Ruang Tanya Jawab - Desember 2003
Form untuk mengirim pertanyaan
MLM YANG RESMI
Sebagai kelanjutan Diskusi (814) MLM = Piramid atau Bukan?; (815) MLM = New Age?; dan (817) MLM Yang Sehat (lihat www.yabina.org), ada beberapa pertanyaan baru sebagai berikut:
(Tanya-1) MLM RESMI? Baru-baru ini (Oktober 2003) Memperindag meresmikan Gedung Sentra Bisnis dan Distribusi CNI seluas 11.450 M2 di Jakarta. Bukankah ini menunjukkan bahwa bisnis MLM itu resmi dan direstui Pemerintah?
(Jawab-1) SEJUJURNYA, harus diakui bahwa fenomena pembangunan itu justru menunjukkan dengan tepat bahwa MLM itu berskema piramid. Dalam bisnis MLM yang berjenjang, akan terbentuk skema piramid dimana hanya bagian kecil di atas yang mendapat komisi banyak, sebagian hanya mendapat komisi sedikit atas kerja sebagian besar yang di bawah. Di balik semua itu, puncak piramid, dhi. Perusahaan MLM, akan sangat kaya raya karena keuntungan berjenjang yang masuk ke kas, dan pada gilirannya, dana arisan yang terkumpul di saku pengusaha itu akan ditanamkan di bangunan dan bisnis lain yang non-MLM juga sehingga keuntungan perusahaan menjadi-jadi. Inilah yang menjadi keprihatinan kalangan hukum di Amerika Serikat dengan banyaknya tuntutan dari para distributor yang merasa terkecoh oleh janji-janji kaya yang bisa diperoleh semua orang itu dan banyak kali pebisnis ‘MLM resmi’ didenda besar. Cobalah tanya kepada perusahaan MLM, berapa jumlah anggota mereka dan berapa ‘success story’ yang telah berhasil menjadi ‘maha bintang’ atau ‘level diamond’? Deperindag memberi surat IUPB (Izin Usaha Penjualan Berjenjang) kepada para perusahaan yang bergerak dalam bisnis MLM, dan izin itu baru dicabut bila ada tuntutan class action ke pengadilan bila banyak yang dirugikan. Umumnya peserta MLM hanya bisa menulis surat di surat kabar tetapi mereka tidak bisa menuntut di pengadilan, soalnya kerugian yang dialami banyak orang lapisan bawah masing-masing hanya kecil tetapi dialami banyak orang, dan kerugian ini disebabkan skema piramid yang menjadikan pengusaha dan sekelompok kecil peserta terdahulu memperoleh komisi berlimpah.
(T-2) MLM ANGGOTA APLI. Banyak bisnis MLM sudah diakui dan menjadi anggota APLI (Assosiasi Penjualan Langsung Indonesia). Apakah keanggotaan itu tidak bisa dijadikan ukuran bahwa MLM anggota APLI itu resmi dan halal?
(J-2) PERLU disadari bahwa APLI adalah assosiasi penjual langsung indonesia, jadi gabungan dari para penjual langsung termasuk bisnis MLM, dan para pengurusnya terdiri dari pimpinan MLM, jadi misinya tentu lebih banyak akan melindungi perusahaan MLM dan bukan untuk menyorot kegiatan MLM yang menjadi anggotanya. Di sini APLI tidak terhindarkan akan berstandar ganda, di satu pihak: (1) APLI menyalahkan bisnis piramid di pihak lain MLM juga berskema piramid; (2) APLI menyalahkan sistem binari padahal beberapa anggotanya bersistem binari; (3) APLI menyalahkan promosi yang mengecoh, padahal iklan CNI sehalaman penuh di harian KOMPAS hanya menonjolkan success story dan bukan menonjolkan produknya; (4) APLI melarang uang pendaftaran yang besar untuk menjadi distributor dan beberapa kali, faktanya banyak anggotanya yang MLM menarik pendaftaran besar juga dan ada yang uang pendaftarannya kecil tetapi berkali-kali mendaftar ulang setiap tahun; (5) APLI menyebut bahwa komisi harus berasal dari penjualan yang dilakukan sendiri, tetapi faktanya ada perusahaan MLM membayarkan komisi pada banyak jenjang di bawahnya yang notabena bukan dari penjualan sendiri; (6) APLI menghimbau perusahaan MLM untuk transparan dalam mengungkapkan data jumlah anggota dan keuntungan yang diperoleh, dalam banyak kasus ini tidak terjadi, sebab bila perusahaan MLM menyodorkan neraca demikian, akan terlihat bahwa bisnis mereka menjalankan gabungan antara penjualan produk + arisan berantai dimana keuntungan bersih penjualan sebenarnya menjadi uang arisan berantai (berjenjang) yang dibagikan sebagai komisi.
