
KESELAMATAN MANUSIA
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh.3:16).
“Bersiap Menyambut Kedatangan Mesias,” demikianlah tema kotbah di banyak gereja pada awal bulan Desember menjelang hari Natal. Messias atau Kristus artinya adalah penyelamat atau bahwa Yesus adalah Juruselamat Manusia. Sejak itu umat kristen dimana-mana menyembah Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat yang membebaskan manusia dari dosa dan mendamaikan dengan Allah di Sorga. Injil Anugerah yang diterima dengan iman telah disampaikan kepada manusia perjanjian baru dan meninggalkan ritual amal baik manusia dalam perjanjian lama. Ibadat yang berpusat Taurat dalam PL telah bergeser menjadi ibadat yang berpusat Injil Kristus dalam PB. Orang tidak lagi menyembah Tuhan di Yerusalem atau bukit Gerizim melainkan dalam roh dan kebenaran (Yoh.4:23-24). Dengan demikian Jalan Keselamatan telah digenapkan melalui pencurahan darah Tuhan Yesus Kristus di kayu salib.
Sejarah Gereja
Sejak gereja pertama, umat kristen telah mengaku ketritunggalan Allah, dan Yesus adalah Tuhan dan Kristus sebagai jalan keselamatan yang membebaskan mereka dari dosa, ini pertama menghadapi pertentangan dari orang-orang Yahudi yang menekankan keselamatan melalui Taurat dan amal baik. Pada abad ke IV, Pelagius mengajarkan Pelagianisme yang menekankan bahwa manusia memiliki kehenak bebas dan tidak dipengaruhi oleh dosa dan manusia bisa menerima atau menolak jalan keselamatan Allah. Pandangan Pelegianisme ditolak oleh Agustinus yang menekankan bahwa manusia tidak mungkin menyelamatkan dirinya sendiri karena sudah terikat oleh dosa dan membutuhkan anugerah Allah untuk menyelamatkan orang-orang yang sudah ditentukan.
Pandangan Pelagianisme dalam bentuk yang lebih moderat diteruskan oleh Gereja Katolik yang mengikuti pandangan Thomas Aquinas beranggapan bahwa dalam kejatuhan dalam dosa, manusia tidak sepenuhnya jatuh karena inteleknya masih selamat, karena itu dengan usaha hikmat intelektualnya manusia masih bisa menyelamatkan diri melalui gereja dan sakramen (disebut semi-pelagian). Pandangan ini kemudian ditolak oleh Martin Luther (abad XVI) yang menekankan kembali mengenai kejatuhan total manusia dari dosa dan perlunya keselamatan melalui anugerah (sola gratia) dan manusia dibenarkan oleh iman (sola fide) kepada Tuhan Yesus Kristus untuk penebusan dosa. Ia menolak keselamatan karena usaha baik dan kebenaran manusiawi dan menekankan otoritas Alkitab sebagai firman Allah (sola scriptura).
Pada abad XVII, Arminius mencetuskan Arminianisme yang menekankan kembali kebebasan kehendak manusia dan sekalipun masih menerima keselamatan karena anugerah, ia juga menekankan bahwa anugerah itu bisa ditolak dan manusia beriman bisa murtad kembali. Pandangan Arminius ditolak oleh John Calvin, penerus reformasi di Genewa yang lebih lagi menekankan kejatuhan total manusia (total depravity) sehingga manusia hanya mungkin diselamatkan oleh anugerah sesuai pilihan Allah sebelumnya (predestinasi). Para pengikut Calvin kemudian melalui sidang sinode di Dort (1618) menolak pandangan Arminianisme.
