Ruang Tanya Jawab - Mei 2005

Form untuk mengirim pertanyaan


ARTI SEBUAH NAMA

Apakah arti sebuah nama?
Belakangan ini ada fanatisme menyangkut nama Tuhan, ada yang menyebutkan bahwa nama itu tidak boleh diganti dan harus tetap disebut sebagai Yahweh, ada yang menekankan bahwa nama itu harus ditulis YHWH sesuai huruf Ibrani Kitab Suci (Masorretic Hebrew), namun ada juga yang menyebut bahwa nama itu harus ditulis dalam huruf Ibrani Kuno (Palaeo Hebrew). Lalu bagaimana?

(Tanya–1)  Bukankah "Nama" harus dipermasalahkan, karena di dalam sebuah "Nama" terdapat reputasi, kehadiran, karakter dan mengandung arti yang sangat dalam bagi si penyandang nama itu. Karena itulah, maka semua yang ada di dunia ini mempunyai nama, baik benda yang ada di bumi maupun yang ada di angkasa, tumbuh-tumbuhan, tempat dan sebagainya, apalagi manusia. Tidak ada satu manusiapun di dunia ini yang tidak punya nama, bahkan binatang kesayanganpun banyak yang diberi nama yang menyangkut
keberadaan dan pribadi si pemilik nama itu.

(Jawab–1) Nama diberikan untuk membedakan satu pribadi dari lainnya. Tuhan memberi nama Adam dan Hawa, dan Adam diberi tugas untuk memberi nama binatang. Lalu siapakah yang memberi nama Tuhan? Tentunya Tuhan sendiri dan karenanya Tuhan sendirilah yang berhak menentukan apakah nama yang ditujukan kepada-Nya itu diterima atau tidak oleh-Nya dan bukannya hak manusia untuk menentukan hal itu. Dalam Kel.3:14, ketika ditanya El menyatakan diri sebagai ‘Aku adalah Aku’ identitas diri Allah yang lebih utama dari segala nama yang terbatas untuk menyebut-Nya. Kebesaran Allah pencipta tidak bisa dipersempit oleh kekecilan manusia ciptaan. Maka bila nama manusia bisa diubah oleh pemiliknya (ingat saat ganti nama bagi WNI keturunan cina), apalagi Allah yang esa pencipta langit dan bumi serta isinya.

(T–2) Bagi orang yang tidak meneliti Firman dengan baik, akan beranggapan bahwa selama ini tidak ada masalah, atau Tuhan sendiri tidak pernah mempermasalahkan masalah NamaNya, apalagi masalah kekeliruan soal Nama yang dilakukan oleh penerjemah Lembaga Alkitab Indonesia dalam menyediakan Kitab Suci bagi umat Nasrani ini, sudah berlangsung lama di Indonesia dan seolah-olah tidak ada masalah, padahal sangat bermasalah.

(J–2) Justru bila kita meneliti Firman dengan baik, kita akan menyaksikan kebenaran bahwa Allah Bapa tidak keberatan Nama-Nya disebut Kurios (Yahweh/Adonai) dan Theos (El/Elohim/Eloah) dalam Septuaginta (LXX), malah LXX diterjemahkann oleh 72 penatua yang diutus oleh Eliezer, Imam Besar Yahudi, dan tidak ada bukti dalam Alkitab PL & PB bahwa Allah Bapa keberatan akan terjemahan LXX itu. Yesus sendiri menyebut Yahweh sebagai Kurios ketika membaca kitab Yesaya dari LXX (Luk.4:18-19):

“Bagian terbesar kutipan ini berasal dari teks Yes.61:1-2 dari LXX. Merawat orang-orang yang remuk hati, adalah bagian dari sumber peninggalan naskah Lukas yang terbaik, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas berasal dari teks LXX dari Yes.58:6.” (The Interpreters’ Bible, Vol.8,90-91).

Roh Kudus di hari Pentakosta mengadakan mujizat sehingga para Rasul bisa memberitakan Injil dalam bahasa-bahasa pendengar, dan selain bahasa Yunani dimana nama Kurios dan Theos diucapkan juga nama dalam bahasa-bahasa lain yang dimengerti oleh pendengar (Kis.2:4-11).

Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani Koine mengikuti kosakata LXX dimana digunakan nama Kurios dan Theos juga. PB kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Aram Siria (Peshitta, abad-2s/d3) dimana Yahweh/Adonai/Kurios diterjemahkan Marya dan El/Elohim/Eloah/Theos diterjemahkan Elah/Alah/Elaha/Alaha. Kemudian Alkitab PL & PB diterjemahkan  kedalam bahasa-bahasa lain seperti Latin, Inggeris dan lainnya termasuk Arab.

Selama 26 abad (abad-5sM s/d 21M) sejak zaman Ezra/Daniel tidak ada masalah dengan terjemahan itu, dan dalam bahasa Indonesia sejak tahun 1629 terjemahan Alkitab bahasa Indonesia dengan sebutan Tuhan untuk Yahweh/Kurios dan Allah untuk El/Elohim/Eloah/Theos juga tidak mendatangkan masalah. Sejak kehadiran Islam penggunaan nama Allah oleh orang Yahudi, Kristen dan Arab dinegara-negara berbahasa Arab selama 15 abad sampai kini tidak pernah menjadi masalah. Masalah baru timbul belakangan ini ketika sekelompok pengagung nama ‘Yahweh’ memaksakan kehendak mereka menuntut semua nama TUHAN dalam Alkitab LAI diganti Yahweh dan nama Allah diganti karena dianggap nama dewa air/bulan, dan yang menyedihkan kelompok pengagung nama Yahwehlah yang kemudian memprovokasi kalangan fundamentalis Islam agar mendukung langkah mereka untuk melarang umat Kristen menggunakan nama Allah seperti yang terungkap dengan keluarnya Surat Mubaligh yang melarang umat Kristen menggunakan nama Allah, padahal umat Kristen sudah jauh lebih dahulu menggunakan nama itu.

(T–3) Mengenai nama Tuhan, umat Islam berpendapat bahwa nama "Allah" adalah Nama Pribadi, bukan hanya sekedar sebutan dan Allah itu tidak beranak, diperanakkan, tidak pula memperanakkan. Marilah kita perhatikan kasus group band Dewa, mengapa FPI ngotot dengan tuntutannya? Karena mereka mempertahankan Nama Tuhan sesembahannya, yang tidak rela karena menurut FPI telah diperlakukan dengan tidak kudus oleh group band Dewa. Di Malaysia penggunaan nama Allah dalam Alkitab Kristen juga dilarang.

(J–3) Menyedihkan sekali sikap pengagung nama Yahweh yang mencari dalih kelompok fundamentalis Islam untuk menyalahkan umat Kristen dalam penggunaan nama Allah. Sikap ini mendua karena disatu sisi mereka melecehkan nama Allahnya Islam/Arab yang dianggap dewa air/bulan tetapi dipihak lain menggunakan konsep Islam mengenai Allah untuk mengadili konsep Kristen mengenai Allah. Kekeliruan konsep Islam mengenai ‘Allah yang beranak, diperanakkan, dan tidak pula memperanakkan’ seharusnya diluruskan dengan pengertian Kristen mengenai istilah ‘Anak (Allah)’ dan bukan sebaliknya. Fakta sejarah menunjukkan bahwa nama Allah sudah digunakan umat Kristen jauh sebelum ada agama Islam, bahkan sekuno abad-5sM kitab Ezra dan Daniel sudah menggunakan nama Elah/Alah untuk menyebut El/Elohim/Eloah. Nama El/Eloah/Elah/Alah/Ilah adalah sinonim El/Il Semitik yang berbeda dialek. Kata sandang seperti ‘the’ dalam bahasa Inggeris, dalam bahasa Aram disebut ‘ha’ dan diletakkan di belakang (Elaha/Alaha) dan dalam bahasa Arab ditulis ‘al’ dan diletakkan didepan (al-Ilah = Allah). Dalam bahasa Ibrani juga disebut ‘ha’ namun untuk menyebut nama Tuhan tidak lazim digunakan. Di Malaysia memang pernah ada kelompok fundamentalis Islam melarang penggunaaan nama Allah, namun fakta sejarah menunjukkan bahwa pada 1976 di Malaysia diterbitkan Alkitab Perjanjian Baru Bahasa Melayu (BM) dan Perjanjian Lama (1981) dan Alkitab BM lengkap (PL+PB) diterbitkan 1987 oleh ‘The Bible Society of Singapore, Malaysia and Brunei. Kemudian Alkitab BM itu disempurnakan sejak 1990 oleh The Bible Society of Malaysia, PB terbit 1995 dan PL terbit 1996, Alkitab Berita baik BM terbit 1996. Semua Alkitab ini menggunakan nama Allah untuk menerjemahkan El/Elohim/Eloah PL dan Theos PB.

