Saksi Bagi Kristus Agustus_ 2009



01 - Gerakan Kultus Abad XIX
 

 
 


“Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng. Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!” (2 Timotius 4:2-5).

Sepanjang sejarah gereja sering muncul guru-guru yang memimpin gerakan kultus dengan ajaran eksklusif dan elitis. Sejarah gereja mencatat pada abad XIX timbulnya gerakan demikian memuncak. Belakangan ini gerakan demikian bermunculan kembali:

“When people are buffetted about by change, the need for spiritual belief intensifies. Most seek reassurance in one of two ways: either through innerdirected, “trust the feeling inside” movements or outer directed, “this is the way it is” authoritarian religions. Both are flourishing today.” (John Naisbitt & Patricia Aburdene, Megatrends 2000, William Morrow & Company, New York, 1990, page 272).

Pada abad XVI Eropah mengalami kelahiran kembali yang disebut renaisans yang membebaskan diri dari otoritas agama dan tradisi dan ingin kembali kepada diri dan rasio manusia. Puncak dari gejolak pembebasan ini adalah meningkatnya faham rasionalisme, materialisme dan sekularisme yang menolak keberadaan Tuhan. Pada abad XIX, dunia mengalami perubahan sejarah yang drastis karena perbenturan era agraris menuju industri dimana banyak orang mengalami gejolak sosial dan kekosongan batin. Dalam kondisi demikianlah tumbuh gerakan-gerakan yang ingin mengisi kekosongan itu dalam dua bentuk reaksi yaitu reaksi psiko-sosiologis dan reaksi teologis. Gejolak yang sama terjadi pada perpindahan era industri ke informasi sejak tahun 1960-an dimana kembali terjadi gejolak sosial dan kekosongan batin. Yang menarik, pada gejolak kali ini, gerakan-gerakan kultus abad XIX bermunculan kembali baik dengan jubah lama maupun baru. Gerakan kultus cenderung berkisar ajaran tokoh-tokoh yang dikultuskan dan biasanya bersikap eksklusif dan elitis yang menganggap bahwa merekalah pemegang kebenaran tunggal dan menyalahkan yang berpandangan beda dengan mereka.

Reaksi Psiko-sosiologis

Reaksi psiko-sosiologis terjadi sebagai kontra semangat rasionalisme-materialisme-sekularisme yang cenderung mengabaikan hal-hal yang bersifat batin dan supranatural dan lebih mengacu pada dunia materi saja. Reaksi ini terlihat dalam Christian Science yang menekankan mind power atau kekuatan batin yang bersifat mistik, dan gerakan Pentakosta yang menekankan peran roh dan hal-hal yang bersifat supranatural. Gerakan Mormon menekankan kembali wahyu supranatural yang baru.

Lunturnya tradisi karena budaya modernisasi, mendorang sebagian manusia mencari jawab dalam tradisi premordial berupa semangat nasionalisme dan kesukuan. Dalam lingkungan agama kristen, pengaruh Zionisme religious pada abad XIX yang ingin mengembalikan agama kepada akar yudaik (hebraic roots movement) mempengaruhi gerakan Adventisme yang menekankan kembali Taurat terutama penekanan hari Sabat dan makanan halal-haram. Sekte yahudi yang menekankan bukan saja kembali ke akar budaya yudaik dengan bahasa Ibraninya, tetapi juga agar kembali kepada nama sesembahan yahudi ke bahasa aslinya YHWH (sacred name movement) merebak dikalangan Saksi-Saksi Yehuwa dan kelompok-kelompok sekte dari Adventis seperti a.l. Assembly of Yahweh.

Reaksi psiko-sosiologis juga menghasilkan semangat eskapis yaitu menolak berpaut dengan dunia materi pada masakini dan mencari jawaban di dunia roh pada akhir zaman. Gerakan yang menekankan akhir zaman kita lihat dalam gerakan Adventisme dan Saksi-Saksi Yehuwa, dan keduanya sangat menekankan perhitungan datangnya akhir zaman. Gerakan Pentakosta sekalipun tidak terlalu menekankan seperti kedua pendahulunya juga menaruh harapan ke Akhir Zaman.

