Diskusi Desember_ 2008

Form untuk mengirim pertanyaan



GAY DAN LESBI
 

 

Renungan ‘Homoseksualitas’ dan Artikel ‘Gay dan Lesbi’ mendapat beberapa tanggapan, berikut dikusinya:

(Tanggapan 1)

Dalam Renungan berjudul ‘Homoseksualitas’ disebutkan bahwa Ryan memutilasi korban-korbannya, yang benar itu pembunuhan biasa dan bukan mutilasi.

(Diskusi 1)

Terima kasih untuk koreksinya. Memang benar kalau ‘mutilasi’ dimengerti sebagai pembunuhan yang disertai memotong-motong korban pembunuhan, maka Ryan secara umum tidak begitu, namun ada korban Ryan yang dimutalisasi diakuinya di persidangan. Ryan biasa dikaitkan dengan beberapa pembunuhan dengan peristiwa mutilasi antar pelaku homoseksual diberbagai daerah yang terjadi pada kurun tahun 2008 yang sama. Rupanya mass-media di Indonesia kemudian menggenaralisasikan pembunuhan Ryan (yang beberapa diantaranya melibatkan pasangan homoseksualnya) dengan kasus-kasus pembunuhan dengan mutilasi yang melibatkan pasangan sejenis itu. Dalam buku ‘The Ensyclopedia of Serial Killers’ oleh Michael Newton, disebutkan:

“Pembunuh homoseksual jelas tidak memonopoli kejahatan., tetapi adalah benar bahwa kejahatan mereka sering menunjukkan pembunuhan yang ekstrim (over-kill) dan mutilasi … Sebagai imbangan, adalah jujur untuk mengatakan bila homoseksual terkadang menjadi korban pembunuhan dari mereka yang ‘anti homoseksual,’ namun mereka lebih mungkin dibunuh oleh pelaku homoseksual yang lain daripada pembunuhan acak kejahatan karena kebencian.”

(T-2)

Bukankah kasus Sodom dan Gomora menunjukkan dosa ketidak ramahan terhadap tamu (in-hospitality) daripada homoseksualitas, dan istilah ‘dipakai’ tidak harus menunjuk pada hubungan sejenis?

(D-2)

Kasus Sodom dan Gomora (Kej. 19) kalau dibaca konteksnya dari beberapa bagian Alkitab jelas menunjuk bahwa mereka memang tidak ramah menghadapi tamu dan ketidak ramahan mereka itu terkenal dalam bentuk dosa-dosa seksual terutama homoseksual dan biseksual, bahkan Lot sendiri tidak lepas dari salah satu bentuk dosa seksual yaitu ‘incest’ dimana ia bersenggama dengan kedua putrinya dan menghasilkan keturunan Moab dan Amon (ay. 30-38). Dalam Surat Yudas disebutkan:

“sama dengan Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai (1:7) peringatan kepada semua orang.” 

Kasus yang mirip bisa kita jumpai dalam peristiwa di Gibea dimana tamu itu ‘akan dipakai’ oleh orang Gibea (Hak. 19), namun karena ditolak maka isteri tamu itu diperkosa beramai-ramai, ini gejala biseksual dimana orang Gibea bisa melakukan hubungan homo dengan sesama jenis sekaligus dengan heteroseksual (bisexual).

(T-3)

Bukankah American Psychiatrist Association (APA) di Amerika Serikat sebagai badan ikatan ilmuwan kejiwaan sudah menganggap bahwa homoseksualitas bukan penyakit jiwa jadi harus diterima sebagai kewajaran yang tidak diubah?

(D-3)

APA memang merupakan ikatan ilmuwan kejiwaan, namun itu tidak berarti bahwa pandangan mereka itu mutlak merupakan kebenaran yang harus diikuti. Fakta menunjukkan bahwa pandangan APA sendiri berubah-ubah. Sebelumnya APA menyebut ‘homoseksualitas sebagai penyakit jiwa,’ kemudian pada tahun 1973, pandangan itu berubah menjadi ‘homoseksualitas bukan penyakit jiwa dan bersifat tetap dan tidak bisa diubah.’ Namun, pada tahun 2002, APA berpendapat bahwa ‘Perilaku homoseksual itu berkembang sepanjang waktu.’ Pandangan yang berubah-ubah tentu tidak bisa dijadikan tolok-ukur kebenaran. Umat Kristen memiliki kitab suci yaitu Alkitab yang dijadikan sebagai tolak ukur (canon) hal-hal yang menyangkut pengajaran dan etika bagi umat Kristen, maka umat Kristen harus lebih banyak dengar-dengaran akan Firman Tuhan daripada pandangan manusia, apalagi APA tidak sepenuhnya berfikir secara ilmiah, tetapi APA juga mencerminkan faham kepercayaan yang sering berseberangan dengan apa yang diajarkan dalam Alkitab.

