SaksibagiKristus memberi informasi kepada gereja dan umat kristen tentang gerakan kultus/sekte yang timbul di abad XIX yang dewasa ini bermunculan kembali. Aliran kultus/sekte umumnya berpusatkan ajaran tokoh yang dikultuskan, beriman Injil lain, bersifat elitis/eksklusif yang menganggap diri sendirilah yang benar dan yang lainnya salah, dan berantitesa dengan persekutuan gereja yang am. Baca artikel yang berkaitan di www.yabina.org. (Keanggotaan milis karena mendaftarkan diri atau didaftarkan oleh orang lain).
YESUS VEGETARIAN ?
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.” (Matius 23:27)
Salah satu ciri aliran kultus/sekte abad XIX adalah penekanan pada kesucian tubuh secara taurat termasuk soal makanan halal/haram, bahkan ada yang menuntut kehidupan vegetarian (tidak makan daging). Bagaimana ajaran Tuhan Yesus mengenai hal ini?
Alasan – Alasan
Setidaknya ada lima alasan yang dikemukakan untuk menunjang bahwa Tuhan Yesus vegetarian dan mengajarkan-Nya dan ini dikatakan sebagai dicontohkan dalam hidup Yesus. Biasanya alasan yang dikemukakan berasal dari sumber diluar Alkitab atau ayat-ayat Alkitab yang ditafsirkan secara sempit:
(1) Peri ke’hewan’an disebut dicontohkan Yesus;
Yesus biasa digambarkan bersifat belas kasih dan cinta damai yang menggendong anak domba, Ia menyuruh menolong lembu di hari Sabat dan mencari domba yang tersesat, ini dikatakan menunjukkan Yesus menyayangi hewan, bahkan dikatakan Nuh disuruh memelihara dan menyelamatkan hewan karena itu tidak mungkin Yesus makan dan menyuruh murid-Nya makan daging domba dan ikan. Contoh lainnya adalah kekejaman penjagalan yang membantai hewan untuk konsumsi manusia yang tidak berperi ke’hewan’an, jadi seharusnya kita tidak makan daging.
Alkitab tidak menunjang pendapat ini karena sekalipun sering digambarkan Yesus menyuruh umat memelihara dan menolong lembu dan domba itu bukan dimaksudkan agar mereka memenuhi bumi melainkan agar mereka cukup sehat untuk konsumsi bahkan tidak bercacat cela ketika dipersembahkan sebagai kurban dan kemudian dimakan umat secara bersama-sama. Kalau Nuh disuruh memelihara dan membawa hewan itu bukan dimaksud agar tidak dimakan, sebab justru dipersiapkan agar menjadi makanan sesudah banjir (Kej.9:1-3). Soal penjagalan hewan untuk konsumsi, bayangkan kalau hewan dibiarkan berkembang-biak dengan bebas tentu mereka akan menghabiskan rumput dan tumbuh-tumbuhan untuk hidup, manusia akan terdesak dan terjadi konflik dengan hewan, demikian juga hewan liar akan saling makan dan berkembang biak karena makanan banyak dan tentu banyak yang akhirnya masuk kota mendesak habitat manusia. Apa jadinya kalau kita tidak membantai nyamuk yang menyerbu rumah kita maupun membiarkan ribuan ayam mati terkena flu babi? Belum lagi kalau dipikirkan bahwa menghindari pembantaian binatang berarti mendatangkan masalah pengangguran yang serius dimana pegawai sektor peternakan dan industri pangan akan menganggur. Itulah yang akan terjadi kalau semua manusia menjadi vegetarian.
(2) Pengalaman Para bapak gereja;
Bapak-bapak gereja seperti Eusebius dan Clement disebut menulis bahwa Yesus dan para murid vegetarian, karena itu kita harus mencontohnya.
