Ruang Tanya Jawab Februari 2000 

Form untuk mengirim pertanyaan


SIAPAKAH YANG BERNAMA ALLAH ITU?

Setelah memenuhi undangan berbicara pada 5 pertemuan di luar kota termasuk seminar sehari di UKI-Jakarta sehingga 10 hari berada di luar Bandung, sewaktu kembali telah menunggu 830 e-mail yang perlu diperhatikan. Topik 'Seminar Alkitab dan Komunikasi (2)' dan rujukannya MSA-maya Februari 2000 dengan topik 'Siapakah yang bernama Allah itu?' telah mendapat sambutan luas dan beberapa pertanyaan telah diajukan, tetapi karena banyaknya e-mail yang diterima tidak mungkin membalasnya satu persatu maka diberikan rangkuman pembahasan dalam bentuk tanya jawab berikut:

(T-1) Mohon dijelaskan lebih lanjut 'apakah benar bahwa Allah orang Islam, orang Kristen, dan orang Yahudi adalah Allah yang sama untuk disembah seperti yang tertulis dalam artikel di atas?

(J-1) Artikel yang dibahas dalam MSA-maya berjudul 'Siapakah yang bernama Allah itu?' adalah dalam konteks adanya keberatan mengenai penggunaan nama 'Allah' dalam Alkitab terjemahan Indonesia (LAI) sebab ada yang mengatakan bahwa nama 'Allah' itu nama 'dewa air' orang Arab atau bahwa nama 'Allah' itu milik orang Islam. Perlu disadari bahwa (1) jauh sebelum lahirnya agama Islam, nama Allah sudah digunakan oleh orang-orang Arab Kristen/Yahudi untuk menyebut 'El, Elohim, Eloah' PL dan 'Theos' PB dan sudah ada Alkitab Arab yang menggunakan nama 'Allah' sebelum lahirnya Islam dan saat ini ada 4 Alkitab terjemahan bahasa Arab yang menggunakan nama 'Allah' untuk menyebut ke-empat istilah dalam Alkitab itu; (2) Di kalangan Arab non-Kristen nama 'Allah' itu masih tetap dipegang untuk menyebut Tuhannya Ismael (kaum hunafa) tetapi pada abad menjelang kelahiran Islam nama itu di kalangan kaum 'Quraish' di masa jahiliah merosot dianggap sebagai 'dewa air' ; (3) Kelihatannya Muhammad kembali ingin mengembalikan nama Allah itu menurut konsep hunafa dan 'Allah'nya umat Yahudi dan Kristen dan ini jelas terlihat bahwa dalam Al-Quran banyak dijumpai data yang menunjuk 'Allah' itu sebagai Allahnya Adam, Sem, Abraham, Musa dan Yesus. Jadi, dari terang ini tidak perlu diragukan bahwa nama 'Allah' dalam bahasa Arab memang menunjuk pada 'Allah' Perjanjian lama maupun Baru, itulah sebabnya orang-orang Arab sejak pra-Islam menggunakan nama itu.  (Ensiklopedia Islam karya Cyrill Glasse mengaminkan hal ini). Kita tidak perlu terusik bila ada orang yang menganggap nama 'Allah' sebagai nama dewa air, sebab dalam sejarah Israel nama itu juga pernah merosot digunakan untuk menyebut nama 'lembu emas.' (Kel.32:4).

(T-2) Tetapi apa maksudnya dengan nama 'Allah' dalam Yahudi, Kristen dan Islam menunjuk pada oknum yang sama tetapi berbeda dalam teologi perjanjiannya?

