Ruang Tanya Jawab Oktober 1999 

Form untuk mengirim pertanyaan


SIAPAKAH YANG BERNAMA ALLAH ITU? (2)

DISKUSI Agustus 1999 berjudul 'Siapakah yang Bernama Allah Itu?' telah mendapat sambutan luas. Namun rupanya masih ada yang belum jelas sehingga masih ada yang menanyakan lagi. Diskusi kali ini memberi penjelasan lanjutan dalam bentuk tanya jawab:

1 Diskusi Agustus menyebut nama 'Allah' bukan diambil dari agama Islam & Alquran tetapi sebelumnya. Apa benar?

Untuk jelasnya berikut dikutip pernyataan dalam Diskusi Agustus:

"Jadi nama Allah bukan diambil dari agama Islam, Al-Qur'an atau dari 'artinya yang merosot' sebagai dewa-air, tetapi dari sejarah jauh sebelumnya yang berasal dari istilah bahasa Semit (Shem) yaitu 'El' yang dipercaya Abraham."

Ini diperkuat kutipan Dr. Daud H. Susilo yang berbunyi:

"Jauh sebelum kehadiran agama Islam, orang Arab yang beragama Kristen sudah menggunakan (baca: menyebut) allah ketika mereka berdoa kepada el, elohim, eloah." (jurnal Forum Biblika,LAI,no.8/1998)

Dan diperjelas dari sumber Islam sendiri yang berbunyi:

"Nama "Allah" telah dikenal dan dipakai sebelum al-Qur'an diwahyu-kan ." (Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam, 1996, h.23)

Maksudnya adalah bahwa istilah itu sudah digunakan oleh orang Arab beragama Kristen sebelum kehadiran Islam dan nama itu dalam tradisi Ismael/Arab Kristen menunjuk pada 'El' yang disembah Abraham. Berikut ditambahkan kutipan dari Ensiklopedia Islam di bawah kata 'Bangsa Arab' yang lebih jelas:

"Gagasan tentang Tuhan Yang Esa yang disebut dengan Nama Allah, sudah dikenal oleh Bangsa Arab kuno. Ajaran Kristen dan Yudaisme dipraktikkan di seluruh jazirah ... Kelompok keagamaan lainnya sebelum Islam adalah hunafa' (tngl.hanif), sebuah kata yang pada asalnya ditujukan pada keyakinan monotheisme zaman kuno yang berpangkal pada ajaran Ibrahim dan Ismail. Menjelang abad ke-7, kesadaran agama Ibrahim di kalangan bangsa Arab ini telah menghilang, dan kedudukannya digantikan oleh pemujaan sejumlah berhala." (Cyril, Op Cit, h.50-51)

Rupanya menjelang abad ke-7 itulah arti Allah merosot digunakan untuk menyebut 'dewa air' atau 'dewa berhala lainnya,' dan baru pada abad ke-7 Islam memulihkannya.

"dalam waktu 20 tahun seluruh tradisi Jahiliyyah tersebut terhapus oleh ajaran Tuhan yang terakhir, yakni Risalah Islam." (Ibid, h.51)

Dari latar belakang ini dapat dimengerti penerjemahan Alkitab ke bahasa Melayu (1629) menggunakan nama 'Allah' untuk menyebut Tuhan yang Maha Esa karena di kala itu 'Allah' sudah masuk kosa kata bahasa Melayu. Maka berdasar acuan orang Arab Kristen yang jauh sebelumnya sudah menggunakan 'Allah' untuk menyebut 'El, Elohim & Eloah, maka nama itu digunakan.

2 Mengapa disebut bahwa "Yahweh tidak pernah diterjemahkan menjadi ALLAH." Bukankah dalam Alkitab YAHWEH telah diterjemahkan menjadi 'ALLAH' 297 kali?