Data Alkitab menunjukkan bahwa Yesus dan para murid makan domba paskah dan makan ikan bersama-sama jadi kalau ada penafsiran diluar Alkitab oleh bapak gereja sekalipun itu bukanlah ajaran Alkitab. Tidak salah kalau ada satu-dua diantara ratusan bapa gereja yang mengambil jalan pertarakan (askese) atau vegetarian kalau itu pilihan hidup mereka seperti Clement, atau kalau ada umat karena kesehatan memilih menjadi vegetarian, tetapi jangan kemauan mereka dipaksakan seakan-akan Yesus juga vegetarian dan masih perlu disempurnakan keselamatannya dengan kehidupan suci yang tidak makan daging. Di kalangan bapak gereja memang ada yang menganut kehidupan pertarakan yang mendisiplin diri dengan kehidupan suci dalam biara.
(3) Pandangan kultus/sekte;
Beberapa pandangan kultus/sekte abad pertama dijadikan ukuran untuk menentukan perbuatan Yesus dan murid-Nya. Disebutkan misalnya praktek vegetarian dari kaum Essenes (Qumran) dan sekte Ebionit, dan bahwa Yesus, Yakobus, Maria maupun Yusuf adalah tokoh-tokoh Essenes.
Kaum Essenes (Qumran) bukan kristen karena merupakan sekte Yahudi yang menolak hukum ritual dan menjalankan kehidupan pertarakan termasuk vegetarian, demikian juga sekte Ebionit adalah umat Essenes (Qumran) yang melarikan diri ketika orang Romawi menyerbu Jerusalem, kaum ini kemudian bergabung dengan umat Nasrani (Yahudi-kristen pengikut Yakobus yang tetap menjalankan Taurat Yahudi), namun karena Essenes tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan dan menolak surat-surat Paulus, kemudian pecah dan kaum Ebionit kemudian membuat Injil sendiri menurut versi mereka (bukan saksi mata).
Adalah tidak benar kalau isi Alkitab dihakimi oleh Injil yang lain, karena Alkitab lah yang seharusnya menjadi ukuran untuk menilai Injil yang lain. Yesus tidak melarang orang menganut faham pertarakan dan ia tidak menyuruh Yohanes Pembaptis yang Essenes itu untuk mengubah jalan hidupnya, tapi Yesus sendiri menjalani kehidupan non-essenes, Yusuf adalah tukang kayu dari Nazaret bukan tokoh Essenes, dan sekalipun Yesus tidak menikah, murid utamanya Petrus menikah dan tidak dilarangNya. Yakobus tidak bisa menjadi ukuran, karena ia merintis sekte nasrani (karena menjalankan nazar, yaitu kekristenan yang masih tetap memelihara taurat Yahudi, Kis.21:17–23).
(4) Pandangan agama mistik Timur;
Yang menarik beberapa sumber luar dipakai untuk menafsirkan bagaimana Yesus harus hidup seperti pandangan Hindu/Buddha dan penganutnya guru Ching Hai. Ini aneh, bahwa ajaran Yesus dilihat dari kacamata penganut Ahimsa. Ahimsa adalah pandangan bahwa semua mahluk itu sama derajatnya dan kehidupannya jiwa harus dipelihara. Pandangan ini berasal dari keyakinan Reinkarnasi, bahwa jiwa manusia/hewan itu kekal karena itu pantang membunuh maupun memakan dagingnya dan kematian akan membuat jiwa itu berreinkarnasi dalam bentuk mahluk lain tergantung amal baiknya dan kalau manusia jahat meninggal akan menghasilkan reinkarnasi menjadi hewan.
Sekalipun Yesus ber’inkarnasi’ yaitu Allah yang menjadi manusia, Ia tidak mengajarkan ‘re’inkarnasi yang mempercayai bahwa bila manusia meninggal akan hidup lagi sebagai manusia lainnya atau merosot menjadi hewan, apalagi adanya perpindahan jiwa dari mahluk satu ke mahluk lainnya yang berbeda. Manusia berbeda dengan binatang dan keselamatan hanya karena iman kepada Yesus bukan karena amal baik atau berreinkarnasi secara positip/meningkat.