(T–4) Umat Nasrani menyebut "Allah" bermasalah, karena dalam kekristenan ada istilah Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh dan Bunda Allah yang sebenarnya dalam Kitab Suci berbahasa asli, tidak pernah ada istilah itu semua dan Nama "Allah" tidak pernah ada dalam bahasa Ibrani.

(J–4) Perlu disadari bahwa dalam Alkitab Indonesia ada istilah Allah Bapa, Anak (Allah), dan Roh Kudus. Istilah Allah sudah ada dalam Kitab Suci berbahasa asli PL sebagai sinonim El/Elohim/Eloah dengan pengertian Aram. Istilah Allah ada dalam bahasa Ibrani yang terdiri 3 huruf akar kata yaitu Alef-Lamed-He (hla). Dalam PL akar kata itu bisa dimengerti sebagai ‘sumpah’(2Taw.6:22), tetapi itu bukan satu-satunya arti kata itu, sebab Alef-Lamed-He juga menjadi akar kata Elohim/Eloah. Dalam PL, Ezr.4:8 – 6:18;7:12-26 dan Dan.2:4b – 7:28 sekalipun ditulis dalam aksara Ibrani (hla) namun dibaca dalam dialek Aram, dan di situ akar kata Alef-Lamed-He dibaca Elah/Alah dalam dialek Aram. Pada Interlinear Bible dalam PC Study Bible, pada Ezr.5:1;16:4, akar kata Ibrani Alef-Lamed-He itu dibaca dalam dialek Aram sebagai ‘Alaah Yisraeel’ (dalam Ezr.6:21,22 akar kata yang sama dimengerti dalam dialek Ibrani sebagai ‘Elohe Yisraeel’), dan pada 6:9,10 & 7:21,23 dibaca ‘Alaah Shamaaya’ (Allah semesta langit)! Pada Dan.6:5 (ayat 6 dalam Alkitab LAI-TB), akar kata itu juga dibaca ‘Alaah’ dalam dialek Aram yang menunjuk pada ‘El’ Daniel. Dalam Dan.2:19,14 akar kata itu dibaca ‘Elah (Shamaya)’, dalam Dan.2:20 akar kata itu dibaca ‘Elaha,’ dan dalam Dan.2:47 dua akar kata di ayat itu dibaca ‘Elaha’ dan ‘Elah.’

(T–5) Lembaga Alkitab Indonesia kurang tepat dalam menyajikan Kitab Suci bagi umat Nasrani, yaitu
telah menerjemahkan "Nama Pribadi" menjadi "Sebutan", dan itu telah berlangsung cukup lama, sehingga menimbulkan kerancuan dan menyebabkan umat Nasrani di Indonesia banyak yang "tidak mengenal" nama Tuhannya sendiri dan akhirnya menimbulkan kontradiksi antara ayat satu dengan yang lainnya. Kata Tuhan itu merupakan sebutan dan kata Allah itu nama diri sesembahannya umat Islam. Terjemahan LAI tidak bebas dari kesalahan terbukti bahwa telah berkali-kali direvisi.

