicalonkan dalam pemilu itu dan yang akan kita pilih, dan tentu dengan doa kepada Tuhan, kita mengharapkan agar Tuhan Allah sendiri yang memberikan anugerahnya bagi bangsa Indonesia yang sudah cukup lama hidup dalam keterpurukan ini, agar dengan orang-orang yang takut akan Allah, baik dalam lini pemerintahan maupun dalam lini rakyat pemilih, kita dapat mendambakan dan mengharapkan agar Pemilu 2004 dapat menghasilkan pemerintahan yang lebih baik yang diperkenan oleh Allah.

Kiranya damai sejahtera dan sukacita Allah menyertai kita di tengah riuh rendahnya semangat partai politik dan bangsa Indonesia menyongsong Pemilu 2004. Amin!


Salam kasih dari Herlianto & YABINA ministry

[_private/r_list.htm]