Februari _2 2011 | IMAN YANG BERGESER?
 

Baru-baru ini ada beberapa pertanyaan masuk perihal ‘Iman Yang Bergeser’ yang terjadi di kalangan ‘Pendeta’ dan ‘Jemaat’ kristen tertentu. Berikut diskusinya:

(Tanggapan-1) Di Amerika ada sebuah survey tentang orang Kristen di sana yang mengaku sudah "lahir baru" sekitar 68 %. Waktu ditanyakan : Apakah Iblis, roh jahat merupakan sosok pribadi atau suatu konsep (mithos), hanya 8 % yang mengaku bahwa Iblis adalah sosok pribadi.

(Diskusi-1) Tidak jelas sumber artikel yang dimaksud, namun rupanya berasal dari sumber seperti survai ‘The Barna Group’ (http://www.barna.org/barna-update/article/12-faithspirituality/260-most-american-christians-do-not-believe-that-satan-or-the-holy-spirit-exist) ya?  Mengenai hasil survai itu, dilihat dari jumlah respondennya terlalu sedikit untuk bisa dijadikan sampel yang valid karena hanya 1.871 orang yang tentu tidak bisa mewakili populasi yang jumlahnya mendekati 309 juta orang (sensus 2010), demikian juga tidak jelas kwalifikasi dan strata responden sehingga tidak bisa digunakan untuk menyimpulkan ‘born again christian’ atau yang mana. Dalam survai lainnya (http://www.religioustolerance.org/chr_poll3.htm) yang dilakukan Religious Tolerance di Kanada, disebutkan a.l.:

Belief in Satan:

Item

American Population

Born-again Christians

Ref.

Satan is an evil symbol, not a living entity (1997)

62%

52%

3

Strongly believe that Satan is real (2001)

27%

 

4

Satan is real (2003)

68%

 

20

Hasil ini berbeda dengan Barna. Namun sekalipun tidak disebutkan jumlah dan kwalifikasi sampelnya keduanya tentu tidak dapat disimpulkan sebagai mewakili populasi Amerika.

(T-2) Kalau Iblis merupakan suatu konsep, tidak bisa berpikir dan menipu, iblis hanya konsep tentang kejahatan. Bukankah pemahaman ini sangat tidak Alkitabiah yang dapat menggeser kepercayaan orang Kristen tentang Yesus juga bukanlah pribadi tetapi konsep kebenaran (Mithos)?

(D-2) Memang dalam penafsiran Alkitab, soal Iblis/Setan (devil/satan) sering dicampur-adukkan dengan kejahatan (evil) sehingga menjadi salah kaprah padahal keduanya berbeda. Karena itu, lebih banyaklah mendengar pendeta dan buku yang mempercayai Iblis/Setan sebagai priadi daripada sebaliknya. Kenyataan didunia menunjukkan dengan jelas keberadaan Setan sebagai pribadi. Sekalipun sains modern menganggap ‘kerasukan’ sekedar sebagai kelainan jiwa, banyak ahli sains sekarang menyadari bahwa kerasukan setan menunjukkan adanya ‘pribadi jahat yang merasuk seseorang,’ demikian juga keberadaan ‘Satanic Worship’ menunjukkan bahwa Setan bukan sekedar kejahatan melainkan pribadi roh yang jahat. YABINA di Melbourne pernah bertemu seorang psikiater yang telah berpraktek 17 tahun di rumah sakit jiwa dan ia menjumpai salah satu pasien ekstrim yang suka mencaci-maki (termasuk mencaci maki Tuhan) dengan suara berbeda dengan aslinya dan cenderung bunuh diri. 5 spesialis psikolog, psikiater, dan kedokteran berusaha mengobatinya dengan berbagai solusi klinis namun setelah berhari-hari tidak berhasil. Kemudian keluarganya membawa seorang pendeta dan menumpangkan tangan diatas kepala pasien dan menengking roh yang merasuk ‘dalam Nama Yesus’ dan si pasien menggelepar lalu pingsan, setelah sadar ia bingung tentang apa yang pernah ia alami dan setelah bertahun-tahun ia tetap menjalami kehidupan normal kembali.

Alkitab menulis bahwa waktu Yesus di Kapernaum, di rumah ibadat ada orang kerasukan roh jahat sebagai pribadi yang mengenal pribadi Yesus. Iblis mengetahui bahwa kedatangan Yesus ke dunia untuk membinasakan Iblis (Yesus adalah musuh iblis), dan tahu bahwa Yesus adalah Yang Kudus yang dari Allah. Yesus menghardiknya karena memang Yesus lebih berkuasa atas Iblis "Diam, keluarlah daripadanya". Iblispun taat walau tidak rela dengan mengguncang-guncangkan orang itu (Markus 1 : 21-28). Alkitab dengan jelas berbicara mengenai kepribadian Iblis/Setan dan ketidak percayaan kepada Alkitab jelas menghasilkan penolakan akan isinya. Karena itu diperlukan keyakinan dan penerimaan bahwa ‘Alkitab adalah firman Allah’ dan janganlah hanya sekedar menganggap Alkitab sebagai buku dongeng sekedar untuk dibaca melainkan kita harus membacanya sebagai firman hidup dan datang kepada Tuhan Yesus Kristus yang diberitakan Alkitab agar seseorang memperoleh hidup.

“Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.” (Yohanes 5:39-40).

Ingat, sebaliknya juga jangan mengkultuskan Alkitab (bibliolatry) melainkan datanglah kepada Tuhan Yesus Kristus yang diberitakan didalamnya.

(T-3) Saya sering mengikuti PA dan juga diberi kepercayaan untuk memimpin PA jemaat. Dari pertanyaan dan pernyataan peserta terlihat adanya pergeseran pemahaman terjadi pada beberapa orang Kristen lama, aktifis bahkan eks majelis ada yang menganggap bahwa ucapan Yesus “ Akulah, Jalan, Kebenaran dan Hidup” hanya merupakan suatu konsep kebenaran saja. Kata "Aku" di ayat ini adalah diri kita atau siapapun yang melakukan kebenaran Tuhan akan hidup ( selamat) tanpa harus menerima pribadi Yesus. Keselamatan hanyalah karena usaha dan perbuatan baik manusia. Ada banyak orang Kristen pada mulanya menerima Yesus sebagai pribadi Allah (cinta mula-mula) dengan berjalannya waktu konsep dunia: humanisme, hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan banyak menggoncangkan iman Kristen seseorang dan bukannya Iman Kristen yang mewarnai kehidupan dunia ( tidak menjadi garam atau terang).

(D-3) Ya memang belakangan ini ada teolog yang mempengaruhi sebagian jemaatnya dan bergeser dari dari pandangan yang traditional konservatif (kristosentris) ke yang modern liberal (anthroposentris), namun kita harus bersyukur karena gereja-gereja arus utama di Indonesia masih menjalankan ibadat yang bernuansa konservatif dan banyak pendeta masih konservatif juga (a.l. masih mengaku iman rasuli dan menyanyikan pujian kidung agung) termasuk makin semaraknya gereja-gereja Injili maupun Karismatik yang masih konservatif pandangannya yang mudah didengar kotbahnya melalui mimbar, radio atau tulisan mereka. Adalah tugas kita yang beriman dan berbeban untuk bersaksi mendoakan para pendeta kita demikian karena mereka sebenarnya mengidap kepribadian terbelah (psychoprenic) yaitu di satu sisi demi jabatan dalam memimpin kebaktian ia mengaku seperti yang tertulis dalam Alkitab dan menyanyi lagu-lagu yang bernuansa konservatitif namun dalam hati menolak berita Alkitab. Memang ada satu-dua pendeta yang konsekwen mengenai imannya yang ‘agnostik’ (tapi belum konsekwen atas sumber periuk nasinya dan masih menerima uang pensiun). Belum lama ini STT-Jakarta memberhentikan seorang dosennya yang demikian dan sinodanya mempensiun-dinikannya, ini menjadi cermin kita agar berhati-hati dalam memilih pendeta, karena banyak kolega maupun mantan muridnya yang sudah terpengaruh pemikirannya tetapi tetap melayani jemaat dengan jiwa terbelah.

(T-4) bagaimana dengan pendeta-pendeta yang berpendapat bahwa pengajaran bahwa kitab Kejadian hanyalah sebuah dongeng yang diceritakan turun temurun yang diajarkan beberapa pendeta yang saya dengar.

(D-4) Pendidikan STT tidak menjamin menghasilkan lulusan yang beriman karena namanya saja ‘Sekolah Tinggi Teologi’ jadi yang dipelajari segala pemikiran teologi yang ada, karena itu dalam mencari pendeta yan dilihat janganlah karena ‘gelar teologianya apa atau lulusan mana tetapi imannya bagaimana? Di dunia ini gereja-gereja arus utama (mainstream) cenderung dipimpin pendeta-pendeta lulusan STT yang berorientasi liberal namun belakangan makin banyak juga yang memanggil lulusan STT konservatif atau injili (ini menimbulkan iri hati persaingan yang tidak sehat). Soal kitab kejadian memang karena pengaruh kesimpulan kritik historis’ (hipotesa JEDP) dan pandangan ‘demitologisasi’ Bultmann mempengaruhi mahasiswa teologi tertentu menyebabkan seseorang berpendapat bahwa kitab kejadian adalah catatan dongeng, tetapi masih banyak teolog konservatif yang berpandangan sebaliknya dan tetap mempercayai historisitas kitab kejadian dengan sumber-sumber yang akurat dan bersifat arkeologis juga. Seorang Teolog yang memperoleh STh di STT-Ekumenis dan kemudian memperoleh gelar doktornya di STT-Inijili di USA mengaku bahwa: ‘Di STT ia sudah diajar soal ‘Kritik Historis’ (dari kesimpulan liberal) sejak semester pertama. Inilah fakta bahwa ada STT yang mengajar ‘tentang Alkitab’ dan ada yang mengajarkan ‘Isi Alkitab.’ Eta Linnemann, asisten Rudolf Bultmann dan menjadi profesor Kritik Historis kemudian mengaku bahwa ia mengalami kelahiran baru dan menulis buku ‘Historical Criticism of the Bible: Methodology or Ideology: Reflections of a Bultmannian Turned Evangelical’ yang isinya mengungkapkan kelemahan hipotesa itu yang dulu pernah dipelajari dan diajarkannya. Lepas dari itu, kitapun jangan alergi terhadap kata ‘dongeng’ (mitos) yang penting bagaimana kita mengartikan dongeng/mitos itu. Seorang teolog konservatif C Stephen Evans mengemukakan:

“Saudaraku umat Kristen, janganlah khawatir kalau saya menyebut Injil sebuah mitos. Menyebutnya sebagai sebuah mitos adalah sekadar untuk menggarisbawahi cara untuk mengungkapkan arti universal dari cerita tertentu. Namun, kalau saya menggunakan istilah ‘mitos’, mitos itu dapat bersifat sejarah. Jadi, jangan menolak bahwa kejadian itu benar-benar terjadi.” (The Historical Christ & the Jesus of Faith, hlm.67)

(T-5) Mengapa Galileo Galilei sebagai ilmuwan yang mendukung pendapat Copernicus bahwa bumi mengeliling matahari harus diadili gereja karena dianggap bertentangan dengan Alkitab bahwa bumi adalah pusat alam semesta, padahal juga tidak ada ayat yang secara jelas menyatakan hal ini.  Jadi, bukankah percaya kepada Kristus bisa saja kita lakukan sesuai konsep menurut pemahaman pribadi kita masing-masing?

(D-5) Memang dalam kasus gereja waktu itu memang salah karena mengadili ‘teori sains’ dengan ‘iman teologis,’ padahal pandangan ‘heliosentris’ hanya konsep temporer dan bukan merupakan kebenaran itu sendiri (300 tahun kemudian gereja RK merehabilitasi Galileo). Konsep heliosentris berdasarkan asumsi alam semesta adalah realita yang berasumsi alam sebagai tiga demensi (atau empat +waktu), padahal masa kini orang sudah menyadari adanya demensi lain diluar itu (black hole, dark matter, paralel universe dll). Astronom gaek yang lumpuh Stephen Hawking bahkan menyebutkan setidaknya ada 13 dimensi lainnya. Ucapan Copernicus dalam suratnya kepada Paus menyebutkan kesimpulah bahwa bumi sebagai pusat (geosentris) dan ‘It moves,’ namun teori heliosentris juga harus menyadari bahwa matahari ‘it moves too’ (ia juga bergerak) karena di alam semesta ini ada jutaan matahari. Tidak salah mempelajari ilmu sains namun harus dibedakan antara ‘fakta’ dan ‘kesimpulan atas fakta itu’ (yang bersifat penafsiran). Tepat seperti ucapan Eta Linnemann mengenai kritik historis yang juga bisa ditrapkan dalam sains apakah kesimpulan itu hasil ‘Metodology’ atau ‘Ideology.’

(T-6) Saya baru mengetahui melalui dialog-dialaog banyak warga jemaat yang mengalami pergeseran pemahaman iman Kristen dengan adanya Yesus Sejarah, Teologi Universalisme, Teologi Liberal, Sekularisme dll. Pemahaman ini sangat sulit untuk dikembalikan ke cinta mula-mula’ ya?.

(D-6) Yah, demikianlah dinamika iman, ada yang beriman konservatif, ada yang peragu (skeptik), ada yang acuh tak acuh (agnostik0, ada yang menolak (liberal), dan ada yang tidak percaya adanya Tuhan (atheis), demikianlah ladang Tuhan yang berisi gandum dan lalang sampai musim menuai. Namun perlu juga bercermin adanya kenyataan sejarah membaca gejala kemasyarakatan masakini bahwa di negara-negara Barat yang tradisional disebut kristen, gereja-gereja liberal cenderung merosot jemaatnya sedangkan gereja-gereja konservatif terus bertumbuh (termasuk sekte-sekte), ini juga mengingatkan bahwa meninggalkan ekstrim liberalisme jangan sampai mendorong ke ekstrim sebaliknya yang fundamentalistik (sebab disini banyak sekte-sekte), karena itu lebih baik sering mendengar kotbah maupun membaca buku kalangan konservatif daripada sebaliknya, karena apa yang kita dengar dan baca akan membentuk orientasi iman kita. Lebih dari itu doakanlah pendeta-pendeta kita, yang berorientasi konservatif agar makin berani bersaksi dan yang berorientasi libral agar dicelikkan Tuhan akan jiwanya yang terbelah. Ingat, Eta Linneman teologi liberal yang sudah profesor kemudian bisa bertobat dan menjadi konservatif pandangannya. Doakanlah agar Roh Kudus bekerja mengubah hal ini.
 

 

“Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik.” (Roma 10:15b)

Salam kasih dari YABINA ministry www.yabina.org

 


Form untuk mengirim pertanyaan | Diskusi Sebelumnya