Diskusi Januari 2010

Form untuk mengirim pertanyaan



JANGAN MENYEBUT YHWH SEMBARANGAN
 

 

 

 

Artikel ‘S07 – Jangan Menyebut YHWH Sembarangan’ (SaksibagiKristus dalam www.yabina.org) mendapat banyak apresiasi dan bahkan ada yang meminta untuk dimuat di tabloid Kristen. Dibalik itu ada beberapa tanggapan masuk yang diskusinya adalah sebagai berikut:

(Tanggapan-1) Tidak benar bahwa nama Yahweh baru dikenal Musa, sebab dalam Kej.4:26 sudah disebut bahwa: “Waktu itulah orang mulai memanggil nama YHWH” (Kej.4:26). Mengenai Keluaran 6:1-2 seharusnya kalimat itu diberi ‘tanda-tanya’ karena orang Israel pada masa kitab Kejadian sudah mengenal nama YHWH hanya mereka lupa jadi ditanyakan lagi!

(Diskusi-1) Dalam Keluaran 6:1-2 dengan jelas disebutkan: “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: "Akulah TUHAN. Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai El Shadday, tetapi dengan nama-Ku YHWH Aku belum menyatakan diri”.” Sebenarnya penjelasan mengenai adanya nama YHWH dalam kitab Kejadian sudah cukup jelas ditulis dalam artikel. Dalam kitab Kejadian saja ‘Nama Itu’ oleh penulis Kejadian yang ditulis sesudah Musa, ditulis 145 kali sampai dengan wejangan Yakub sebelum meninggal agar didengar oleh anak-anaknya (Kej.49:18)! Maka kalau benar aslinya nama YHWH sudah ada dalam kitab Kejadian mungkinkah nama yang begitu agung dan menggetarkan itu bisa dilupakan begitu saja? Banyak ayat dalam artikel juga menunjukkan langsung bahwa YHWH berasal dari Sinai / Mesir (Ul.33:2; Hak.5:4-5; Mzm.68:5,9; Hos.13:4; Yes.43:3; Yeh.20:5-6; Am.2:10-11).

(T-2) Didalam Alkitab LAI terdapat kamus yang menulis bahwa "TUHAN adalah salinan nama Allah bangsa Israel yaitu YAHWEH, apa maksudnya?

(D-2) Maksudnya sudah dijelaskan dalam artikel, namun untuk memperjelas dapat disebutkan lagi bahwa “Karena Ejaan YHWH sudah tidak diketahui, dan agar tidak mengucapkan nama itu dengan sembarangan” umat Yahudi tidak lagi menyebutkannya melainkan membacanya dengan ejaan pengganti penghormatan Adonai.’ Kata pengganti Adonai untuk YHWH inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi ‘Kurios’ dalam Septuaginta/LXX Yunani, LORD dalam Bible, dan TUHAN dalam Alkitab (LAI).

(T-3) Apakah kata ‘jangan menyebut YHWH dengan sembarangan,’ berati tidak boleh menyebutnya sama sekali, walau penyebutannya dilakukan dalam suatu Ibadah (sopan, santun, hormat, hhusuk)?, lalu bagaimana dengan Gereja Kristen Jawa yang masih menyebut Gusti Yehuwah juga Gereja Batak yang masih menyebut Yahoba debata dalam ibadahnya, yang alkitabnya juga terbitan LAI?

(D-3) Alkitab tidak melarang, yang dilarang adalah menyebutkan dengan sembarangan. Baik umat Yahudi maupun Kristen merasa lebih baik memanggilnya dengan sebutan penghormatan pengganti ‘Adonai’ (Kurios/LORD/TUHAN) daripada menyebutnya dengan ejaan yang mungkin salah. Dalam bahasa Jawa, ‘Gusti’ itu artinya sama dengan adonai, sedangkan dalam bahasa Batak Debata itu artinya sama seperti elohim bahasa Ibrani (Dalam Tanakh, kata elohim ditujukan YHWH tetapi kata itu juga dipakai menunjuk dewa tergantung konteksnya).

(T-4) Jika YHWH dilafalkan YAHWEH/YEHUWAH/JEHOVA atau apapun benar benar nama TUHAN, apa konsekwensi secara Iman jika kita melarang orang untuk tidak menyebut.

