RENUNGAN-6 2003
[_private/r_list.htm]U.U Hak Cipta
“Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan.” (2 Korintus 8:14)
Akhir Juli 2003 adalah akhir dari era pembajakan di Indonesia (setidaknya untuk sementara ini) dan gejalanya adalah kosongnya banyak kios CD/VCD/DVD, dan pedagang-pedagang asongan yang menjualnya yang biasa memadati kaki lima - kaki lima banyak yang mengganti komoditi jualan mereka. Era pembajakan yang menjadikan Cina dan Indonesia dikategorikan punya posisi tinggi dalam urusan pembajakan, menjadi sasaran kemarahan negara-negara produsen dimana para pencipta itu kebanyakan berada.
Soal bajak-membajak hak intelektual adalah bak buah simalakama, kalau produsen dibela, maka matilah pebisnis kecil (yang membajak) dan konsumen, dan kalau pembajak dibela maka rugilah produsen dan penciptanya. Siapakah yang akan dibela dalam hal ini?
Soal bajak membajak memang dilematis, disatu sisi kita melihat bahwa pembajakan telah meluaskan lapangan kerja sehingga terjadi pemerataan penghasilan yang luar biasa, dan bukan hanya itu konsumen yang sebagian besar adalah rakyat kecil bisa memperoleh akses ilmu pengetahuan yang luar biasa luas dan murah. Bayangkan CD ensiklopedia unggulan dunia seperti Encarta (5 keping) di BEC pernah dijual 75 ribu rupiah, dan Ensiklopedia Britannica (4 keping) pernah dijual 60 ribu rupiah, padahal yang asli harganya bisa jutaan, itupun kalau bisa diperoleh di toko-toko secara mudah.
Di sisi lain, memang hak-hak intelektual diinjak-injak, para pencipta yang dengan tekun dan waktu panjang menciptakan sesuatu, dalam waktu relatif pendek, karyanya telah menyebar luas, dan keuntungannya dinikmati orang lain yang tidak memiliki hak seperti dirinya. Perlu direnungkan, apakah memberantas pembajak itu menyelesaikan persoalan, atau hanya sebagian dari persoalan itu?
Namun, pemihakan kepada pencipta/produsen juga mengundang persoalan keadilan, karena sistem ini berlatar kapitalisme dan monopoli yang sebenarnya tidak cocok diberlakukan di Indonesia yang seharusnya memikirkan ekonomi kerakyatan. Bayangkan, harga rata-rata DVD bajakan keluaran Malaysia, di BEC pernah di jual 25 ribuan, dan ketika pasca penggerebekan sesudah diberlakukannya UU Hak Cipta, harga itu kini melonjak menjadi sekitar sepuluh kali lipat. Siapa akan membeli dan mengkoleksi film yang hanya akan dilihat sesekali dalam hidup itu?
Ada beberapa faktor yang menjadikan pembajakan meluas dengan begitu hebat seperti sekarang ini: Pertama, harga ciptaan asli, lebih-lebih yang diimpor, sangat tinggi sekali untuk ukuran Indonesia. Sebuah CD yang harganya 25 dolar di Amerika mudah dibeli oleh kebanyakan orang kecil disana yang kerja kasar saja dihargai lebih dari 5 dolar perjam, tetapi kalau barang itu dijual di Indonesia, maka itu namanya gaji sebulan orang kecil!; Kedua, memang ada mental orang yang mau mencari keuntungan atas hak-hak orang lain; Ketiga, pasar memang tidak kuat dan sebagian besar konsumen berkantong tipis sehingga membutuhkan barang murah; dan Keempat, teknologi telah memudahkan produksi dalam jumlah besar dengan harga murah.
Faktor ketiga dan keempat ini perlu menjadi pertimbangan pihak yang berwewenang, soalnya kalau barang bajakan bisa dijual seharga sepersepuluhnya, mengapa yang berwewenang tidak dapat mengusahakan agar produsen menekan harganya sehingga tidak semahal sepuluh kali lipat? Bayangkan dengan teknologi sekarang, dengan komputer jangkrik (yang notabene bajakan) setiap orang yang punya komputer dengan CD writernya bisa mengcopy dan menghasilkan VCD yang harganya cuma sekitar dua ribuan bahkan kurang. Ini berarti bahwa kaum produsen yang berduit memperoleh keuntungan begitu besar dengan membonceng kemajuan teknologi sedangkan rakyat kecil tidak mendapat kesempatan yang sama (equal right) untuk ikut menikmati kemajuan zaman itu.
Di sinilah unsur etika menjadi mencuat, sampai dimanakah undang-undang berpihak kepada rakyat miskin? Umum sudah mengetahui bahwa dibalik pengesahan UU Hak Cipta bergulir dana yang besar yang juga tidak bisa dibilang bersih dan melanggar undang-undang juga, namun hal yang nyata adalah di sini terlihat sekali pemihakkan kepada hak-hak produsen dan pencipta, tetapi mengabaikan hak-hak pedagang kecil dan konsumen untuk memperoleh informasi dengan mudah.
Seharusnya yang berwewenang di balik melindungi para produsen dan pencipta dengan karya-karya intelektual mereka, juga membatasi praktek mereka yang memonopoli dan mengandalkan modal besar kapitalisme itu, dengan demikian dibalik usaha melindungi hak-hak intelektual kalangan pencipta dan produsen, hak-hak pedagang kecil dan konsumen juga diperhatikan.
Rasul Paulus dalam tulisannya di awal renungan ini memberikan gambaran bagaimana seorang Kristen harus menjalankan keadilan sosial di kalangan masyarakat. Sistim ekonomi Alkitab bukan bersifat monopoli kapitalistis dimana hak-hak individual sangat ditinggikan, sebaliknya juga bukan sistim komunis dimana hak-hak individual dihilangkan, tetapi mereka yang mendapat keuntungan dan yang berlebih harus memikirkan keseimbangan agar membagikan kelebihannya kepada mereka yang berkekurangan. Dengan demikian tidak akan terjadi jurang kaya miskin yang bisa menjadi bibit kerusuhan perkotaan.
Bila hal ini diterapkan dalam kasus UU Hak Cipta, seyogyanya yang berwewenang juga memikirkan hak-hak konsumen untuk memperoleh produk-produk yang bisa terjangkau, dengan demikian kita dapat melindungi produsen, namun dengan membatasi keuntungan produsen agar lebih bersifat sosial, dapat dihadirkan komoditi yang relatif terjangkau, maka dengan harga di pasar yang tidak terlalu mahal dengan hasil produknya lebih terjamin dan tidak merusak player (dalam kasus CD), maka orang akan mengusahakan membeli yang asli daripada bajakan, dan pembajakan ditanggulangi.
Mereka yang duduk dalam kursi kewenangan diharapkan dapat menjalankan kasih ilahi dalam setiap keputusan mereka, agar benar-benar apa yang dihasilkan bukan sekedar melindungi yang berlebih tetapi juga membantu kepada yang berkekurangan sehingga terjadi keseimbangan.
Semoga!
Salam kasih dari Herlianto & YABINA ministry