Reaksi Teologis

Rasionalisme-materialisme-sekularisme juga berdampak dalam kehidupan gereja, dimana liberalisme teologis ikut mempengaruhi kehidupan gereja, ini menimbulkan kesuaman keagamaan dan kehidupan pengajaran gereja cenderung menjadi mapan, kaku dan kurang menggairahkan. Sama halnya dengan reaksi supernaturalisme yang berlebihan, demikian juga reaksi terhadap kemapanan gereja memuncak dengan munculnya kembali sekte-sekte otoriter yang terpengaruh arianisme dan unitarianisme yang menolak ajaran trinitas yang dianut gereja pada umumnya sejak dulu. Saksi-Saksi Yehuwa menolak trinitas dan mempopulerkan kembali faham Arianisme & Unitarianisme dimana Yesus dianggap bukan Tuhan melainkan ciptaan yang lebih rendah dari Bapa dan roh kudus hanya sekedar tenaga aktif Allah.

Gerakan Pentakosta tetap menganut ajaran Trinitas bahkan memberikan sumbangsih besar ke dalam kehidupan gereja dengan menekankan pribadi Roh Kudus, demikian juga gerakan Adventisme sekalipun menekankan taurat tetap berpegang kepada ajaran Trinitas, namun sekte yang memisahkan diri dari Adventis dan menyebut dirinya Church of God, 7thday, menganut binitarian dimana Yesus dipercayai adalah Tuhan setara dengan Bapa namun ajaran roh kudus mengikuti faham Saksi-Saksi Yehuwa yaitu hanya tenaga batin Bapa. Sekte-sekte lain yang timbul dari COG,7thday yang menekankan nama YHWH umumnya menganut arianisme dalam hal roh-kudus namun dalam hal kristologi menganut binitarianisme (Yesus adalah Tuhan) atau Sabelianisme (Yesus adalah YHWH).

Mormon

Gerakan Mormon berpusat tokoh kultus Joseph Smith yang semasa muda menolak ke gereja tetapi kemudian membuka diri akan visiun yang diakui diterimanya dari malaekat Moroni.  Malaekat itu menunjukkan adanya lempeng-lempeng emas di bukit New York yang diterjemahkannya pada tahun 1827-9 dan kemudian diterbitkan sebagai Kitab Mormon (1830) yang dianggap firman Allah (tahun itu juga didirikan gereja Mormon). Isinya menceritakan sejarah Amerika yang semula dihuni suku Yared pelarian dari Babil (Kej.11) dan kemudian datanglah keturunan Lehi yaitu Laman dan Nefi, Laman berusaha membinasakan Nefi, dan keturunannya dikutuk menjadi Indian. Laman mengalahkan Nefi dan tinggal Mormon dengan anaknya Moroni yang bertahan. Moroni inilah yang menemui Joseph Smith. Mormon mempercayai manusia dilahirkan dari roh Allah tanpa dosa sama seperti Yesus, dan memiliki kehendak bebas untuk mencari jalan hidupnya sendiri menuju status allah. Ajaran Mormon dipopulerkan secara publik oleh Stephen Covey, seorang penatua Mormon, melalui buku ‘The 7 Habits of Highly Effective People,’ buku mana adalah kemasan untuk dunia bisnis dari buku ‘The Divine Center’ yang adalah buku pedoman pelatihan misi Mormon.

Christian Science

Gerakan ini didirikan Mrs. Mary Baker Eddy (1866) yang menulis buku Science and Health with Key to the Scripture yang dianggap berotoritas sama dengan Alkitab. Allah dipercaya sebagai Roh dan kenyataan satu-satunya (monisme), manusia juga roh, karena itu penyakit, dosa & maut sebenarnya tidak ada dan adalah hasil pikiran manusia, karena itu penyakit diobati dengan pikiran (mind cure). Ajarannya dipengaruhi oleh mistik timur. Gereja Christian Science tidak berkembang namun pengaruh ‘mind-cure’nya melanda seluruh dunia melalui ajaran positive thinking yang menjiwai pelatihan pengembangan diri di dunia bisnis pada masakini. Christian Science tidak dapat disebut Kristen atau Ilmu Pengetahuan sebab tidak menjalankan aktivitas spiritualitas keagamaan sesuai Alkitab maupun berhubungan dengan gereja Kristen dan juga tidak bersifat ilmiah tetapi bersifat mistik.