(D-4) Yang dilarang dalam Hukum ke-3 bukan menyebut nama itu melainkan ‘menyebut dengan sembarangan,’ dan justru daripada salah, maka umat Yahudi tidak mengucapkan YHWH melainkan dengan ucapan pengganti ‘Adonai’ sebagai penghormatam, yang diterjemahkan LXX sebagai ‘Kurios’ dan oleh umat Kristen diterjemahkan LORD dalam Bible dan TUHAN dalam Alkitab. Sebaliknya SNM-lah yang menyalahkan yang tidak menyebut tetragrammaton. Kitab Suci Umat Perjanjian Tuhan (2002, terjemahan LAI yang dibongkar-pasang) dalam Prakatanya menyalahkan Rabi Yahudi yang mengganti tetragrammaton dengan ucapan pengganti ‘Adonai,’ LXX yang menerjemahkannya dengan ‘Kurios,’ dan ‘PB’ dan terjemahannya dalam bahasa lain (termasuk TUHAN dalam Alkitab). Karena itu kita perlu mendoakan mereka agar berhati-hati kalau menyebutkan secara sembarangan, jangan-jangan salah dalam mengejanya. (Bandingkan dengan singkatan SBY, bisa ‘SeBaYa [seumur], ‘SiBuYa [nama family Sumatera], ‘SuBaYu [angin indah], ‘SiBayu’ [si angin], atau ‘SiBaYi [baby]. Daripada tidak tahu kepanjangannya dan salah mengejanya, lebih baik menyebut SBY dengan panggilan kehormatan ‘pak Presiden saja).

(T-5) Secara prinsipiil saya setuju dengan pemaparan Yabina. Dalam pada itu saya sekadar memberikan satu catatan. Saya kurang sependapat bila dikatakan bahwa Yesus menggunakan LXX, versi Yunani Kitab Suci Ibrani (Tenakh / PL). Setahu saya, LXX terutama beredar di kalangan Hellenistic/Diasporic Jews, yang berkepentingan dengan terjemahan Yunani Kitab Suci karena sudah asing dengan bahasa asli Alkitab. Sedangkan Tenakh digunakan di kalangan Palestinian Jews. Karena Yesus dari Nazaret seorang Palestinian Jew, lebih masuk akal bila Dia menggunakan Tenakh alih-alih LXX. Ini terindikasi dalam Mat 23.34-35 dalam mana Yesus dilaporkan berbicara ttg sejarah kemartiran dengan merujuk  Habel (dalam Tora, khususnya Kitab Kej) dan  Zakharia bin Berekhya (dalam Ketuvim, khususnya Kitab 2Taw). Padahal, urutan jilid2 besar Tenakh adalah Tora, Neviim (Nabi-nabi, yang Terdahulu: Yos-Hak-Sam-Raj; yang Kemudian, Yes-Yer-Yeh-Hosea sampai Maleakhi), dan Ketuvim (Karya2 Sastra, dari Mzm-Ayub-Ams-Kid-Rut-Rat-Pkh-Est-Dan-Ezr-Neh-Taw). Kesaksian ini mengindikasikan Yesus menggunakan Tenakh, bukan LXX.  Meski demikian saya setuju, bahwa komunitas Kristen Perdana, khususnya yang berlatarbelakang Hellenistic Jews dan non Jews, mengenal dan menggunakan LXX. Termasuk para Sinoptisi, tentunya. Trims, semoga pemaparan Yabina yang selalu elegan (dalam  muatan, pembahasaan, dan sistematika) semakin bermanfaat bagi kita sekalian.

(D-5) Bila kita mempelajari Perjanjian Baru Yunani Koine, kita akan melihat bahwa umumnya kutipan PL yang ada disitu berasal dari LXX, ada beberapa kutipan lainnya berasal dari fragmen-fragmen Ibrani lainnya yang saat itu belum disatukan (baru pada 90 M yang kemudian disalin keluarga Massoret). Kita perlu menyadari bahwa sejak masa Ezra (abad VI SM) orang Yahudi mayoritas yang kembali dari pembuangan sudah tidak lagi mengerti bahasa Ibrani melainkan berbicara bahasa Aram, demikian juga sisa yang sebelumnya tertinggal di Yerusalem yang sangat minoritas dipengaruhi Aram juga, itulah sebabnya bahasa Aram kemudian menjadi bahasa percakapan orang Yahudi pada umumnya termasuk di Palestina dan bahasa Ibrani hanya digunakan terbatas sebagai bahasa tulis dikalangan para ahli kitab dan cendekiawan yahudi.

