Ruang Tanya Jawab Maret 2000 

Form untuk mengirim pertanyaan


NONTON BARONGSAI & LIONG

Renungan Februari 2000 berjudul ‘Tahun Baru Imlek’ ternyata cukup diperhatikan banyak orang dan dari beberapa netters diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

(T-1) Saya memperoleh kabar dari seorang teman di Jakarta yang menceritakan bahwa katanya YBA melarang orang nonton Barongsai, benarkan kabar ini?

(J-1) Entah darimana sumber berita itu, yang jelas YBA tidak pernah melarang seseorang menonton Barongsai.  Ketua YBA  sendiri di harian Sinchia kebetulan melayani di Jakarta dan di hotel menonton Barongsai di Hongkong yang diputar CNN. Mungkin kesan itu timbul sebagai mis-interpretasi setelah yang bersangkutan membaca Renungan Februari 2000 : Tahun Baru Imlek dimana didalamnya dibedakan antara ‘Merayakan Imlek’ dan ‘Menghadiri Peringatan Imlek’. Merayakan Imlek berarti kita ikut serta dalam upacara a.l. ‘menyembah roh nenek moyang di meja sembahyang dan mengundang barongsai untuk mengusir roh-roh jahat di kediaman kita’, sedangkan ‘menghadiri peringatan imlek berarti kita hadir dalam keluarga sekalipun anggota keluarga lainnya menyembah meja sembahyang dan kita tidak, dan kita ikut menonton barongsai sekalipun kita tidak mengundangnya’ atau ‘melihatnya di mall atau di TV.’ Yang pertama memang sebagai umat Kristen tentu tidak patut untuk diikuti karena dapat mendukakan Roh Kudus yang ada di dalam umat percaya, sedangkan yang kedua siapa bisa menghindarinya kalau kebetulan jalan-jalan di Mall ada Barongsai lewat atau kalau lagi nonton TV ada liputan tentang pertunjukan Barongsai?

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pertunjukan ‘Barongsai’ bukan sekedar demonstrasi ‘seni akrobatik’ tetapi barongsai adalah obyek penyembahan yang dikaitkan dengan pengusiran roh-roh jahat versi budaya religi Cina. Pada saat disimpan di Klenteng barongsai disembahyangi dengan dupa dan para pemainnya sebelum memulai permainan barongsai bersembahyang kepada roh nenek moyang lebih dahulu.

Barongsai menurut Ong Hean Tatt dikatakan sebagai:

"Dalam pemujaan dan dalam upacara-upacara magis yang terdapat dalam kebudayaan-kebudayaan religi, banyak bentuk simbol dianggap mempunyai daya misterius yang mempengaruhi orang. Daya ini adalah daya magis … Simbol-simbol religi juga bisa ampuh karena simbol-simbol ini dalam dirinya mempunyai kemampuan untuk mengundang roh dan memerintah roh tersebut … Beberapa simbol memang benar mempunyai daya magis … Singa dipercaya sebagai lambang dan berkah dan juga untuk mengusir pergi pengaruh jahat dengan mendatangi rumah-rumah dan kantor-kantor. Tarian ini disertai dengan pukulan tambur dan gembreng serta mercon untuk mengusir roh jahat (Simbolisme Hewan Cina, hlm.5-7, 234).

Sebagai umat Kristen kita jangan meremehkan (under-estimate) kekuatan ‘demonis’ yang ada dalam budaya religi. Di Universitas Kristen di Surabaya pernah diundang ‘Reog Ponorogo’ dalam acara ‘lintas budaya’, yang terjadi adalah ada mahasiswa ketika pertunjukan mengalami kesurupan, dan berapa lagi polusi iman yang terjadi tanpa gejala kesurupan?

(T-2) Lalu bagaimana dengan tarian naga (liong)?

(J-2) Soal ‘naga’ (liong) sebagai simbol hewan Cina sama dengan soal ‘barongsai’ (singa), hanya bedanya kalau ‘singa’ tidak ada di Cina tetapi ada di negara lain, sedangkan ‘naga’ tidak ada di Cina maupun nagara lain, dan berbeda dengan mitologi/legenda di negara lain dimana ‘naga’ (dragon) merupakan satu binatang utuh (sejenis dinosaurus) maka ‘naga Cina’ adalah ciptaan/rekaan manusia yang merupakan penggabungan setidaknya bagian-bagian dari 12 binatang. Menurut Xie Xuanjing dalam buku 'Filosofi Budaya' dikatakan bahwa "Mitologi naga adalah suatu kesempatan bagi manusia untuk menjadikan mahluk non-manusia sebagai obyek penyembahan."

