Diskusi Desember 2006
Form untuk mengirim pertanyaan
HIPNOTISME Artikel ‘Hipnotisme’ ternyata mendapat banyak sambutan positif karena bisa dijadikan cermin bagi banyak orang, namun ada juga beberapa tanggapan yang diajukan. Berikut diskusinya: (Tanggapan-1) Apakah sebagai orang kristen yang lahir baru, kita masih dapat dihipnotis ? bukankah Roh Kudus bertahta di hati setiap orang yang lahir baru. Pertanyaan ini bukan untuk menghakimi bahwa orang yang terhipnotis berarti belum lahir baru tetapi secara logika saya berpikir 'mestinya tidak bisa', kalau kita renungkan Maz 91, disana jelas bagi orang yang dalam perlindungan Allah akan dijagaNya. (T-2) Dalam artikel Hipnotis ada disinggung bahwa ada KKR yang menggunakan tehnik hipnotis, apakah itu berarti praktek KKR itu Hipnotis? (J-2) Yang tepat, ada pendeta/panitia tertentu dalam KKR menggunakan tehnik-tehnik hipnose massa baik sadar maupun tidak, jadi tidak otomatis semua KKR itu medan hipnotisme, jadi jangan digeneralisasikan. Ciri-cirinya biasa menekankan ruangan dengan tehnik cahaya yang mempengaruhi jiwa (Psychedelic), band dengan sound systemnya yang hingar bingar, dan kotbah dan kesaksian berapi-api yang penuh sugesti, misalnya bahwa 'mereka yang percaya pasti sembuh' dan 'kita semua bisa menjadi kaya.' Dan petunjuk lainnya yang bisa dilihat adalah apakah sesudah KKR itu peserta ‘yang dianggap sembuh benar-benar sembuh’ atau ‘yang mempersembahkan banyak uang ke kantong kolekte itu benar-benar dengan sukarela atau merasa tidak sadar sudah memberikan persembahan sebesar itu.’ (T-3) Apakah semua acara motivational speaker itu hipnotis? Dan bagaimana dengan pidato yang membangkitkan semangat seperti Soekarno dulu, apakah juga menghipnotis? (J-3) Tidak semua motivational speaker itu menggunakan tehnik hipnotis, banyak yang biasa-biasa saja, jadi kembali jangan digenarilisir. Namun, pada kelompok yang disebut ‘Large Group Awareness Training’ (LGAT) ada kecenderungan diajarkan dan digunakan tehnik-tehnik hipnose massa. ‘American Psychological Association’ (APA) banyak menyorot praktek-praktek demikian yang telah banyak mendatangkan korban, yang cenderung menjalankan pencucian otak (brainwashing), bujuk rayu yang memaksa (coercive persuasion), dan indoktrinasi. APA membentuk satuan tugas dengan nama Task Force on Behaviour Modification yang dalam laporan 'Task Force on Deceptive and Indirect Techniques of Persuasion and Control' (9 November 1986) menyimpulkan: "Most of the nationally known LGATs and a burgeoning, but as yet undetermined number, of take offs on them are using powerful psychological techniques of stripping individuals of their psychological defenses, inducing behavioural regression, and promoting regressive modes of reasoning." Sukarno dengan kharismanya sebagai orator ulung dalam pidato masalnya memang cenderung menghasilkan hipnose massa sehingga tanpa berfikir panjang para pendengarnya ikut 'mengganyang Malaysia', 'hancurkan Nekolin', bahkan 'tinggalkan PBB.' Dan setelah sadar dikemudian hari orang-orang baru tahu bahwa mereka sebenarnya telah terpedaya sang orator itu (passive hypnosis). (T-4) Kalau dibaca dengan teliti, laporan task-force APA yang dikutip tidak bicara soal hipnosis dalam pengertian psikoterapi yg justru disepakati oleh APA. di bagian lain di laporan itu ditunjukkan bahwa dalam skala "mode of influence", hipnosis berada di kategori "advisory/therapeutic" dan "persuasive/manipulative". jadi, hemat saya, dia di border line, bisa dipakai untuk terapi namun juga bisa untuk manipulasi. tapi hipnosis tidak ada di kategori "controlling/destructive" yg mencakup di dalamnya LGAT. http://www.rickross.com/reference/apologist/apologist23.html (J-4) LGAT yang terkenal dengan coercive persuasion & controlnya dalam laporan itu termasuk dalam kategori 'persuasive/manipulative' dan juga 'controlling/destructive.' Dan sekalipun tidak secara explisit dimasukkan kedalam kategori 'controlling destructive' beberapa butir kategori ini sebenarnya termasuk hypnosis. Dalam LGAT terlihat praktek ini. Karen (Self Magazine, Feb. 1993) melaporkan bahwa ketika mengikuti human potential training, ia dilatih trans-induction, guided imagery, dan hypnotic exercises. 