Di kayu salib Yesus berseru dalam bahasa Aram, demikian pula sebutan 'bahasa Ibrani' dalam PB maksudnya adalah bahasa Aram, lidah/dialeknya orang Ibrani kala itu. Dikala itu pula, sejak abad IV SM ketika raja Yunani Alexander menguasai seluruh kawasan dari Yunani ke timur (Babil) dan selatan (Mesir), maka bahasa Yunani menjadi bahasa regional kawasan itu termasuk di Israel yang terletak ditengahnya sehingga Tanakh diterjemahkan ke bahasa Yunani (Abad III-II SM) dalam bentuk LXX yang bukan hanya digunakan diluar Israel tetapi juga di dalam Israel sendiri, hal itu diketahui dari peninggalan surat-surat, cetakan-cetakan yang ada di Israel dizaman itu, termasuk penulisan Perjanjian Baru (Ingat, 70 penerjemahnya adalah tua-tua Yahudi dari Yerusalem yang menguasai bahasa Ibrani dan Yunani). Yesus ketika membaca PL di Sinagoga di Nazaret membacanya dari naskah LXX (Luk.4:18-19) karena waktu itu orang kebanyakan sudah tidak mengerti bahasa Ibrani. Namun mungkin saja Yesus menggunakan LXX dalam kerangka fragmen Tanakh yang ada karena Yesus dan penulis PB tidak mengutip dari kitab Apokrifa (yang ditambahkan ke dalam LXX tapi tidak ada dalam Tanakh), dan mungkin juga LXX yang digunakan di sinagoge sudah disensor tanpa memasukkan gulungan yang memuat kitab-kitab Aprokrifa.

Baru setelah LXX populer dikalangan orang kristen, kesadaran Imam Yahudi terkoyak dan mereka mulai mengkonsolidasikan diri menyusun Kanon Tanakh di Jamnia (90 M). Bukti lain bahwa bahasa Ibrani sudah tidak populer dan digantikan Yunani dan Aram adalah bahwa Tanakh Ibrani tidak beredar luas dan bukannya Tanakh yang disempurnakan dan disebar-luaskan tetapi malah yang berkembang secara luas adalah LXX Yunani dan Targum Aram. Demikianpun tahun-tahun sesudahnya, bukannya Tanakh yang populer tetapi timbul versi penyempurnaan Septuaginta Yunani dalam terjemahan versi Aquila (130-150 M), Theodotion (150-185 M), dan Simakhus (185-200 M). Origen dalam Hexapla (240-250) menulis versi LXX-nya sendiri. Selama sekitar 1 milenium s/d abad VII M, orang Israel berbahasa percakapan Aram + Yunani sebelum digantikan oleh bahasa Arab (abad VII s/d XX) kemudian berangsur-angsur terjadi kebangkitan bahasa Ibrani modern sejak abad XIX dan secara resmi menjadi bahasa persatuan Yahudi Israel (1948) disamping bahasa Arab yang tetap digunakan di kawasan itu.

(T-6) Dalam artikel disebutkan bahwadalam bahasa Ibrani tidak ada sebutan ‘w’.” Bukankah ‘w’ (waw) ada pada konsonan ketiga tetragrammaton YHWH?