                (J-2) Maksudnya adalah bahwa sekalipun ketiga agama monotheis itu menunjuk pada 'Allah' yang sama, wahyu perjanjian yang mereka terima mengenai 'Allah' itu berbeda sehingga menghasilkan teologi yang berbeda. (1) Agama Yahudi mempercayai wahyu perjanjian yang diterima melalui Abraham, Ishak dan Yakub, ini yang dimengerti sebagai 'Perjanjian Lama' tetapi mereka menolak teologia 'Perjanjian Baru' mengenai Injil Yesus yaitu Messias yang telah datang sebagai penebus; (2) Agama Kristen mempercayai teologia Perjanjian Lama dan Baru; sedangkan (3) Agama Islam memang terputus akan perjanjian itu (Kej.21:12). Dalam sejarah turunan Ismael juga tidak ada penerusan wahyu perjanjian itu seperti yang jelas kita pelajari dari jalur perjanjian Abraham-Ishak-Yakub-Yesus. Jadi yang penting disini adalah bahwa kesaksian Kristen bukanlah untuk menyalahkan 'Allah'nya Yahudi atau Islam, tetapi bagaimana kita dapat menyaksikan kasih Yesus dan perjanjianNya itu kepada saudara-saudara sepupu kita Yahudi dan Islam sehingga pengertiasn mereka mengenai Allah yang sama itu jelas seperti dinyatakan melalui Yesus, Allah yang menjadi daging. Yang sering membingungkan adalah karena istilah Allah bisa mempunyai dua arti yaitu sebagai 'nama diri' (proper name) maupun 'nama sebutan/panggilan' (generic appelative). Nama El, Eloah dan Yahweh adalah nama diri, sedangkan nama Elohim bisa merupakan nama diri (diterjemahkan LAI sebagai Allah) maupun nama sebutan/panggilan sesembahan (diterjemahkan LAI sebagai allah-allah/ilah). Nama 'Theos' memang karena merupakan kata ganti untuk menyebut El, Elohim & Eloah dalam Septuaginta (LXX) makanya bisa diterjemahkan sebagai Allah atau allah-allah/ilah tergantung bagaimana konteksnya.

(T-3) Apakah dengan demikian juga berarti bahwa 'Allah' agama-agama lain sama dengan 'Allah' Kristen?

(J-3) Konteks di atas menyebut hanya agama Yahudi, Kristen dan Islam, tetapi bukan maksudnya untuk menyebut 'sesembahan' bangsa-bangsa lain, sebab sesembahan bangsa-bangsa lain itu disamping teologia perjanjiannya berbeda juga 'nama'nya sudah merosot dan kabur menunjuk pada sesuatu yang berbeda. Sebagai contoh nama 'Baal' Kanaan sekalipun semula merupakan kemerosotan (karena terputusnya wahyu) dari nama 'El' tetapi kemudian telah menyimpang jauh sehingga Elia mengatakan "Kalau TUHAN (Yahweh) itu Allah (Elohim), ikutlah Dia, dan kalau Baal, ikutlah Dia." (LAI, 1.Raj.18:21,37,39). Demikian juga nama-nama sesembahan agama-agama suku yang mereka cari umumnya bersifat pantheistik dimana sesembahan itu dipercayai sebagai 'tidak berpribadi' tetapi dan merupakan 'kekuatan' (force, mana) dan manusia adalah bagian dari 'sesembahan' itu dan memiliki juga kekuatan itu, jadi bersifat ilahi juga. Dalam Buddhisme malah dianggap 'Allah itu tidak ada'. Sebagai contoh lain dalam Perjanjian Baru adalah peristiwa 'Paulus di Atena' (Kis.17:16-34). Disini rasul Paulus menghadapi tiga aliran agama yaitu Politheisme (Berhala), Materialisme/Rasionalisme (Epikuros), dan Mistik (Stoa) dan sebutan "Kepada Allah yang tidak dikenal" di mezbah orang Atena (ay.23) dibawa oleh rasul Paulus pada teologia wahyu Perjanjian Lama (ay.24-27) dan Perjanjian Baru (ay.18b).