Ong Hean Tatt dalam bukunya memberikan contoh penggunaan empat lambang binatang untuk empat arah mata angin dalam kebudayaan Cina yaitu Kura-Kura (utara), Liong (timur), Phoenix (selatan) dan Harimau Putih (barat). Binatang-binatang ini bukan sekedar melambangkan sifat-sifat ke-empat arah mata angin tersebut, tetapi sekaligus menjadi binatang yang disembah karena dianggap sebagai personifikasi dewa.

"Upacara-upacara magis Tao yang paling penting, yang mengikuti urutan Lo-Shu, terdiri dari kemampuan untuk mengundang datang kekuatan-kekuatan yang dipunyai Jenderal-Jenderal roh ini dan upacara-upacara tersebut menunjukkan bahwa Lima Unsur Pakua-Empat Hewan Perlambang merupakan hakekat daya-daya supranatural. Itulah sebabnya orang-orang Cina menyebut hewan-hewan itu sebagai Hewan-Hewan Supranatural." (Ibid, hlm.28)

Beberapa festival penting yang dilakukan sekitar naga adalah antara lain 'Festival Perahu Naga' dan 'Tarian Naga.'

"Penyembahan naga dilakukan dengan berbagai festival terutama tahun baru Imlek, diiringi tambur & petasan, diarak berkeliling ke jalan-jalan dengan maksud untuk mengusir roh-roh jahat dan kesialan."(The World Great Religions, Life, hlm.88)

Penyembahan naga sebagai pembawa berkat panen dan hujan dan juga sebagai penjaga dari kejahatan jelas dilakukan dalam pembuatan patung-patung naga di sawah, di gerbang rumah, di halaman, di kamar dan lainnya.

"Kebiasaan untuk memanjatkan doa kepada sang naga dan meletakkan patung seekor naga di sawah masih terdapat di Jepang sampai saat ini … Lung Ganda sering ditempatkan pada masing-masing sisi pintu utama. Lung Ganda adalah juga bentuk lain dari dua Dewa pintu dan oleh karena itu melambangkan perlindungan terhadap kejahatan." (Ong Hean-Tatt, Op Cit, hlm.57 & 67)

Dari data-data di atas jelas bahwa Liong/Lung dan Tarian Naga bukanlah sekedar produk seni-budaya tetapi merupakan bagian dari ritus penyembahan magis Cina.

Untuk penjelasa lebih lanjut lihatlah Renungan Juli 1999: Tradisi Budaya Mistik.

(T-3) Lalu bagaimana dengan shio Naga dan tahun naga emas dalam horoskop Cina?

(J-3) Sama dengan figur naga yang merupakan hasil rekaan manusia, demikian juga dengan shio. Pembagian shio dalam 12 tahun juga memuat naga sebagai salah satu binatang. Salah satu asal usul pembagian shio diceritakan dalam buku ‘Horoskop Cina’ adalah bahwa dimalam Sinchia, Buddha mengundang binatang-binatang untuk makan malam dan ternyata yang datang hanya 12 binatang dimulai dengan tikus dan diakhiri dengan babi. Kemudian sifat-sifat dari 12 binatang itu dijadikan sebagai sifat-sifat masing-masing tahun dan dianggap mereka yang lahir dalam tahun tersebut mewarisi sifat binatang dalam tahun tersebut. Inipun masih dikaitkan dengan kelima unsur termasuk logam (emas). Jadi, pembagian atas 12 binatang itu adalah hasil rekaan manusia dan sebagaimana horoskop lainnya, kemudian manusia menghambakan diri pada nasib yang diciptakannya sendiri itu. Bila kita teliti membaca ramalan shio itu, jelas masing-masing ramalan sering bertentangan satu-sama lain jadi bersifat ambivalen. Sebagai contoh, Jakarta Post membahas ‘Tahun Tikus’ dengan menggelar dua artikel. Artikel pertama menyebut “Tikus adalah binatang yang periang dan biasa tinggal di tempat-tempat pesta terbuka”  dan artikel kedua menyebut “Tikus adalah binatang yang suka bersembunyi dan tinggal di lorong-lorong gelap.” Pernyataan-pernyataan ambivalen demikian tentu memenuhi semua sifat dari mereka yang percaya bahwa shionya ‘tikus’ dan tinggal mengkaitkan dengan ramalan yang mana yang disenanginya, kalau lagi celaka maka ramalan kedua menjadi acuan dan kalau lagi hoki ramalan pertama yang dipercaya. Inilah tahyul soal nasib.