'Mind Dynamics' perintis human potential training menggunakan tehnik self hypnosis. 'EST' salah satu LGAT lainnya melanjutkan hal itu dan terpengaruh ahli hipnotis Maxwell Malts mempraktekkan hipnotisme dalam trainingnya. Dalam studi doktoral Charles Wayne Demion mengenai 'Forum' disebutkan dipakainya tehnik hypnotic suggestions. Yang jelas LGAT menjalankan 'Brainwashing' yang menurut Ensyclopaedia Britannica (2006) disebut “also called Coercive Persuasion, systematic effort to persuade nonbelievers to accept a certain allegiance, command, or doctrine. A colloquial term, it is more generally applied to any technique designed to manipulate human thought or action against the desire, will, or knowledge of the individual.” (T-5) Kalau situs APA kita baca, di sana hipnosis sungguh-sungguh diakui sebagai prosedur terapi klinis. ini tak terbantahkan. http://www.apa.org/releases/hypnosis.html http://www.psychologymatters.org/hypnosis_pain.html (J-5) Memang tehnik Hypnosis diakui sebagai prosedur terapi klinis oleh APA, tapi pengertiannya terbatas yaitu 'yang dipraktekkan health professional or researcher' dan ditekankan bahwa “However, it may not be useful for all psychological and/or medical problems of for all patients or clients. The decision to use hypnosis as an adjunct to treatment should only be made in consultation with a qualified health care provider who has been trained in the use and limitations of clinical hypnosis.” Ini bisa dibilang praktek hipnotis formal dan klinis yang diawasi, yang menjadi masalah adalah bagian besar praktek hypnotis justru terjadi diluar batasan itu termasuk yang secara redaksional mungkin tidak dikategorikan dalam hypnosis, adanya pembatasan demikian menunjukkan adanya bahaya praktek Hypnosis yang keliru dalam therapeutic hypnosis. (T-6) APA memiliki divisi khusus (division 30) yg berkonsentrasi pada urusan hipnosis. http://www.apa.org/divisions/div30/ (J-6) 'Division 30 : Psychological Hypnosis' memang ditujukan mengembangkan clinical application of Hypnosis. Namun perlu disadari bahwa APA memiliki keanggotaan lebih dari 60 ribu psikolog, dan tidak semuanya sepakat dalam hal yang disepakati organisasi. Dulu APA menganggap perilaku Gay sebagai penyakit tapi kemudian dengan semangat permissive menganggapnya sebagai perilaku normal. Sekalipun begitu tidak semua psikolog yang bergabung di APA menyetujuinya, maka bila ada seorang teolog/psikolog yang mendalami Okultisme (Kurt Koch) kemudian berdasarkan pengalaman konselingnya menasehati umat agar menjauhi praktek Hipnotis, itu nasehat yang perlu diperhatikan. (T-7) Laporan task force yang dikutip ternyata sudah ditolak oleh para ahli sebagai unacceptable, bahkan oleh dewan tanggungjawab sosial dan etis untuk psikologi di APA sendiri. alasannya beberapa termasuk lemahnya bukti saintifik. http://www.apa.org/monitor/nov02/cults.html (J-7) Dalam usaha untuk menafikan laporan APA kelihatannya situs rujukannya tidak tepat. Paragraf yang menceritakan penolakan atas laporan APA Task Force dalam situs sebenarnya hanya ilustrasi pelengkap yang berlawanan dengan isi artikel secara keseluruhan. Artikel Monitor yang ditulis tanggal 10 November 2002 yang dilaporkan Mellissa Dittman itu sebenarnya adalah laporan Panelis salah satu sesi dalam konvensi APA yang mendukung semangat APA Task Force sebelumnya yang meminta APA “to form a task force to investigate mind control among destructive cults,” jadi harus dilihat dari konteks keseluruhan artikel. Paragraf yang dimaksudkan berada dibawah subjudul 'A legitimate field of study' untuk menjelaskan bagaimana sikap pimpinan APA sebelumnya yang menganggap hasil Task Force itu tidak legitimate dan unscientific, namun paragraf itu langsung dilanjutkan dengan paragraf baru yang diawali kalimat “But Schefflin maintains that for the last 100 years society has been given clear signals that this is a legitimate field of study, and psychology needs an organized response.” Kalimat