(5) Eisegese Alkitab: Para penganjur vegetarian sering menggunakan ayat-ayat Alkitab tapi bukan dengan pengertian yang keluar dari teks Alkitab itu sendiri (exegese) melainkan memasukkan pandangan sendiri ke dalam teks Alkitab (eisegese). Sebagai contoh:
(i) Ayat tentang kuburan; Ayat pembuka artikel ini (Mat.23:27) ditafsirkan secara aneh, dikatakan bahwa kita harus hidup tidak seperti kuburan yang didalamnya penuh dengan tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Jadi, perut kita juga jangan diisi dengan tulang-belulang dan pelbagai jenis kotoran hewan seperti kuburan.
Ayat itu dalam konteksnya justru merupakan kritik Yesus terhadap orang Farisi yang menekankan ibadat lahir, dengan berwajah manis, menjalankan sabat dan tidak makan makanan haram atau menjadi vegetarian padahal hati mereka jauh dari Allah. Jadi Yesus bukan berbicara mengenai isi kuburan dan menganalogikannya dengan isi perut kita melainkan ayat itu menjadi peringatan kepada yang menekankan ibadat lahir bahwa yang menajiskan itu bukan yang masuk ke dalam mulut (menjadi isi perut) melainkan yang keluar dari mulut karena itulah yang keluar dari hati (Mat.15:11-18). Dengan kata lain makan daging tidak menajiskan!
(ii) Pemulihan Zaman Sebelum Nuh: Contoh lain disebutkan bahwa semula Allah menciptakan manusia sebagai vegetarian dan sejak Nuh baru disuruh makan daging (Kej.9:1-3), jadi karena Yesus datang untuk memulihkan manusia sebagai yang awal maupun yang akhir maka ia mengembalikan kita pada kondisi awal vegetarian sebelum Nuh.
Penafsiran demikian jelas tidak sesuai konteksnya, sebab konteks itu berbicara mengenai dampak perubahan iklim sebelum dan sesudah banjir zaman Nuh. Sebelum Nuh manusia hidup lama karena hidupnya terlindung dari radiasi matahari karena adanya lapisan air diangkasa (Kej.1:7) dan karenanya ia cukup makan tumbuh-tumbuhan (karbohidrat) saja. Banjir Nuh disebabkan tingkap air itu tercurah kebumi (Kej.7:11), ini mengakibatkan radiasi matahari masuk secara penuh ke bumi membuat tubuh manusia menjadi lemah, tidak tahan dan umurnya lebih pendek sehingga perlu mengkonsumsi daging (protein) untuk bertahan hidup. Tuhan Yesus tidak memulihkan lapisan air seperti sebelum Banjir Nuh.
(iii) Yesus mebersihkan Bait Allah; Ini ditafsirkan bahwa Yesus tidak menyorot soal uang tetapi soal hewan yang diperjual belikan, ini menunjukkan bahwa Yesus menolak hewan dijadikan makanan, benarkah?
Penafsiran demikian jelas menunjukkan adanya usaha untuk memasukkan faham luar ke dalam penafsiran Alkitab. Penafsiran kontekstualnya menyebutkan bahwa yang dipersoalkan Yesus adalah ‘jual-beli’nya di tempat suci Bait Allah dan bukan apa yang diperjual-belikan, agar ‘rumah doa’ jangan dijadikan ‘sarang penyamun’ seperti pasar gelap. (Mat.21:13)
Apa yang Dikatakan Alkitab?
Sekarang bagaimana sebenarnya yang dikatakan sumber pertama yaitu Alkitab?
Alkitab yang ditulis para saksi mata dengan jelas menyebutkan ‘Yesus makan domba Paskah’;
“Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi, pada waktu orang menyembelih domba Paskah, murid-murid Yesus berkata kepada-Nya: "Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?" . . . Ketika mereka duduk di situ dan sedang makan, Yesus berkata . . . “ (Mrk.14:12-18).