(T-4) Mengapa ada pendeta-pendeta yang mengatakan bahwa soal mengundang barongsay dan liong tidak berdampak apa-apa?

(J-4) Harus disadari bahwa dalam dunia teologi, ada bermacam-macam ‘iman’ yang dipercayai oleh pendeta, ada yang secara tegas menolak, ada yang bersifap sinkretis dalam arti kata mencampur adukkan dua agama sekaligus, maupun ada yang bersifat terbuka (liberal) dalam artikata membuka diri terhadap semua agama secara inklusif. Iman jelas akan membawa seseorang kepada pengertian rohani yang bertumbuh sehingga seseorang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak. Memang ada tahap pertumbuhan dimana kepekaan rohani itu masih belum begitu jelas sehingga melakukan sinkretisasi agama. Di kalangan liberal yang terpengaruh paham rasionalisme memang tidak lagi dipercaya adanya hal-hal supranatural seperti kekuatan demonis maupun mujizat Allah, bagi penganut liberalisme memang segala yang berbau supranatural hanya dianggap kahayalan manusia jadi adanya unsur demonis dalam budaya relgi seperti yang ada dalam barongsai, liong atau reog ponorogo dianggap sekedar ‘mitos’ yang harus di ‘demitologisasikan.’ Mau percaya atau tidak kuasa demonis dan mujizat Allah tetap ada dan bagi yang menolak kita melihat kemana arah imannya, sebab tidak mungkin seseorang tetap beriman kepada Allah tetapi tidak mempercayai kuasa-kuasa demonis maupun mujizat yang disebutkan dalam Alkitab.

Belakangan ini ada di kalangan pendeta-pendeta liberal yang mempercayai paradigma ‘Tuhan yang SATU’ yang bukan theisme tetapi monisme, yang mempercayai bahwa semua agama itu sama dan menuju ‘yang SATU’ ini. Jelas dengan mengimani iman universalisme demikian seseorang tidak akan menganggap ada salahnya mengundang barongsai atau liong, bahkan dalam ‘dialog agama’ di Salem, USA, belum lama ini seorang pendeta Kristen berjabat tangan dengan ‘pendeta Satanis.’

(T-5) Bagaimana sebaiknya kita dalam menghadapi tradisi budaya? Apakah sebaiknya menerima atau menolaknya?

(J-5) Sebelum kita menyimpulkannya, kita harus sadar bahwa dalam tradisi budaya, ada yang berkembang secara budaya murni tetapi ada yang berkembang berdasarkan budaya religi (agama), karena itu sikap terbaik bukan menolak atau menerima tetapi selektif. Bagi orang Cina kebiasaan memberi hormat dengan ‘soja’ adalah budaya yang baik karena kita belajar saling menghormat, tetapi ‘soja kui’ yang berkonotasi penyembahan sebaiknya tidak dilakukan, demikian juga ajaran Konghucu mengenai hormat kepada orang yang lebih tua kelihatannya mirip dengan kasih dalam kekristenan tetapi tradisi hormat kepada orang tua yang berkepanjangan sehingga menjurus pada penyembahan ‘roh nenek moyang’ jelas merupakan perzinahan rohani yang perlu dikesampingkan oleh umat Kristen. Tradisi saling berkumpul setahun sekali juga bukan masalah asalkan praktek-praktek religi yang mengikutinya tidak diikuti. Kita harus sadar bahwa memang tradisi mempunyai kekuatan untuk mempersatukan bangsa, tetapi kita juga harus sadar bahwa tradisi juga mempunyai kekuatan untuk mempersatukan bangsa melawan Tuhan (ingat menara Babil di kitab Kejadian dan penyembahan Lembu Emas di kitab Keluaran). Banyak tradisi yang merendahkan wanita tumbuh dari religi Monisme-dualistis dimana janda harus dibakar hidup-hidup (tradisi Hindu) maupun kaki wanita dipingit (tradisi Cina). Dalam perjumpaan dengan tradisi religi Kristen, kedua kebiasaan tradisi budaya yang tidak benar itu bisa digarami dan dihapuskan. Jadi, kita harus selektif dalam menerima tradisi budaya dan sekaligus kita menggarami tradisi budaya itu dengan tradisi Kristen yang Alkitabiah (bukan tradisi westernisasi yang juga tentu harus diseleksi).

