Ruang Tanya Jawab - Maret 2005

Form untuk mengirim pertanyaan


SEMITIK ATAU HAMITIK?

Sehubungan dengan Renungan ‘Nama Allah’ dan ‘Kembali Ke Akar Yudaik’ ada beberapa pertanyaan yang masuk. Berikut diskusinya:

(Tanya-1) Mengenai ‘Nama Allah’, mengapa kita tidak mengikuti saja Tuhan Yesus yang memanggil Bapanya dengan nama ‘Eloi’?

(Jawab-1) Secara umum dalam Perjanjian Baru Yesus memanggil Bapa dengan nama ‘Theos’ dan sekali di atas kayu salib ia memanggil dengan nama ‘Elo’. Perlu disadari bahwa ‘Elo’ adalah bahasa Aram (sinonim Elah/Eloh/Alah) yang telah menjadi bahasa ibu orang Yahudi. Kalau dalam Alkitab Perjanjian Baru disebut ‘bahasa Ibrani’ itu arti sebenarnya adalah ‘bahasa Aram’ yang kata aslinya dalam bahasa Yunani adalah ‘hebraisti’ (lidah orang Ibrani) atau ‘hebraidi dialekto’ (dialek Ibrani). Bruce M. Metzger, profesor Perjanjian Baru, mengatakan:

“Bahasa ibu orang Yahudi Palestina di waktu itu adalah Aram. Sekalipun pada Rabi dan Ahli-Kitab masih menggunakan bahasa Ibrani klasik Perjanjian Lama, untuk mayoritas umat ini adalah bahasa mati. ... Barangkali karena rasa bangga yang salah, dan kemungkinan besar karena tidak dapat membedakan ketepatan ilmiah, bahasa Aram secara populer disebut sebagai bahasa “Ibrani”. ... Bahasa percakapan umum semitik orang Yahudi Palestina pada waktu Yesus adalah Aram” (The Language of the New Testament, dalam The Interpreters Bible, Vol.7, h.43).

(T-2)  Renungan ‘Kembali Ke Akar Yudaik’ kelihatannya anti Yahudi dan pro Palestina, bukankah umat Kristen asalnya Yahudi?

(J-2) Artikel ‘Kembali Ke Akar Yudaik’ bukan anti Yahudi maupun pro Palestina, melainkan bermaksud meluruskan kebenaran sejarah. Dapat dimaklumi kalau kalangan yang pro ‘Yahudi’ akan berpandangan demikian setelah membaca artikel tersebut, karena sekarang mereka menghadapi kenyataan bahwa fanatisme tentang superioritas bangsa dan bahasa Ibrani tidak sehebat apa yang diperkirakan semula. Benar Yesus dan umat Kristen berasal dari bangsa Yahudi, namun kekristenan ditujukan bukan hanya untuk orang Yahudi. Berbeda dengan agama yang bersifat sentripetal (memusat) yaitu agama Yahudi (memusat ke Yerusalem dan bahasa Ibrani) dan agama Islam (memusat ke Mekah dan bahasa Arab), agama Kristen bersifat sentrifugal (menjauhi pusat) dari Yerusalem, Yudea, Samaria, sampai ke Ujung Bumi (Mat.28:19;Kis.1:8). Itulah sebabnya bila agama Yahudi berkiblat ke Bait Allah di Yerusalem dan Torat bahasa Ibrani, dan Islam berkiblat ke Mekah dan Al-Quran bahasa Arab, agama Kristen sejak awalnya disebarkan melalui berbagai-bagai bahasa lokal secara kontekstual (Kis.2:1-13) dan hanya berkiblat ke Sorga.

(T-3) Mengapa dalam Renungan ‘Kembali Ke Akar Yudaik’ disebut ‘bahasa Kanani’ adalah Hamit? Bukankah bahasa Kanani adalah Semitik?

(J-3) Perkembangan keturunan darah tidak selalu sama dengan perkembangan keturunan bahasa. Artikel ‘Kembali ke Akar Yudaik’ menetralkan tuduhan Suradi ben Abraham yang menganggap orang Arab itu keturunan darah ‘Hamit’ dan orang Yahudi itu ‘Semit.’ Fakta menunjukkan bahwa orang ‘Arab’ juga termasuk Semit (keturunan Sem melalui anaknya Arphaksad), Ibranik (keturunan Eber melalui anaknya Yoktan), dan Abrahamik (keturunan Abraham melalui anaknya Ismael), jadi sama seperti bangsa Yahudi yang adalah juga termasuk Semit (keturunan Sem melalui anaknya Aram), Ibranik (keturunan Eber melalui anaknya Peleg), dan Abrahamik (keturunan Abraham melalui anaknya Ishak). Sekalipun sebenarnya termasuk Semitik, secara keturunan bahasa orang Yahudi berasal bahasa Kanaan dan Amorit (Kanaan secara keturunan darah adalah Hamit), dan ketika orang Yahudi berada di Mesir disebut berbahasa Kanaan (Yes.19:18). Kita tidak perlu alergi dengan suku dan bahasa Hamit karena bahasa nenek-moyang suku Hamit dan Semit biasa disebut sebagai bahasa ‘Hamito-Semitik’ atau ‘Afro-Asiatic.’