Salah satu mujizat yang dilakukan Yesus adalah ‘memberi makan lima ribu orang dengan ikan dan roti,’ adalah tidak masuk akal kalau Yesus vegetarian tidak mengajarkan para murid-Nya makan sayuran tetapi memberi makan ikan, mengucap syukur, memberkatinya, lalu makan bersama:
“Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata: "Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa." Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan." Jawab mereka: "Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan." Yesus berkata: "Bawalah ke mari kepada-Ku." Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak.” (Mat.14:13-21).
Dalam kesempatan lain, Yesus juga memberikan makan ikan dan roti kepada empat ribu pendengarnya:
“Kata murid-murid-Nya kepada-Nya: "Bagaimana di tempat sunyi ini kita mendapat roti untuk mengenyangkan orang banyak yang begitu besar jumlahnya?" Kata Yesus kepada mereka: "Berapa roti ada padamu?" "Tujuh," jawab mereka, "dan ada lagi beberapa ikan kecil." Lalu Yesus menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti dan ikan-ikan itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya memberikannya pula kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. (Mat.10:33–37)
Ketika Yesus lapar, ia bertanya mengenai kalau-kalau ada makanan kepada para murid-Nya dan karena mereka tidak punya, Ia menyuruh mereka menangkap ikan lalu sarapan ikan bersama mereka:
“Kata Yesus kepada mereka: "Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?" Jawab mereka: "Tidak ada." Maka kata Yesus kepada mereka: "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh." Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan. . . . Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti. Kata Yesus kepada mereka: "Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu." . . . Kata Yesus kepada mereka: "Marilah dan sarapanlah.” (Yoh.21:1-14)
‘Yesus yang telah bangkit pun masih makan ikan goreng bersama murid-murid-Nya’
“Dan ketika mereka belum percaya karena girangnya dan masih heran, berkatalah Ia kepada mereka: "Adakah padamu makanan di sini?" Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka.” (Luk.24:41-43).
Dalam Perjanjian Lama ‘Allah menyuruh manusia memelihara binatang dan makan daging’:
“Lalu Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya serta berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi. Akan takut dan akan gentar kepadamu segala binatang di bumi dan segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan. Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau. (Kej.9:1-3)
Dalam Perjanjian Baru, Petrus menyadari bahwa Yesus yang adalah Allah bukan saja tidak melarang makan daging tetapi juga ia mendapat penglihatan bahwa ‘Tuhan tidak mengajarkan makanan daging halal atau haram,’ semua diperkenan Allah:
“Ia merasa lapar dan ingin makan, tetapi sementara makanan disediakan, tiba-tiba rohnya diliputi kuasa ilahi. Tampak olehnya langit terbuka dan turunlah suatu benda berbentuk kain lebar yang bergantung pada keempat sudutnya, yang diturunkan ke tanah. Di dalamnya terdapat pelbagai jenis binatang berkaki empat, binatang menjalar dan burung. Kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata: "Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!" Tetapi Petrus menjawab: "Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir." Kedengaran pula untuk kedua kalinya suara yang berkata kepadanya: "Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram." Hal ini terjadi sampai tiga kali dan segera sesudah itu terangkatlah benda itu ke langit. (Kis.10:10–16).
Ayat-ayat diatas dengan jelas menunjukkan bahwa Tuhan tidak melarang makan daging dan memberikannya sebagai konsumsi manusia dan Yesus sendiri dalam inkarnasinya dalam hidup maupun setelah bangkit makan daging bersama para murid-Nya. Dalam PB tidak ada larangan makan daging atau anjuran vegetarian, karena itu berhubung Yesus tidak melarang orang makan daging dan bahkan Ia juga memakannya, maka sebagai pengikut Kristus lebih baik kita mendengarkan firman-Nya daripada mendengarkan pendapat yang beranggapan bahwa mereka lebih suci kalau tidak makan daging.