(J–5) Lembaga Alkitab Indonesia tepat dalam penerjemahan, yaitu sesuai yang dimaksudkan oleh penulis Alkitab. Kita harus sadar bahwa sekalipun jelas nama Yahweh adalah nama diri, Nama El/Elohim/Eloah bisa juga sebagai nama diri. Umumnya El dimaksud sebagai nama diri (band. El Elohe Yisrael dalam Kej.33:20 dengan Yahweh Elohe Yisrael dalam Kel.32:27;Yos.8:30), tetapi El juga dimengerti sebagai nama sebutan. Sekalipun Elohim lebih banyak dipakai sebagai sebutan dalam bentuk jamak, Elohim juga sewaktu-waktu dipakai sebagai nama diri Tuhan, sedangkan Eloah adalah bentuk tunggalnya Elohim. Penerjemahan LAI justru tepat menerjemahkan Kej.33:20 sebagai ‘Allah Israel adalah Allah’ (Allah pertama menunjuk sebutan sesembahan Israel sedangkan Allah kedua adalah nama diri sesembahan itu).

Justru penerjemahan pengagung nama Yahweh rancu. Bayangkan ‘El Elohe Israel’ (Kej.33:20) diterjemahkan ‘Eloim Israel adalah Eloim’ (Kitab Suci Torat dan Injil) dengan pengertian ‘eloim’ itu sebutan bukan nama diri! Dalam Kitab Suci Umat Perjanjian Tuhan diterjemahkan ‘Yang Mahatinggi, Tuhannya Israel.’ (El nama diri diterjemahkan Yang Maha Tinggi dan Elohe diterjemahkan Tuhannya). Kalau KSTI rancu karena mendikotomikan Yahweh dengan El/Elohim/Eloah, maka KSUPT yang juga mendikotomikan keduanya rancu karena Adonai disebut Tuhan dan El/Elohim/Eloah juga diterjemahkan Tuhan (Dalam Kej.18:27,30,31,32, Adonai diterjemahkan Tuhan). LAI, mendasarkan diri pada pernyataan Alkitab bahwa El sinonim Yahweh maka ada kasus-kasus khusus dimana keduanya dipertukarkan untuk memperjelas, misalnya ‘Yahwe, Adonai’ diterjemahkan ‘TUHAN, Tuhan’ (Yos.3:13). Sekalipun Adonai merupakan sebutan, tetapi untuk menghindari pengulangan kalau keduanya disatukan, maka ‘Adonai Yahweh’ diterjemahkan sebagai Tuhan ALLAH (Yeh.7:2) dan ‘Yah Yahweh’ sebagai TUHAN ALLAH (Yes.12:12). Adakalanya ‘Adonai’ (Tuhan) menggantikan nama diri Yahweh (Yes.6:1,8; Mi.4:13; Za.4:14;6:5), penggantian mana dapat dimaklumi karena dalam penulisan dan penyalinan Kitab Suci sesudah pembuangan nama diri Yahweh banyak diganti Adonai tetapi sebelum Musa nama diri El banyak diganti Yahweh. Anggapan bahwa istilah ‘Tuhan’ adalah sebutan dan ‘Allah’ itu nama diri Tuhannya Islam, adalah pembatasan sempit karena keterbatasan nalar para pengagung nama Yahweh sendiri. Kita seharusnya bisa membuka diri dan keluar dari benteng-benteng pertahanan kita agar mengerti bahwa pengertian secara bahasa lebih luas daripada pembatasan kita seperti pengertian El/Elohim/Eloah di atas. Bahwa terjemahan LAI tidak bebas dari kesalahan dan direvisi dapat dimaklumi karena pengertian bahasa itu berkembang, justru menyedihkan kalau pengagung nama Yahweh menjiplak apa yang dianggapnya ‘salah’ dengan hanya mengganti nama-nama tertentu dalam Alkitab dan kemudian menganggap Kitab Suci jiplakan (KSTI dan KSUPT) sebagai satu-satunya yang ‘benar’ (KSTI dan KSUPT dalam banyak hal berbeda sekalipun mengacu pada terjemahan LAI yang sama).