Disamping reformasi Luther dan Calvin, berkembang pula aliran Unitarian yang pada prinsipnya menekankan juga kehendak bebas dan pikiran manusia dan menolak Allah tritunggal dan ketuhanan Kristus. Ajaran ini bergeser dari otoritas Alkitab kepada otoritas pikiran dan pengalaman. Pada abad XVIII terpengaruh rasionalisme dan liberalisme teologi berkembang pula Universalisme yaitu faham yang beranggapan bahwa keselamatan itu milik semua orang. Pandangan ini meneruskan faham gnostik dan mistik. Universalisme menekankan kesempurnaan manusia, keselamatan bagi semua manusia, adanya berbagai wahyu melalui agama-agama yang berbeda-beda, dan kemanusian Yesus yang sama dengan tokoh agama lainnya. Universalisme dikenal juga sebagai inklusifisme dan pluralisme, yaitu bahwa semua kepelbagaian agama itu menuju ‘Yang SATU Itu.’ Karena azasnya yang sama, pada tahun 1961 Unitarian bergabung dengan Universalist.
Salah satu gejala pluralisme/inklusivisme/universalisme dikenal dengan pembentukan parlemen agama-agama, bahkan pada tahun 1987 Paus Joanes Paulus II melakukan ibadat doa bersama antar agama di Assisi dimana pendeta kristen, biksu buddha, imam Islam, guru Hindu sampai dukun Wicca berdoa bersama menuju ‘Yang SATU itu.’ Namun, Paus Benedict XVI yang sekarang sekalipun tidak menolak dialog antar agama tetapi ia menolak ibadat dan doa bersama antar agama seperti dipraktekkan di Assisi, baginya keselamatan hanya melalui gereja Katolik. Memang doa bersama menimbulkan masalah tidak kecil, soalnya bagaimana kalau dukun klenik dan pendeta gereja setan ikut bergabung? Demikian juga kalau rabi Yahudi yang mengaku Tuhan ‘Aku Adalah Aku’ berdoa bersama imam Buddha yang mengaku Tuhannya adalah ‘Yang Tiada’? Demikian juga ‘Yang SATU’ sebenarnya adalah konsep jalan keselamatan mistik Hinduisme ‘tat twam asi’!
Sekte-sekte abad XIX mengurangi atau menambah Keselamatan Dalam Kristus dengan yang lain. Saksi-Saksi Yehuwa mengurangi ke’Tuhan’an Yesus dan terpengaruh Unitarianisme menganggap Yesus manusia lebih rendah dari Allah dan Keselamatan diperoleh karena bekerja bagi Yehuwa. 7th day Adventist sekalipun menerima Yesus sebagai Tuhan dan Kristus namun menganggap bahwa keselamatan manusia harus dicapai dengan juga melakukan hukum (a.l. Sabat).
Berita Alkitab
Seperti umat kristen gereja mula-mula dan juga kekristenan reformasi, kalau kita menjadikan Alkitab sebagai otoritas ajaran dan tingkah laku umat kristen, kita dapat mengerti dengan jelas bahwa jalan Keselamatan hanya melalui Yesus, Anak Allah yang dikaruniakan kepada manusia (Yoh.3:16). Tuhan Yesus sendiri dengan tegas mengucapkan:
“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh.14:6).
Demikian juga Rasul Petrus dengan yakin memproklamasikan Yesus sebagai fundasi gereja pertama disaksikan oleh Roh Kudus:
“Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis.4:12)
Rasul Paulus juga menekankan finalitas keselamatan dalam kristus dan jaminan keselamatan yang kekal dan damai sejahtera, ketika ia berkata:
“Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh", sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang "jauh" dan damai sejahtera kepada mereka yang "dekat", karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa (Efs.2:13-18).
Namun, Yesus juga berkata:
“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 7:21)
Melakukan kehendak Bapa di sorga tidak berarti usaha baik manusia, melainkan buah yang keluar dari iman dan ketaatan yang hidup dan utuh (Efs.2:8-10).
Marilah kita mensyukuri anugerah keselamatan yang kekal yang hanya dikaruniakan kepada manusia melalui Tuhan Yesus Kristus, karena Allah yang berdaulat itu dalam kedaulatan-Nya yang tidak bisa ditolak telah memberi kita jalan keselamatan hanya melalui Anak-Nya yang tunggal agar barang siapa yang percaya dan melakukan kehendak-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal, karena itu adalah tugas umat kristen untuk bersaksi dan memproklamasikan kebenaran Allah ini kepada semua orang agar mereka mengenal jalan, kebenaran, dan hidup itu untuk mencapai keselamatan yang kekal.
Amin!