(P-6) Bagaimana dengan sebagian umat Kristen yang sekarang getol membangkitkan tradisi Yahudi dalam ibadat Kristen?

(J-6) Secara umum sah-sah saja asalkan tidak hanya bersifat simbolis. Cucu ketua YBA diberi nama oleh ayahnya dengan nama ‘Abia’ Putrama Herlianto yang artinya ‘Abia (Tuhanku adalah ayahku) anak putra pertama Herlianto.’ Tidak ada yang salah dengan penggunaan nama dalam Bahasa Ibrani ini, hanya sekarang tugas berat kedua orang tuanya dan juga kedua granpa & grandmanya adalah ‘bagaimana menjadikan si cucu itu benar-benar menjadikan Tuhan sebagai ayahnya.’ Sekedar ikut-ikutan dalam menggunakan nama dalam bahasa Ibrani tidaklah benar. Sebagai contoh, perusahaan yang kolusi berat dalam KKN mobil Timor menggunakan nama perusahaan ‘Siloam’ dan ketika terjadi KKN yang menjual gereja di depan Stasiun Gambir yang dilestarikan Pemerintah itu yang mempeloporinya adalah perusahaan bernama ‘Shalom’ demikian juga di Semarang pernah didirikan perusahaan bernama ‘Yehezkiel’ dan di surat kabar disebut bahwa direkturnya (yang tentunya anggota persekutuan yang memberi nama perusahaan) kabur membawa uang nasabah. Di salah satu jaringan internet ada netter yang menggunakan nama yahudi tulen yaitu ‘Piter Ben Abraham’ dan selalu menutup suratnya dengan salam damai ‘Shalom Alechem’ tetapi dalam setiap suratnya selalu keluar ucapan-ucapan yang tidak patut diucapkan oleh seorang Kristen, bahkan sekalipun sudah beberapa nasehat netters disampaikan kepadanya kelihatannya ia tidak peka akan kebenaran ucapan seorang beriman.

Soal gairah menghadirkan ‘tarian rebana dan kecapi’ dalam ibadat Kristen boleh-boleh saja asalkan arti Yesus Perjanjian Baru tidak disingkirkan, demikian juga promosi ‘Holy Land Tour’ janganlah sampai menimbulkan pengertian menantang di kalangan Islam karena ‘negara Yahudi sangat tidak bertuhan dalam sikapnya terhadap bangsa Palestina.’ Juga harus berhati-hati agar janganlah tradisi Yahudi menggantikan tradisi Kristen. Dalam seminar-seminar ‘Akhir Zaman’ yang biasa dibawakan oleh ‘Peter Tjondro’ dijual buku tentang ‘Lembu Merah’ yang diberi pengantar olehnya. Tahu apa isinya? Buku itu ditulis oleh seorang rabi diluar kerabian Yahudi (sekte) yang sangat menonjolkan Yudaisme dan tidak satupun menyinggung ayat Perjanjian Baru, isinya tidak mengaku bahwa Mesias telah datang sebagai Kristus, itulah sebabnya sangat ditekankan pengorbanan Lembu Merah untuk menyiapkan kedatangan ‘Mesias’ yang pertama kali, padahal ‘Lembu Merah’ sudah dilunasi oleh Kristus (bandingkan Bil.19 dengan Ibr.9). Jadi disini terlihat bahwa gairah mencintai tradisi Yudaisme tanpa sadar telah membawa seseorang pada sikap menolak Perjanjian Baru dan Yesus Kristus.

A m I n.

Salam kasih dari Herlianto.

Catatan: Menyambut banyaknya sambutan akan forum diskusi/tanya-jawab YBA tentang masalah teologia maupun umum, sejak Januari 1999 terbuka forum diskusi yang dapat diikuti oleh setiap netter. Dari sekian banyak pertanyaan/tanggapan yang masuk, setiap bulan akan dipilih beberapa pertanyaan/tanggapan yang dianggap penting untuk dirilis secara berselang-seling dengan renungan bulan yang sama. Identitas para netter akan ditulis dengan singkatan tiga huruf disusul dengan kota dimana ia berdomisili. Setiap topik diskusi dapat ditanggapi lagi bila belum terasa cukup. Pertanyaan/tanggapan dikirimkan ke alamat YBA


Form untuk mengirim pertanyaan