(D-6) Bila kita mempelajari bahasa Ibrani yang diterima secara resmi di Israel, huruf ketiga tetragrammaton dieja sebagai ‘v’ (vav) bukan ‘w’ (waw), namun dalam bahasa Ibrani huruf ini juga bisa dibaca sebagai vokal ‘o’ (diberi tanda baca titik diatasnya [holam]) atau ‘u’ (diberi tanda baca titik ditengah [shuruk]). Memang dalam sejarah Israel, ejaan itu pernah berganti-ganti antara dieja sebagai ‘vav’ dan ‘waw’ dan akhirnya kembali ke ejaan ‘vav.’ Pada awalnya, dalam huruf gambar ‘Kanaan-kuno’ sebagai nenek-moyang bahasa Ibrani, huruf itu asalnya dieja ‘vav,’ namun bahasa ‘Ibrani-kuno’ yang diturunkannya kemudian terpengaruh bentuk huruf Funisia lalu mengejanya ‘waw.’ Sebaliknya, ‘abjad Samaria’ mengejanya ‘vav’ karena ingin memurnikan ejaan itu sesuai awalnya yaitu yang ada dalam bahasa induk Kanaan-kuno. Pada zaman Ezra dimana umat Israel tidak lagi bercakap-cakap dalam bahasa Ibrani, ‘Ibrani Kitab Suci’ terpengaruh huruf pesegi Aram kembali mengejanya ‘vav’ dan inilah yang kemudian digunakan. Pada masa abad-abad pertengahan dimana Israel diduduki negara-negara Arab dan sampai berakhirnya pendudukan Arab pada abad ke XX, perkembangan bahasa ‘Ibrani Para Rabi’ dalam tulis-menulis salinan kitab suci dipengaruhi bahasa Arab dan ejaan itu kembali menjadi ‘waw’ (seperti dalam bahasa Arab yang masa itu menjadi bahasa percakapan orang Israel). Sesudah kelahiran kembali bahasa Ibrani modern berangsur-angsur sebagai bahasa percakapan sejak abad XIX, ‘Ibrani gaya Rashi’ (yang berbentuk bulat) banyak digunakan dalam penulisan tafsiran Torah dan mengeja huruf itu kembali menjadi ‘vav,’ ejaan ‘vav’ juga menjadi ejaan resmi Ibrani Modern’ (yang berbentuk pesegi) yang digunakan negara Israel sampai sekarang baik sebagai bahasa tulis maupun percakapan.

Sekalipun secara resmi yang diterima Ibrani Modern adalah ejaan ‘v’ (vav), kebiasaan penggunaan ejaan ‘w’ (waw)’ di kalangan non-Israel masih terjadi karena mereka berusaha untuk bisa membacanya dengan ejaan terjemahan. Sebenarnya alasan penggunaan huruf ‘w’ (waw) di kalangan ini lebih bersifat praktis pengejaan untuk kebutuhan literatur, yaitu karena ejaan konsonan ‘vav’ sekeluarga dengan ejaan vokal ‘u’ (seperti kalau diberi tanda baca titik ditengah [shuruk]) dan bila dibaca dengan dipadukan menjadi vokal panjang berbunyi ‘uu’ mirip ‘uw,’ huruf  itu lalu dieja menjadi ‘w’ (waw). Ada juga yang mempertahankan ejaan ‘w’ (waw) karena lebih mudah membedakannya dengan huruf kedua alefbet yang dibaca ‘v’ (vet) juga yang kalau diberi tanda titik ditengah (dagesh) menjadi ‘b’ (bet).

Dalam 80 tahun terakhir Sacred Name Movement (SNM / Gerakan Nama Suci) beranggapan bahwa ‘Nama Itu’ harus dipulihkan dan tidak boleh diterjemahkan, namun di kalangan ini tidak ada kesepakatan bagaimana mengejanya. Ada yang memilih berbagai variasi nama dengan  huruf ‘w’ (waw) seperti JHWH, YHWH, JAHWE, YAHWE, JAHWAH, YAHWAH, JAHWEH, selain YAHWEH yang populer, namun ada juga kelompok yang menyebutkan bahwa karena dalam bahasa Ibrani tidak ada sebutan ‘w’ (waw) yang dianggap berasal bahasa asing mereka mengejanya ‘v’ (vav). Itulah sebabnya kelompok ini memilih ejaan JHVH, YHVH, JAHVE, YAHVE, JAHAVEH, JAHAVAH, JAHVAH, YAHVAH, JAHVEH, YAHVEH, disamping JEHOVAH yang dipopulerkan Jehovah Witnesses. Yang menarik, salah satu kitab suci SNM yaitu ‘The Scriptures’ (1993) menolak ejaan ‘Yahweh’ dan menggantinya dengan huruf asli Ibraninya).