 (T-4) Bukankah keliru kalau mengatakan bahwa bahasa Arab itu asalnya dari bahasa Aramik? Lihat saja bentuk huruf-hurufnya, huruf Arab jauh sekali kemiripannya dari bahasa Aram.

(J-4) Sekalipun ada pengaruh dari bahasa-bahasa lain, bahasa Arab kuno menurut beberapa sumber disebut berasal dari bahasa Aramik, seperti kutipan berikut:

"Sifat khusus dari bahasa Ibrani, bahasa itu selalu diancam oleh pengaruh bahasa Aram. Kita sudah melihat bahwa dari permulaannya dalam bahasa Ibrani terdapat unsur-unsur Aram Arab." (D.C. Mulder, Pembimbing ke Dalam Perjanjian Lama,h.49-50).

"Sebuah inskripsi Arab yang tertua ditemukan di Namarah (328), bahasanya Arab tetapi masih memakai aksara Nabati. ... aksara Arab sendiri merupakan perkembangan dari aksara Nabati-Arami, terbukti dari inskripsi bahasa Arab tertua yang ditemukan di Namara yang masih berhuruf Nabati." (Bambang Noorsena, Jalan Panjang ke Anthiokia, h.25,6).

The Arabic script, which is derived from that of Aramaic, is written from right to left." (Semitic Languages, Encarta 2005).

Memang huruf Arab sekarang berbeda dengan huruf Aram sekarang. Kalau kita mempelajari akar bahasa, kita harus sadar bahwa bentuk-bentuk tulisan itu tidak statis melainkan berkembang sesuai kemajuan budaya sastranya. Bahasa Ibrani modern yang sekarang digunakan di Israel berbeda dengan Ibrani kuno dan sekalipun mewarisi aksara Kanani dan Amorit (22 konsonan) bentuknya terpengaruh huruf kotak aksara Aram.

(T-5) Bukankah dalam Tenakh kita membaca bahwa kata ‘Alah’ artinya adalah ‘sumpah’?

(J-5) Benar, bahwa dalam Tenakh kata ‘AlefLamedHe’ diartikan sebagai sumpah (2Taw.6:22), tetapi dalam Tenakh juga kata ‘AlefLamedHe’ yang sama diartikan sebagai ‘Alah’ Israel (Esr.5:1;6:14). Kata ‘El’ dalam huruf Ibrani terdiri dari huruf ‘AlefLamed’ dan ‘AlefLamedHe’ juga menjadi dasar kata ‘Elohim’ dan ‘Eloah.’ Dan sekalipun ditulis dengan aksara Ibrani, ‘Alah’ maksudnya adalah ‘El’ (AlefLamed) dalam bahasa Aram. Dalam Alkitab Peshitta (bahasa Aram-Siria) nama itu disebut ‘Elah/Alah’ dan ‘Elaha/Alaha’. Dalam bahasa Aram kata sandang ‘ha’ diletakkan di belakang kata, dalam bahasa Ibrani kata sandang ‘ha’ diletakkan di depan, namun untuk menyebut nama Tuhan tidak lazim digunakan. Dalam bahasa Arab, kata sandang ‘ha’ (Aram/Ibrani) adalah ‘al’ yang diletakkan didepan kata bersangkutan (al-Ilah = Allah).

(T-6) Kalau begitu, kalau El/Elohim/Eloah diterjemahkan ‘Allah’ mengapa ‘Yahweh’ diterjemahkan dengan ‘TUHAN’ ?

(J-6) Dalam agama Kristen yang bersifat sentrifugal (lihat J-2) terjemahan secara kontekstual ke bahasa-bahasa lokal adalah strategi yang direstui Allah Bapa, Yesus dan Roh Kudus, ini bahkan terjadi pada masa Perjanjian Lama dimana Tenakh diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta/LXX) pada abad-3sM. Dalam terjemahan Tenakh, El/Elohim/Eloah diterjemahkan sebagai ‘Theos’ dan Yahweh/Adonai sebagai ‘Kurios.’ Hasil terjemahan ini diikuti oleh Perjanjian Baru yang ditulis dalam bahasa Yunani Koine. Kalau dalam bahasa Yunani kata Kurios tidak membedakan terjemahan ‘Yahweh’ atau ‘Adonai,’ dalam terjemahan ke dalam bahasa Inggeris itu dibedakan, yaitu ‘Yahweh’ dengan kata ‘LORD’ dan ‘Adonai’ dengan kata ‘Lord.’ Bahasa Indonesia mengikuti terjemahan ‘LORD’ dengan ‘TUHAN’ dan ‘Lord’ dengan ‘Tuhan.’ Baik kata ‘Allah’ maupun ‘Tuhan’ adalah kata-kata bahasa Indonesia, jadi penggunaannya dalam Alkitab sesuai dengan strategi kontekstualisasi bahasa Tuhan Allah sendiri.

Kiranya diskusi ini menambah wawasan kita.

Salam kasih dari Redaksi www.yabina.org


Form untuk mengirim pertanyaan