Penanya kurang teliti membaca Diskusi Agustus. Disitu ditulis bahwa "Yahweh tidak pernah diterjemahkan sebagai Allah" (huruf kecil dengan huruf pertama kapital) dalam pengertian sebagai terjemahan 'el, elohim atau eloah.' Memang benar ada nama 'Yahweh' yang diterjemahkan sebagai 'ALLAH' (semua hurufnya besar), ini tidak dibahas dalam Diskusi Agustus. Yahweh diterjemahkan menjadi 'ALLAH' bila nama Yahweh itu didahului nama 'Adonai.' Karena 'Adonai' biasa diterjemahkan sebagai 'Tuhan' (huruf kecil dengan huruf pertama kapital) dan 'Yahweh' diterjemahkan sebagai 'TUHAN' (semua huruf besar). Untuk menghindari pengulangan, maka 'Adonai Yahweh' tidak diterjemahkan 'Tuhan TUHAN' melainkan diterjemahkan 'Tuhan ALLAH.' Ini bisa diterima mengingat nama 'Yahweh' bisa bertukar dengan 'El.'

3 Bukankah bangsa Arab adalah keturunan Ham (Hamit) dan bukan keturunan Sem (Semit), karena Ismail adalah anak Hagar bangsa Mesir dan dalam Alkitab disebut bahwa Ismail tidak boleh disebut keturunan Abraham (Kej.21:12). Jadi, bangsa Arab bukan keturunan Sem!

Penafsiran yang sederhana ini rupanya timbul akibat obsesi 'fanatisme Yudaisme' dan 'alergi Arab' yang berlebihan dimana bangsa & bahasa Yudaisme di tinggi-tinggikan sedang bangsa & bahasa Arab cenderung didiskreditkan (Ham dikutuk, Kej.9:25).
Perlu disadari bahwa bila kita menyebut 'bangsa' yang dimaksudkan adalah 'pertalian darah daging' jadi bukan dimaksudkan 'keturunan perjanjian/hak-waris' (Kej.21:12). Sesudahnya malah Allah berfirman tentang Ismail bahwa "iapun anakmu" (Kej. 21:13). Jadi, sekalipun hak waris perjanjian tidak diterima Ismael, ia tetap anak 'darah daging' Abraham, demikian juga bangsa Arab yang keluar dari benih Ismail. Dalam masyarakat patriarkhal seperti bangsa Ibrani & Arab, pertalian darah ditentukan dari jalur ayah, apalagi Ismail adalah 'anak sulung' yang ikut 'disunat' jadi tetap terhisap dalam keluarga Abraham (Kej.17). Paulus menyebut Hagar sebagai "gunung Sinai di tanah Arab" yang melahirkan anak daging Abraham (LAI, Gal.4:21-31).

Apakah bangsa Arab itu keturunan Ham (Hamit) atau Sem (Semit)? Alkitab menyebut bahwa keturunan Ham adalah Kusy (Ethiopia), Misraim (Mesir), Put dan Kanaan (Kej.10:6). Dari kamus Kristen kita dapat membaca bahwa:

"orang Arab mencakup keturunan Aram (Kej.10:22), Eber (Kej.10:24-29), Abraham dari Keturah (Kej.25:1-4) dan dari Hagar (Kej.25:13-16) ... Keturunan Joktan (anak Eber) mencakup beberapa suku Arab (Kej.10:26-29)." (The Interpreter's Dictionary of the Bible, di bawah kata Arabians).

Menurut kamus Islam, yang disebut 'Bangsa Arab' adalah:

"Masyarakat Semit yang merupakan penduduk asli gurun pasir Arabia ... Masyarakat yang berdarah Arab asli dan berbahasa Arab tersebar di sepanjang jazirah Arabia, terbentang dari Yaman dan pantai Afrika dekat Yaman sampai kepada gurun pasir Syria dan Irak Selatan ... Tradisi Arabia Selatan yang diyakini bahwa mereka merupakan keturunan dari seorang nabi bernama Qahthan, yang di dalam Bibel disebut Joktan, dan Tradisi Arabia Utara yang diyakini sebagai keturunan nabi Adnan, dan darinya terbentuk keturunan Isma'il, putra Ibrahim ... Istilah Arab berarti "Nomads". Bangsa Arab Utara dipandang sebagai Arab al-Musta'ribah (Arab yang di Arabkan), sementara bangsa Arab keturunan Quathan yang tinggal di wilayah selatan menamakan dirinya sebagai Arab Muta'arribah, atau suku-suku hasil percampuran dengan Arab al-'Aribah (Arab Asli) ... Kelompok Arab yang asli ini, yakni keturunan Aram putra Shem putra nabi Nuh." (Cyril, Op Cit, h.49-50)