Adventisme

Gerakan Adventis mengalami perkembangan dibawah pengaruh William Miller yang dengan menghitung-hitung angka dalam Alkitab meramalkan Yesus datang kembali pada tahun 1843 dan karena tidak datang diundur tahun 1844; Sekalipun tetap belum datang, Hiram Edson percaya bahwa Yesus sebenarnya sudah memasuki ruang mahasuci pada tahun 1844; Joseph Bates menekankan perayaan Sabat dan hidup yang suci. Kemudian Ellen Gould White yang percaya bahwa Yesus masuk ruang mahasuci pada tahun 1844 dan menekankan ajaran sabat dan hidup yang suci, dan mendirikan gereja Seventhday Adventist (1960), mengajarkan bahwa Kedatangan Yesus dapat diketahui, percaya akan tiga alamanat malaekat, dan merayakan sabat dan ritual kesucian taurat. Sekalipun mengajarkan taurat baru dan elitis, 7thday Adventist percaya iman historis akan Trinitas dan karenanya tetap menjalin hubungan dengan gereja-gereja pada umumnya. Dari Adventisme timbul sekte ‘Church of God, 7thday’ yang menganut binitarian dan menyebut roh kudus hanya tenaga batin Allah. Dari COG, 7thday pada tahun 1930-an lahir sekte-sekte yudaik Sacred Name Movement (Gerakan Nama Suci) yang ingin memulihkan nama YHWH dengan ejaan yang berbeda-beda. Mereka umumnya menolak Trinitas dan mengikuti Saksi-Saksi Yehuwa dalam mempercayai bahwa ‘roh kudus adalah tenaga batin Bapa,’ dan dalam hal kristologi, ada yang menganut Binitarianisme (Yesus adalah Tuhan) atau Sabelianisme (Yesus itu YHWH).

Saksi-Saksi Yehuwa

Charles Taze Russel terpengaruh ramalan Akhir Zaman Adventisme kemudian dengan menggunakan angka berbeda meramalkan bahwa kedatangan Yesus sebenarnya sudah dimulai pada tahun 1874 dan setelah persiapan 40 tahun digenapi pada Akhir Zaman tahun 1914 disusul kerajaan seribu tahun. Oleh penerusnya tahun ini karena tidak terjadi apa-apa diundur menjadi tahun 1925 kemudian tahun 1975, namun karena tidak datang juga akhirnya dikembalikan kepada tahun 1914 dimana Yesus dianggap sudah datang dalam keadaan roh sebagai raja dan hanya dapat dilihat oleh Para pemimpin mereka. Pada tahun 1884 Russel mendirikan organisasi teokratis ‘Watchtower Bible and Tract Society.’ Russel terpengaruh Arianisme dan Unitarianisme yang menolak Trinitas dan menyebutkan bahwa Yesus itu ciptaan lebih rendah dari Bapa dan roh kudus lebih rendah lagi dan hanya bersifat tenaga aktif Allah. Russellah semula terpengaruh sekte yudaik yang menekankan pemulihan nama ibrani YHWH dan menyebutnya Jehovah dan secara resmi penggantinya, Rutherford, menamakan organisasinya sebagai Jehovah Witnesses (Saksi-Saksi Yehuwa, 1931). SSY menerbitkan New World Translation of the Holy Scripture (NW, 1961) berdasarkan terjemahan kata-per-kata dwi-bahasa Empathic Diaglott dari aliran Unitarian Christadelphian. Penebusan Kristus hanya teladan dan keselamatan hanya dicapai melalui iman kepada Yehuwa dan menjadi anggota kerajaan teokratis yang menyiarkan berita Saksi-Saksi Yehuwa. Faham Unitarian dan Arianisme belakangan ini muncul di Indonesia dengan nama Kristen Tauhid.

Pentakosta

Gerakan Pentakosta dipengaruhi ajaran Holiness (pengudusan), menekankan Roh Kudus sebagai pribadi Allah disamping Bapa dan Anak, yang mendatangkan baptisan roh dan karunia roh terutama glosolali, nubuatan dan kesembuhan. Sejarahnya dimulai di abad XIX dimana dialami gejala baptisan roh di jemaat Cherokee (Spurling, 1866), Topeka (Charles Fox Parham, 1901), dan Azusa (William Seymor, 1906) seperti yang terjadi di hari Pentakosta (Kis.2). Sekalipun tidak seperti Adventisme dan Saksi-Saksi Yehuwa yang menekankan perhitungan Akhir Zaman, gerakan Pentakosta percaya bahwa kedatangan Yesus sudah dekat. Dan sekalipun bersifat elitis dimana sebagian menekankan baptisan roh sebagai syarat keselamatan, umumnya gerakan Pentakosta mempercayai kepercayaan gereja pada umumnya mengenai ajaran Trinitas dan keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus. Itulah sebabnya gereja Pentakosta dan Karismatik (pentakosta baru yang tumbuh di tahun 1960-an) cenderung melebur ke gereja-gereja arus utama. Mereka tidak bersifat antitesa dengan gereja-gereja seperti sikap Saksi-Saksi Yehuwa yang menyebut ‘susunan kristen & gereja’ sebagai ciptaan setan! ***


  

Salam kasih dari Sekertari www.yabina.org


 


 SBK Sebelumnya