(T-4) Allah tidak pernah memutuskan perjanjian dengan Ismail (Kej.21:17-21) yang dijanjikan kepada Abraham (menjadi bangsa yang besar) diulang dihadapan Hagar sang ibu Ismail, jadi Alkitab kita sendiri mendukung keyakinan bahwa umat Islampun adalah umat Allah, bagaimana?

(J-4) Kelihatannya penanya agak bingung dengan menyamakan Ismael dan Islam, soalnya janji kepada Hagar/Ismael adalah janji untuk bangsa Arab dan bukan janji pada umat Islam. Perlu diperhatikan bahwa memang baik orang Ibrani (keturunan Eber terus ke Abraham-Ishak) maupun orang Arab (keturunan Ismael) keduanya memang adalah umat Allah yang dijanjikan untuk berkembang biak, tetapi janji keturunan darah ini tentu berbeda dengan janji 'wahyu perjanjian' yang hanya diberikan melalui jalur Ishak dimana tentunya 'Allah' El-Roi berharap bahwa keturunan Ismael juga mempercayai 'Allah' yang dikenalnya sesuai wahyu perjanjian yang diberikan melalui jalur Abraham Ishak yang dipelihara itu (bandingkan dengan Kej.21:12-13). Perjanjian (bhs.Ibrani=Berit dan bhs.Yunani=diatheke) yang diterjemahkan dalam bahasa Inggeris sebagai 'covenant' atau 'testament' jelas terlihat dalam Perjanjian Lama dan Baru seperti dalam Kel.19:3-6;Jer.31:31-33;Ibr.8:8-10;9:11-28 dan ini tentu beda dengan 'janji' kepada Hagar. Dalam tradisi Arab maupun Islam tidak terbukti adanya penerusan dan pemeliharaan 'wahyu perjanjian' Allah kecuali bahwa ada klaim bahwa yang dipersembahkan Abraham bukan Ishak melainkan Ismael. Adanya klaim 'wahyu Allah' dalam Quran tentu perlu diragukan kesamaannya atau penerusannya dari 'wahyu perjanjian Allah' melalui Abraham-Ishak-Yakub dan Yesus. PL mengajar puasa jasmani dan PB mengajar puasa rohani yang lebih bernilai; PL mengajar hukum 'mata ganti mata' dan digenapi dengan hukum 'kasih' dalam PB; demikian juga perjanjian 'daging' sunat PL sudah digenapi dalam PB dengan 'sunat hati' tentu akan kembali lagi kalau kita kembali harus disunat dan lainnya seperti dalam Islam bukan? Orang Yahudi (PL) menyembah 'Allah' di Yerusalem dan orang Samaria di bukit 'Gerizim', dan Yesus (PB) mengatakan 'bukan di Yerusalem atau Gerizim tetapi menyembah dengan roh dan kebenaran' (Yoh.4:20-24). Tentu akan bergerak mundur kalau ada wahyu susulan yang mengatakan harus menyembah berkiblat ke Mekah tentunya bukan? Tidak otomatis keturunan Abraham-Ishak-Yakub diperkenan Allah sebab mereka selalu harus mentaati firman perjanjian Tuhan (lihat kebangunan rohani zaman Ezra dan raja Joas, dan dimasa Yesus Mat.7:21).

(T-5) PL dan PB adalah hasil refleksi dari orang Israel dalam sejarahnya. Karena itu hasil refleksi dari israel maka terang saja kalau yang jadi pusat perhatian ya dirinya sendiri bukan?

(J-5) Dalam sejarah agama, kita mengenal adanya agama 'wahyu' (revelational religion) dan agama 'alam' (natural religion). Agama alam biasanya memang merupakan refleksi manusia akan alam disekitarnya sedangkan agama wahyu merupakan tanggapan manusia akan wahyu Allah. Menyamakan keduanya dibawah kriteria agama alam tentu akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Memang ajaran evolusi agama cenderung menganggap bahwa konsep mengenai 'Allah yang SATU' itu merupakan perkembangan refleksi manusia dari yang primitip (manisme, animisme, politheisme) sampai yang modern (monotheisme) tetapi Alkitab dimulai dengan monotheisme tetapi sering merosot ke manisme, animisme maupun politheisme.