"Adnan. Anak turunan Nabi Isma'il yang menjadi nenek moyang suku-suku Arabia Utara ... nenek moyang suku Arabia Selatan adalah Quahthan, yang dalam Bibel disebut Joktan." (Ibid, h.12-13)

Dari penjelasan di atas jelas sudah bahwa bangsa Arab adalah keturunan Sem dan bukan keturunan Ham dan termasuk bangsa yang berbangsa dan berbahasa rumpun Semit. Setidaknya bangsa Arab terdiri dari tiga macam 'keturunan Semit' yaitu (1) Bangsa Arab-Asli yaitu keturunan Aram anak Sem; (2) Bangsa Arab Selatan yaitu keturunan Yoktan anak Eber (yang nota-bena termasuk orang Ibrani juga mengingat Ibrani berasal dari keturunan dan nama Eber); dan (3) Bangsa Arab Utara yang dianggap keturunan Ismail.

4 Bagaimana dengan ucapan Yesus dikayu salib, bukankah ia berbicara 'Eloi, Eloi' dalam bahasa Ibrani? Bagaimana dengan ucapan Yesus dikayu salib, bukankah ia berbicara 'Eloi, Eloi' dalam bahasa Ibrani?

Perlu diketahui bahwa kata 'Eloi/Eli' bukan bahasa Ibrani tetapi Aram. Alkitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani dan bukan bahasa Ibrani, sekalipun demikian memang ada terselip beberapa istilah Aram (a.l. Eloi Lama Sabakhtani, Talitha Kumi, Maranatha, Rabbuni) dan Romawi (Centurion, Legion, Denari).

"Kelompok Arab yang asli ini, yakni keturunan Aram putra Shem putra nabi Nuh." (Ibid, h.50)

Dapatlah dikatakan dari kutipan ini bahwa bahasa Aram waktu Yesus hidup bersumber sama dengan bahasa Arab asli, yaitu pada nenek-moyang Aram, anak ke-5 dari Sem (Kej.10:22), jadi Yesus berkata 'Eloi' dalam bahasa Aram-Arab dan bukan Ibrani!

"Yesus berbicara juga bahasa Yunani ... tetapi bahasa ibu mereka saat itu ialah bahasa Aram." (ME Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, BPK, 1966, h.16).

Kita perlu memperhatikan bahwa bahasa Aram (berasal Aram anak Sem) kenyataannya lebih tua dua generasi dari bahasa Ibrani (berasal Eber cucu Arpakhsad anak Sem, Kej.10:22-24).
Bila kita mempelajari bahasa Ibrani dengan seksama, dapat diketahui bahwa awalnya nama 'el' menjadi 'il, ilu, ilum' yang berkembang di rumpun Semit-Timur dan Akkadian-kuno, menjadi 'ila/ilah' di Amorit dan Arab-utara (lih. G. Johanes Botterwech et.al (eds), Theological Dictionary of the Old Testament, vol.I, h.242-244). Nama 'elohim' (Ibrani) sama asal katanya dengan 'elah' (Aram) dan 'ilah' (Arab). (Ibid, h.273)

5 Dalam Diskusi Agustus disebutkan bahwa bahasa Ibrani adalah bahasa mati yang tidak digunakan sehari-hari, bukankah Ibrani adalah satu-satunya bahasa tertua yang dipakai sehari-hari mulai zaman Musa sampai hari ini di Israel?

Perlu belajar mengerti secara kontekstual dimana dalam Diskusi itu disebut tentang bahasa Ibrani pada masa Yesus hidup. Bahasa Ibrani bukan yang tertua sebab ada bahasa lain bahkan lebih muda dua generasi dari bahasa Aram. Bahasa Ibrani mengambil nama buyut Sem yang bernama Eber, dan rupanya karena terdiri hanya dari huruf mati/konsonan, bahasa ini kurang berkembang dan hanya berkisar pada penggunaannya di Istana dan Bait Allah. Dr. D.C. Mulder dalam bukunya memberi komentar tentang ini:

"Perlu dimengerti bahwa bahasa Ibrani itu tidak merupakan bahasa yang satu dan sama pada segala waktu ... bahasa Ibrani itupun mengalami suatu perkembangan ... dalam bahasa Ibranipun terdapat dialek-dialek ... sifat khusus dari bahasa Ibrani, bahasa itu selalu diancam oleh pangaruh bahasa Aram. Kita sudah melihat bahwa dari permulaannya dalam bahasa Ibrani terdapat unsur-unsur Aram Arab. Terutama di Israel Utara ... pengaruh itu juga merembet ke selatan, ke tanah Yehuda. Waktu orang buangan dari Babel pulang ke tanah suci, maka di sana bahasa Aram sudah umum dipakai ... Sesudah pembuangan, bahasa Ibrani masih dipakai sebagai bahasa kea-gamaan dan bahasa kesusasteraan. Tetapi rakyat jelata sudah tidak lagi paham bahasa Ibrani itu (lih.Neh.8:4,9) ... Di tanah Palestina sendiri bahasa Aramlah yang menjadi bahasa sehari-hari sejak abad ke-IV/III sb.M.; bahasa Ibrani lama kelamaan hanya dipakai sebagai bahasa suci dan bahasa agama." (Pembimbing ke Dalam Perjanjian Lama, BPK, 1970, h.17-18,214).

Dapat dimaklumi mengapa bahasa Ibrani itu tidak dipakai secara umum waktu Yesus hidup, bahkan dua abad sebelumnya Perjanjian Lama diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta/LXX) dan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa 'Yunani Koine' (umum) karena bahasa Yunani kala itu menjadi bahasa komunikasi resmi yang digunakan di sekitar Laut Tengah. Memang kemudian bahasa Ibrani mulai dihidupkan setelah pada abad AD-VI ditambahkan huruf-huruf hidup (vokal) sehingga lebih mudah untuk diucapkan dan berkembang menjadi bahasa nasional setelah umat Israel kembali dari diaspora sampai masakini.
Saat hidup, Yesus dipanggil Yesous Christous dan pengikutnya disebut Christanous. Andaikan ada nama kecil Yesus tentu bukan Yosua Hamasiah (bahasa Ibrani) tetapi suatu panggilan dalam bahasa Aram. Orang Yahudi sekarang sah-sah saja bila menterjemahkan nama itu menjadi Yosua Hamasiah, ini sama sahihnya dengan orang Palestina yang menyebut 'El, Elohim atau Eloah' dengan 'Allah.'

6 Dalam Diskusi Agustus disebutkan bahwa istilah 'El' disejajarkan dengan 'Yahweh'. Ini tidak benar karena El, Elohim & Eloah' adalah bukan nama tetapi gelar, yaitu gelar yang harus disembah, sedang Yahweh adalah nama dari Eloim.

Kembali perlu dipelajari bahasa dan sejarah Ibrani dengan seksama. Semula, 'el' mempunyai pengertian sama dengan 'il, ilu, ilum, eloi, eli, elah, ila, ilah' dll. yang menunjuk pada 'Yang Disembah' sebagai sebutan umum (generic appelative) bahkan ada kesan bahwa 'el' itu semula punya pengertian politheistik. Dalam perkembangan penyembahan itu kemudian 'el' dianggap sebagai 'pencipta/penguasa' atau yang tertinggi dari 'pantheon deretan sesembahan' itu dan mulailah disebut dengan nama diri 'El' yang difinitif (The God, sama halnya ilah menjadi al-ilah/Allah).
Dalam kamus teologi P.L. dari Botterwech (Op.Cit., vol.I, h.253-261), kita dapat melihat bahwa 'El maupun Elohim' dalam Perjanjian Lama bisa menjadi 'nama diri' (proper name) maupun sebagai 'gelar, sebutan atau panggilan umum' (generic appel-ative), dan dengan 'Yahweh' (nama diri) dalam proses penulisan P.L. 'El dan Yahweh' sering dipertukarkan. Dalam sanjak Bileam, El tidak lain adalah 'Yahweh yang membawa umat Israel keluar dari Mesir' (Bil.23:8,19,22-23;24:8,16,23), penggunaan yang sama juga dapat dilihat di (2.Sam.23:5/Maz.89:7-9).
Dalam kitab Ayub, 'El' digunakan sebagai 'nama diri' sebanyak 50 kali sejajar dengan 'Shaddai' sebanyak 12 kali. Mirip dengan ini adalah (Kej.35:1,3;46:3/Bil.12:13). Dalam Maz.43-83 lima belas kali 'El' disebut sebagai nama diri, dan dalam Maz.78 saja 6 kali 'El' disebut sebagai 'nama diri' untuk menyebut Yahweh. Penggunaan 'El' sebagai 'nama diri' dan 'sebutan/panggilan/gelar umum' bersama-sama lebih banyak terjadi pada saat awal sejarah Israel. Tahun-tahun menjelang pembangunan Bait Allah pertama, 'Yahweh' menggantikan 'El' sebagai 'nama diri' dan 'elohim' menggantikan 'el' sebagai nama sebutan/panggilan/gelar. Rupanya dengan meningkatnya kepercayaan akan 'kesucian nama Yahweh yang tidak boleh diucapkan sembarangan' selama pembuangan, sesudah pembuangan penggunaan 'El' sebagai 'nama diri' meningkat kembali (Ibid, h.258-259).