Bagi orang Israel sendiri sekalipun sejak abad VIII keluarga Massoret memberi tanda-tanda baca (nikkud) mengingat bahwa bahasa Ibrani sudah satu milenium mati sebagai bahasa percakapan, dan karena tetragrammaton sudah tidak diketahui ejaannya dan agar tidak menyebutnya sembarangan (Kel.20:7), tetragrammaton tidak dieja sehingga tidak diberi tanda-tanda baca, kecuali biasanya diberi tanda pengganti huruf ‘a-o-a’ (atau ‘a-a’ saja), huruf-huruf vokal Adonai dengan maksud agar tatragrammaton dibaca ‘Adonai’ sebagai penghormatan (sheva ‘a’ dibawah huruf Yod, holam ‘o’ diatas huruf He, dan kamatz ‘a’ dibawah huruf Vav).

(T-7) Tolong jelaskan mengenai kata HALLELUYAH, huruf ibraninya He Lamed Lamed Yod He (H L L Y H), itu juga huruf mati semua tetapi koq bisa dibaca HALLELUYAH? Bila Bapak/Ibu mengetahui bahwa huruf ibrani berbentuk huruf mati dan tidak ada vokal (A, I, E, U & O), koq org Ibrani bisa membaca tulisan mereka? Nah, yg lebih bisa baca tulisan ibrani org israel atau bukan org israel...?

(D-7) Mengenai bahasa Ibrani yang hanya mengenal huruf mati (konsonan) perlu disadari bahwa mereka mengejanya dengan tambahan huruf hidup (sekalipun tidak ditulis) dan karena waktu itu bahasa itu masih biasa digunakan dalam percakapan, orang Yahudi sudah hafal ejaan huruf hidupnya sekalipun hanya ditulis konsonannya saja, baru sejak abad VIII M, ketika bahasa Ibrani sudah mati sebagai bahasa percakapan, keluarga Massoret membuat standarisasi vocal itu dalam bentuk ‘tanda-tanda-baca’ (nikkud) agar diingat. Namun, khusus mengenai tetragrammaton, karena mereka merasa Nama Itu ‘Jangan Diucapkan Sembarangan’ (Kel.20:7) mereka menghindari penyebutan tetragrammaton sehingga lama-kelamaan mereka melupakan ejaan aslinya. Kemudian mereka tidak mengejanya lagi dengan vocal melainkan membacanya dengan panggilan kehormatan dengan kata-ganti ‘Adonai’ (diterjemahkan Kurios dalam LXX, LORD dalam Bible, dan TUHAN dalam Alkitab, ini dibedakan dengan terjemahan kata-asli ‘Adonai’ yang dalam Bible diterjemahkan Lord dan Alkitab ditulis Tuhan).

Mengenai vocal dalam kata ‘Halleluyah’ yang asalnya huruf-huruf mati ‘HLLYH’ khusus mengenai ‘YH’ (Yod He) yang banyak dalam kitab Mazmur (juga ditulis dalam Wahyu 19). Umat Yahudi membacanya dengan ‘YAH’ (YH) karena di beberapa bagian Tanakh, kata ‘YAH’ dianggap seperti sebutan ringkas ‘YHWH’ seperti secara spesifik disebut sebagai nama’Nya’ (Mzm.68:5) juga digunakan dalam nama-nama seperti ‘eliYAH,’ ‘yesaYAH,’ dan ‘yeremiYAH,’ selain ucapan pujian ‘haleluYAH.’ ‘Yah’ juga bisa berdiri sendiri (Kel.15:2;17:16). Karena bahasa Ibrani adalah bahasanya orang Israel, tentu yang lebih bisa membacanya adalah orang Israel dan bukan orang non-Israel, karena itu kalau orang Israel sendiri tidak berani mengeja tetragrammaton karena takut menyebutnya sembarangan dan membacanya dengan kata pengganti penghormatan ‘Adonai’ yang diterjemahkan LXX sebagai ‘Kurios,’ Bible sebagai ‘LORD’ dan Alkitab sebagai ‘TUHAN’ (semua huruf besar untuk membedakan dengan Lord dan Tuhan yang adalah terjemahan Kata ‘Adonai’ yang bukan sebagai sebutan pengganti tatragrammaton), maka sebaiknya orang non-Israel mengikuti teladan orang Israel dalam urusan agama dan bahasa Israel. Haleluya, Amin! ***

 


 


Form untuk mengirim pertanyaan | Diskusi Sebelumnya