Berbeda dengan buku-buku suci agama lain, PL dimulai dengan pernyataan Allah, pernyataan Allah yang selama ini makin merosot dimengerti setelah dihayati bangsa-bangsa yang makin kehilangan wahyu Allah, dan wahyu Allah itu kembali dipelihara melalui pemanggilan Abraham dan dipertegas melalui pemanggilan Musa dan kemudian inkarnasi Yesus Kristus. Wahyu yang terpelihara yang dicatat dalam Alkitab PL dan PB inilah yang perlu menjadi modal kesaksian umat Kristen. Ini soal iman yang menjadi dasar agama.

(P-6) Saya berpendapat bahwa perlu usaha untuk meluruskan pemopuleran kata Syaloom. Kayaknya sudah salah kaprah, ditambah lagi cara menyerukan perkataan 'syaloom' yang mestinya penuh damai itu dengan teriakan-teriakan yang kalau didengar orang yang tidak mengerti menjadi seperti mau mengajak berkelahi saja, apalagi seringkali sampai diulang sampai tiga kali!

(J-6) Memang kerinduan yang berlebihan untuk menghargai 'Yudaisme' sering menyeret seseorang pada fanatisme berlebihan akan segala yang berbau Yudaisme tanpa mengerti atau menghayati lagi apa maknanya. Seharusnya seseorang menyadari bahwa Yesus tidak berbicara bahasa Ibrani melainkan bahasa Yunani dan Aram. Bila disebut bahasa Ibrani didalam Perjanjian Baru yang dimaksudkan adalah bahasa Aram (disebut juga dialek Ibrani) jadi bukan bahasa Ibrani percakapan seperti yang dikenal sebelum zaman Ezra apalagi zaman sekarang yang bahasa ibraninya sudah berbeda jauh karena bahasa Ibrani adalah bahasa yang rapuh yang mudah dipengaruhi bahasa Arab-Aram, Latin maupun lainnya, dan merupakan bahasa berat karena tidak memiliki tradisi vokal dan hanya digunakan dalam tulisan kitab suci sejak zaman Ezra dan baru pada abad AD-VI diberi vokal dan berkembang menjadi bahasa percakapan modern pada abad XIX-XX. Bahasa Ibrani dalam kitab-kitab PL berbeda-beda sedangkan bahasa Ibrani PL yang kita kenal sekarang adalah hasil terjemahan keluarga Massoret (MT). Kutipan PL dalam PB adalah kutipan dari Septuaginta (PL terjemahan Yunani), itulah sebabnya kutipan-kutipan PL dalam PB tidak bisa identik sama dengan ayat yang dikutip dalam PL. Perlu juga disadari bahwa hingga saat ini orang Yahudi yang Kristen sangat kecil persentasinya, mayoritas tetap menolak Yesus sebagai Messias. 

A m I n.

Salam kasih dari Herlianto.

Catatan: Menyambut banyaknya sambutan akan forum diskusi/tanya-jawab YBA tentang masalah teologia maupun umum, sejak Januari 1999 terbuka forum diskusi yang dapat diikuti oleh setiap netter. Dari sekian banyak pertanyaan/tanggapan yang masuk, setiap bulan akan dipilih beberapa pertanyaan/tanggapan yang dianggap penting untuk dirilis secara berselang-seling dengan renungan bulan yang sama. Identitas para netter akan ditulis dengan singkatan tiga huruf disusul dengan kota dimana ia berdomisili. Setiap topik diskusi dapat ditanggapi lagi bila belum terasa cukup. Pertanyaan/tanggapan dikirimkan ke alamat YBA


Form untuk mengirim pertanyaan