"Luasnya tumpang tindih dalam sifat, julukan antara nama Yahweh dengan El mengesankan bahwa Yahweh berasal dari tokoh El, terpisah dari allah yang lama ketika Israel melepaskan dan membedakan diri dengan konteks awalnya yang politheistik." (Ibid, h.260).

Petunjuk mengenai nama diri 'Yahweh' yang berkembang dari 'El', sekalipun El masih sering dipakai sesudah pembuangan seperti yang dijumpai di kitab Yesaya yang kedua (Yes.40:18; 43:10,12; 45:14), adalah bahwa nama diri 'Yahweh' sebenarnya baru dikenal 'pada masa pengutusan Musa.' Dalam tradisi Pentateuch tertua disebutkan bahwa 'Yahweh adalah Allah Keluaran/Exodus' (Kel.20:2), sebab berfirmanlah Allah:

"Akulah TUHAN, Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah yang Mahakuasa, tetapi dengan namaKu TUHAN Aku belum menyatakan diri." (LAI, Kel.6:1-2. Bandingkan dengan Kej.17:1;28:3;35:11;43:14;48:3;49:25).

Tetapi dalam tradisi Pentateuch yang kemudian nama diri 'Yahweh' digunakan dalam rangka 'Penciptaan' (mulai Kej.2) dan pada zaman Enos disebut bahwa "Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN." (LAI, Kej.4:26). Diduga, nama diri yang digunakan semula adalah 'El' sebelum Musa, tetapi untuk menjadikan 'Yahweh' bukan sebagai 'El' yang eksklusif hanya milik Israel, maka nama diri 'Yahweh' kemudian digunakan untuk mengganti nama diri 'El' mulai Kej.2 agar 'Yahweh juga menjadi Allah manusia' (Enos artinya manusia) bahkan 'Yahweh adalah Allah pencipta Langit dan Bumi.' (Kej.2:4)

DARI pembahasan Diskusi ini kita dapat melihat bahwa soal 'Nama Allah' perlu kita pelajari dengan seksama dalam konteks perkembangan agama, bangsa & bahasa rumpun Semit agar kita tidak sampai terjerat pada kesimpulan yang prematur. Amin!

Herlianto (Yayasan Bina Awam)

Catatan: Menyambut banyaknya sambutan akan forum diskusi/tanya-jawab YBA tentang masalah teologia maupun umum, sejak Januari 1999 terbuka forum diskusi yang dapat diikuti oleh setiap netter. Dari sekian banyak pertanyaan/tanggapan yang masuk, setiap bulan akan dipilih beberapa pertanyaan/tanggapan yang dianggap penting untuk dirilis secara berselang-seling dengan renungan bulan yang sama. Identitas para netter akan ditulis dengan singkatan tiga huruf disusul dengan kota dimana ia berdomisili. Setiap topik diskusi dapat ditanggapi lagi bila belum terasa cukup. Pertanyaan/tanggapan dikirimkan ke alamat YBA


Form untuk mengirim pertanyaan