Kita bersyukur dengan kehadiran Lembaga Alkitab Indonesia yang telah menjadi berkat dan menyampaikan firman Tuhan kepada orang Indonesia sehingga banyak yang bertobat dan memasuki hidup penuh kedamaian, kesejahteraan, dan kasih. Mempelajari firman Tuhan dari terjemahan LAI sudah terbukti menjadi berkat bagi banyak orang daripada terjemahan-terjemahan jiplakan yang menghasilkan perbantahan yang entah para pembacanya mau dibawa kemana.

(T–6) Tetapi, bagaimana dengan ayat-ayat yang menyebut: “Inilah Namaku untuk selama-lamanya” (Kel.3:15); ucapan berkat: "Pertolongan kita adalah dalam nama YAHWEH" (Mzm.124:8); "Aku ini YAHWEH, itulah nama-Ku" (Yes.42:8); dan "NamaKu YAHWEH" (Yer.16:21)?

(J–6) Orang yang terpelajar seharusnya tidak membaca ayat-ayat secara harfiah dan textual yang dicomot dari konteksnya, ini merupakan kebiasaan para pengagung nama Yahweh termasuk tulisan Robert Morey yang menghasilkan kesimpulan yang tidak sesuai dengan yang dimaksudkan oleh penulis yang tulisannya di kutip sepotong itu. Kita harus sadar bahwa sekalipun ada ayat-ayat yang berbunyi seperti di atas, fakta menunjukkan bahwa sebelum Musa hanya nama El yang dikenal dan baru pada masa Musa nama Yahweh diperkenalkan (Kel.6:1-2, lihat artikel ‘Nama Allah’ sebelumnya). Sekalipun nama Yahweh sudah diperkenalkan, nama El juga masih tetap digunakan dalam PL sesudah Musa. Dalam kitab Ayub, 50 kali El digunakan sebagai nama diri, dalam Mzm.43-83, lima belas kali El disebut sebagai nama diri, dan dalam Mzm.78, enam kali El disebut sebagai nama diri untuk menyebut Yahweh. Dengan meningkatnya kepercayaan akan kesucian nama Yahweh yang tidak boleh disebut sembarangan selama pembuangan di Babel, penggunaan nama ‘El’ sebagai nama diri Tuhan meningkat kembali. Sesudah pembuangan di Babel, ‘El’ masih tetap dipakai sebagai nama diri bahkan dalam kaitan keesaan, seperti dalam kitab Yesaya (40:18;43:10-12;45:14). Pada abad-3-2sM, Tenakh diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dimana Yahweh diterjemahkan menjadi Kurios dan El/Elohim/Eloah diterjemahkan menjadi Theos. Tidak ada bukti ayat PL maupun PB yang menunjukkan bahwa Allah Bapa marah atas penerjemahan itu, bahkan Yesus membaca Luk.4:18-19 dari Septuaginta, demikian juga di hari Pentakosta Roh Kudus sendiri mengilhami para Rasul sehingga mereka dapat berkotbah dalam bahasa-bahasa pendengar maka tentulah nama Yahweh/Kurios dan El/Theos diucapkan dalam bahasa-bahasa pendengar juga (lihat (J-2)). Maka kalau Allah Bapa, Anak (Allah) dan Roh Kudus sendiri merestui penerjemahan nama mereka, ayat-ayat mengenai nama Yahweh yang dipertanyakan tentulah memiliki pengertian bahwa yang dikehendaki Allah bukan pengucapan huruf-huruf nama itu yang penting tetapi hakekat atau apa yang tersirat dalam nama itu yang kekal dan mulia. Kalau Allah sendiri tidak berkeberatan namanya diterjemahkan asalkan tetap digunakan dalam konteks hakekat yang dikandungnya, maka kita tidak perlu dibingungkan oleh mereka yang seakan-akan yang memberi dan memiliki Nama itu dan merasa bahwa merekalah satu-satunya yang berhak mengatas-namakan Nama itu.

Salam kasih dari Redaksi www.yabina.org


Form untuk mengirim pertanyaan