RENUNGAN-8 2003
[_private/r_list.htm]Puasa Yang Damai
“Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang Kukehendaki, dan mengadakan hari merendahkan diri, jika engkau menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur? Sungguh-sungguh itukah yang kau sebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan kepada TUHAN? Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi yang lapar dan membawa kerumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! (Yesaya 58:5-7).
Bulan puasa dikenang sebagai bulan yang sejuk dan damai, bulan dimana orang menahan diri dan berusaha berbuat baik. Namun, kondisi ideal ini sulit dicapai di Palestina, tanah kelahiran agama-agama Semitik dengan pusat perhatian kota Yerusalem yang nota bena artinya kota ‘Salam’ kota ‘damai’, dan kota ini dikenal sebagai titik pusat perhatian apa yang terjadi di sekitar Timur Tengah.Di bulan-bulan lain dan di bulan puasa pun Palestina masih terus didera perang, perang yang dilakukan oleh kalangan garis keras di kedua kubu. Di satu kubu yaitu kubu Israel ada penafsiran keliru tentang ayat-ayat Kitab Suci yang berbunyi: “mata ganti mata, gigi ganti gigi”, dan di kubu Palestina ada penafsiran dari kalangan garis keras yang juga memiliki jiwa pembalasan yang sama.
Banyak orang Yahudi bersifat keras kepala bahkan Tuhan sendiri sudah berkali-kali menghukum mereka, mereka dibuang ke Babilonia dan Yerusalem termasuk Bait Allah dihancurkan raja Babel, maupun umat di’diaspora’kan, namun kekerasan kepala banyak diantaranya masih besar. Tuhan Yesus sendiri yang adalah orang Yahudi bahkan disalib oleh banyak orang Yahudi sendiri.
Kondisi Israel dan orang-orangnya pada masa kini kelihatannya tidak beda jauh dengan kondisi orang Israel pada zaman nabi Yesaya. Ketika itu, umat memang rajin beribadat, mereka menjalankan syariat agama dengan tekun, dan berpuasa dengan serius, namun hati dan perilaku mereka penuh dengan kejahatan sehingga nabi Yesaya dalam suratnya menyampaikan peringatan Allah kepada mereka:
“Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu. Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi.” (Yesaya 58:3-4)
Firman Tuhan ini masih mengiang-ngiang di kalangan Yahudi di Palestina, ada yang bertobat tetapi banyak yang mengeraskan hati, itulah sebabnya kedamaian tidak terjadi di kawasan itu, apalagi di kalangan Palestina ada kelompok garis keras yang berjiwa pembalas dan melakukan bom-bom bunuh diri yang nota bena bukan menghasilkan ketakutan di kalangan Israel garis keras malah sebaliknya menjadi alasan pembenaran bagi Israel dalam melakukan penghancurannya.
Ratusan bahkan ribuan tahun berlalu dan selalu ada saja kelompok garis keras yang menjadikan agama sebagai kedok dan melakukan tindakan yang bertentangan dengan agama itu. Mengharapkan mereka bertobat tidaklah mudah, tetapi setidaknya dari kedua belah pihak masih banyak bahkan mayoritas kalangan moderat yang bisa lebih berfikir dingin dan diajak berdialog, mereka inilah yang perlu didukung dan didoakan agar mereka kuat dalam berusaha mendatangkan damai di Palestina, terutama pada bulan puasa yang dirayakan oleh sebagian besar bangsa Palestina.
Kitab nabi Yesaya menggambarkan dengan jelas bagaimana ibadat puasa agama sering di salah artikan oleh umat Israel, mereka tidak lupa berpuasa dengan rajin bahkan berpakaian dan muka ditaburi abu untuk menunjukkan pertobatan dan perendahan diri. Secara lahiriah hal ini memang mungkin, tetapi yang tidak kelihatan dan yang ada di dalam hati dan pikiran orang, ternyata tidak semudah itu berpuasa apalagi bertobat.
Nabi Yesaya mengingatkan umat Israel bahwa puasa lahir itu tidak ada gunanya bila mereka hanya berpuasa secara ritual sedangkan mereka hanya memikirkan diri sendiri dan masih mendesak-desak para buruh mereka, bahkan mereka masih berbantah, berkelahi, dan berperang. Tuhan menghendaki umat Israel berpuasa secara luar dalam, yang melibatkan pertobatan yang masuk ke segenap kehidupan, dan puasa demikian bukan sekedar pada hari dan bulan tertentu, tetapi agar umat menjadikan sepanjang tahun sebagai hari yang berkenan kepada Tuhan.
Di Indonesia sekarang umat Islam juga merayakan bulan puasa, di tengah mana tentu semua penduduk berharap ada damai. Puasa di Palestina bisa dijadikan cermin bagi kita semua baik bagi yang sedang berpuasa maupun yang tidak, bahwa ada bahaya dalam setiap agama bahwa agama sering merosot hanya sekedar menjadi ritual saja, dari keinginan berperilaku seperti yang tersirat menjadi sekedar berperilaku seperti yang tersurat saja.
Marilah kita semua berdoa agar di bulan puasa ini tidak ada kelompok garis keras yang ingin mengubah damai Tuhan menjadi perang, tidak ada bom di bulan puasa dan hari Raya Idulfitri maupun di hari Natal. Demikian juga kita mendoakan agar mereka yang takut akan Tuhan tidak sekedar merayakan bulan puasa secara lahiriah saja tetapi mengisinya dengan puasa yang dikehendaki Tuhan. Masih banyak buruh dan TKI yang merana menjadi korban majikan dan calo-calo termasuk pejabat tertentu yang memeras mereka, masih banyak orang menghadapi bulan puasa tanpa rumah tempat mereka berlindung menghadapi guyuran air di musim hujan ini karena rumah mereka tergusur, dan lebih banyak lagi mereka yang memasuki bulan puasa tanpa makanan, maupun sekolah bagi anak-anak.
Marilah kita tetap berdoa agar bukan saja di bulan puasa, tetapi di setiap hari sepanjang tahun, damai sejahtera Allah tetap kita rasakan sehingga dengan demikian kedamaian di hati dan di negara kita dapat dinikmati semua orang setiap hari. Kiranya Tuhan sendiri menyertai kita semua yang berkehendak baik. Amin!
Salam kasih dari Herlianto & YABINA ministry