(T-4)

Bukankah sebaiknya keingin melakukan hubungan homoseksual dan biseksual diserahkan kepada masing-masing individu secara bebas (free choice), mengapa harus diatur? Bukankah di negara-negara yang membebaskan hubungan homoseksual kasus-kasus pembunuhan dan mutilasi yang melibatkan homoseksual tidak banyak dilaporkan?

(D-4)

Masyarakat membutuhkan tatanan hukum dan tradisi yang mangatur hubungan antar anggota masyarakat itu. Masalah hubungan sejenis bukan hanya merupakan dosa pribadi yang harus dipertanggungjawabkan secara pribadi kepada Tuhan dan masyarakat, tetapi berhubungan dengan berbagai dosa sosial lainnya yang kompleks. Membiarkan hubungan homoseksualiatas berarti kita membiarkan perzinahan berlaku dengan bebas dalam masyarakat, karena pernkahan monogami ditolak, dan membiarkan Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV-AIDS menyebar dengan bebas di masyarakat. Dalam Journal of Sex Research, Dr. Hewitt mengatakan:

“kebebasan Gay (Gay Liberation) ditahun 1970-an diiringi dengan meledaknya seksualitas gay, terutama dikota-kota toleran seperti New York dan San Francisco dimana terdapat konsentrasi para gay. Direktor New York City Departement of Health menggambarkan situasinya sebagai berikut: “Dari laporan-laporan mereka sendiri, banyak laki-laki memiliki jumlah pasangan seks yang banyak setiap tahun, sering sejumlah ratusan bahkan ribuan. Hingar-bingar perjumpaan seks secara kebetulan dan tanpa mengenal diri pasangannya menyebar luas di kalangan laki-laki homoseksual dan bisexual. Pemandian umum, kamar-kamar dibelakang bar dan klub,  dan tempat-tempat penjualan buku erotika dan sinema ‘hubungan seksual instan menjadi umum’ … praktek-praktek demikian diiringi dengan angka tinggi secara ekstrim penyakit-penyakit menular seksual  dan membuka penyebaran HIV yang timbul di akhir tahun 1970-an. Angka-angka penyakit gonorhoe dubur dan mulut dikalangan laki-laki membumbung tinggi.”

Kasus mirip tergambar dalam kehidupan Alfred Kinsey, ikon peneliti seks yang dua karyanya terkenal berjudul ‘Sexual Behaviour in Human Male’ dan ‘Sexual Behaviour in Human Female’ dimana ia menceritakan bahwa karena pandangan seksualitasnya yang terbuka, ia memperkenankan asistennya berhubungan seks dengan isterinya diranjang perkawinannya, dan ia tidak bisa menolak ketika sang asisten mengajaknya berhubungan homo dengannya. Tentu perilaku seksual dalam masyarakat demikian tidak bisa diterima dalam masyarakat tradisional dan agama di Indonesia.

Adalah tidak benar bila dikatakan bahwa dinegara-negara yang membiarkan perilaku homoseksual kenyataan terjadinya perilaku kejahatan yang berkaitan dengan perilaku homoseksual berkurang. Penelitian juga menunjukkan bahwa ketika homoseksualiats dilarang, kasus-kasus pembunuhan yang berhubungan dengan perilaku homoseksual mendapat sorotan mass-media, namun ketika hubungan homoseksual dan biseksual menjadi bebas dan tidak dilarang, maka pembunuhan yang berkaitan dengan perilaku itu sekalipun banyak terjadi tidak lagi disebutkan dalam kaitan homoseksualitas karena dianggap diskriminasi seks, seseorang bisa dituntut di depan pengadilan bila berani menyebut kaitan itu. Jadi fakta sebenarnya tersembunyi di balik kebebasan demikian.

(T-5)

Bagaimana dampaknya bila gereja membuka diri terhadap hubungan homoseksual dan bisexual, dan bahkan kalau pendetanya sendiri melakukan hubungan sejenis?

(D-5)

Bila gereja membuka diri terhadap hubungan homoseksual, baik gay maupun lesbi, maka itu berarti ia harus menutup mata bila perzinahan instan yang mengiringi perilaku homoseksual juga menyebar dipraktekkan di kalangan jemaatnya, dan ini juga berarti harus menutup mata terhadap kemungkinan gereja ikut menyebar-luaskan penyakit menular seksual terutama HIV-AIDS.. Kalau pendetanya sendiri diizinkan melakukan hubungan sejenis (homoseksualitas) maupun juga dengan antar jenis (bisexual), jemaat harus siap kalau sewaktu-waktu si pendeta tertarik dan berkencan seks dengan suami jemaat atau bahkan dengan isteri jemaat bila ia pelaku bisexual.

  

Salam kasih dari Sekertari www.yabina.org


 


Form untuk mengirim pertanyaan | Diskusi Sebelumnya