ini disusul kenyataan adanya hypnosis yang digunakan untuk menanamkan ingatan palsu dalam pikiran, dan selanjutnya artikel itu diteruskan dengan data-data malpraktek mind control lainnya. Ada baiknya semangat penolakan BSERP (Board of Social & Ethical Responsibility) dilihat juga dalam konteks sejarahnya yang lebih luas. Pada tahun 1983, dengan maraknya praktek Cult dan LGAT (Large Group Awareness Training) di Amerika Serikat, BSERP membentuk Planning Comittee menghadapi penggunaan 'Coercive Psychological Techniques.' Ide ini menghasilkan proposal 'Task Force on Coercice Psychological Techniques' (12 Juli 1983), khususnya menyorot tehnik indoktrinasi, brainwashing, dan coercive persuasion and control.' Task Force diketuai Dr. Margaret Singer dan menyelesaikan pekerjaan itu dan menyerahkan 'Report of the Task Force on Deceptive and Indirect Techniques of Persuasion and Control' (November 1986, 22 hlm). Laporan ini cukup lengkap dan ilmiah dengan banyak rujukan dan menyorot terutama praktek Scientology dan Unification Church, dan beberapa LGAT a.l. Leadership Dynamics Institute, Holiday Magic Cosmetics, Mind Dynamics, Est, Lifespring, dan Actualizations. Menanggapi laporan ini, BSERP menulis Memorandum (29 Desember 1986) yang menyatakan bahwa “For the most part, it was a good report.” Namun karena kandungannya yang penting laporan itu akan dipelajari oleh independent reviewer. Sementara dengan itu Dr. Margaret Singer dan psikiater Dr. Samuel Benson menjadi saksi ahli dipihak David Molko ex. anggota yang menuntut ganti rugi dari Unification Church atas manipulasi kejiwaan yang ia terima. Kejadian ini membuat polarisasi ditubuh APA sebab rupanya banyak anggota APA yang bekerja mendukung Cults dan LGATs dan tidak mustahil ada permainan politik Unification Church yang rich & powerful itu. Tiba-tiba APA menjadi Amicus Curiae (saksi ahli) yang memihak terdakwa UC dan dalam laporan setebal 39 halaman manafikan keabsahan ilmiah argumentasi Dr. Margaret Singer dkk. (10 Februari 1987). Kecurigaan adanya permainan politik tidak bisa disangkal karena pada saat APA baru mempelajari laporan Task Force yang diketuai Singer tiba-tiba APA mengeluarkan bantahan terhadap argumentasi Singer dalam sidang menghadapi Unification Church di Pengadilan Tinggi California. Rupanya pergulatan antara yang pro dan kontra ditubuh APA sama kuat, sebab tanpa alasan jelas, kembali tiba-tiba APA menarik diri sebagai Amicus Cureae dari pengadilan (27 Maret, 1987) dengan alasan bahwa APA merasa masih prematur untuk memberi kesimpulan mengenai kasus itu dan tidak ingin berpihak. Pada 11 Mei 1987, BSERP menolak laporan APA Task Force dan menyebutnya tidak bisa diterima dan tidak saintifik. Kandungan pertimbangan politik terlihat jelas karena laporan yang dibuat anggota APA sendiri yang 5 bulan sebelumnya dianggap sebagai “For the most part, it was a good report,” tiba-tiba saja ditolak dan dianggap ‘unacceptable & unscientific’ berdasarkan pertimbangan dari 2 orang konsultan non-APA. Walaupun secara organisatoris Report on APA Task Force itu ditolak pimpinan organisasi, masyarakat ahli pendidikan malah menyebar luaskannya. Pada tahun 1992 'Group of Research and Information on the Sect' memberikan ulasan lengkap mengenai kasus ini dan memperkenalkan kepada umum. Pada Konvensi APA di tahun 2002 isu ini kembali mencuat dimana dalam konvensi itu diundang juga Dr. Margaret Singer ketua APA Task Force dan sesi konvensi itu mengusulkan “to form a task force to investigate mind control among destructive cults,” yang senada dengan APA Task Force yang ditolak dulu. Di tahun 2006, setelah 20 tahun Report of APA Task Force masih disebarluaskan oleh beberapa badan seperti Rick A. Ross Institute, CESNUR, AFF Cult Information Line, dan lainnya. Jadi, secara formal memang Report of APA Task Force itu ditolak dan dianggap tidak bisa diterima dan tidak saintifik, tetapi secara informal terus bertahan sebagai karya saintifik yang diterima kalangan pendidik di Amerika dan di seluruh dunia, ini menunjukkan bahwa isinya tetap relevan dan mengandung kebenaran.
|