(T-3) MLM BERKEMBANG. Majalah Eksekutip (November 2003) memberitakan bahwa bisnis MLM berkembang, sebagai contoh CNI dalam umurnya yang 17 tahun telah diikuti sejuta distributor dan setiap tahun omset penjualannya meningkat lebih dari 30%. Bukankah ini menunjukkan dampak positif terhadap perbaikan perekonomian nasional?
(J-3) BILA hanya melihat aspek kwantitatip memang benar, demikian juga perdagangan narkoba, CD bajakan, dan penyelundupan menunjukkan dampak positif terhadap perbaikan perekonomian nasional. Tetapi bagaimana secara kualitatip? Perdagangan narkoba, CD bajakan, dan penyelundupan menurut kacamata umum dan hukum sudah diharamkan demikian juga arisan berantai dan MLM produk yang hanya menjadikan produk sebagai komuflase. Sekalipun beberapa perusahaan MLM produk sudah meningkatkan mutu produknya dan menjadi anggota APLI, penjualan yang ‘hanya untuk distributor lingkungan sendiri’ menyebabkan produknya tidak bisa diperbandingkan dengan produk sejenis di pasar baik mutu maupun harganya, apalagi sudah bukan rahasia umum bahwa ada produk MLM dibeli dari produk laku/terkenal perusahaan konvensional dan diberi kemasan sendiri. Membuat perusahaan bukan sifat MLM sekalipun perusahaan MLM setelah terkumpul dana berjibun kemudian membuka juga perusahaan sendiri jadi tidak lagi murni MLM. Kelihatannya jumlah MLM yang resmi maupun yang tidak sudah melebihi angka 100 dan menunjukkan mulai terjadinya kejenuhan. Baru-baru ini ada surat pembaca di harian Pikiran Rakyat Bandung yang mengkritik CNI karena menurunkan persentasi komisi berbeda dengan yang dijanjikan semula, berdasarkan alasan bahwa persaingin di bisnis MLM makin ketat. Kita tahu bahwa umumnya perusahaan MLM bergerak utamanya menjual komoditi barang keperluan sehari-hari seperti kosmetik, vitamin & suplemen makanan, ini menimbulkan persaingan ketat antar pengusaha MLM.
(T-4) MENOLONG ORANG MENOLONG DIRI SENDIRI. Bukankah terbukti bahwa bisnis MLM menjadikan ‘Semua Orang Bisa Mencapai Sukses’ dan ‘For People Who Like Helping People’ (slogan Kiyosaki). Mengapa dianggap sebagai bisnis yang menipu lewat menjual?
(J-4) BISNIS MLM bersifat ambivalen, dan sekalipun diberi slogan indah fakta membuktikan, bahwa: (1) CBS-TV di USA, pada tahun 1983, mewartakan hasil penelitian kantor kejaksaan Agung Wisconsin yang mengungkapkan bahwa dari 20.000 distributor Amway di negara bagian itu, kurang dari 1% yang memperoleh penghasilan $14,000 setahun sebelum dikurangi biaya-biaya lain; (2) Majalah Forbes pada 9 Desember 1991 menyebutkan bahwa rata-rata distributor Amway hanya memperoleh keuntungan sekitar $780 setahun, ini belum dikurangi biaya tilpon, transport, perangko, dan bahan-bahan promosi yang mesti dikeluarkan dalam pekerjaan ini; (3) Stephen Butterfield, seorang mantan distributor aktif Amway, melakukan penelitian atas laporan-laporan tahunan Amway, menemukan fakta bahwa hanya 1-2% dari seluruh distributor yang mampu memperoleh penghasilan menengah di masyarakat. Mereka yang mencapai level diamond yang menjanjikan pemasukan $50,000 – $100,000 hanya 0,048%. Agar satu orang dapat meningkatkan kelas sosialnya melalui Amway sedikitnya 2.083 distributor baru harus dimasukkan; (4) Salah satu success story distributor MLM Nu Skin menyebut bahwa ia menjadi jutawan dalam waktu 5 tahun dengan downline kuat sebanyak 5.000 distributor. Di tahun 1998, Nu Skin membayarkan 2/3 dari seluruh diskonnya kepada hanya 200 upliners dari 63.000 distributor yang aktif saat itu; (5) Di Indonesia, angka-angka demikian sulit diperoleh karena umumnya perusahaan MLM tidak transparan, namun dari data selama 17 tahun beroperasi dengan 1 juta distributor yang dicapai saat ini, CNI baru menghasilkan ratusan maha bintang yang memperoleh bonus rumah dan/atau mobil (lihat Hall of Fame Maha Bintang CNI). Majalah Eksekutip mencatat: “Pada National Convention CNI pada 5 Oktober 2003, diberikan bonus dan komisi berupa mobil pada 20 orang, 19 komisi kepemilikan rumah, 2 orang mobil mewah, dan seorang meraih komisi kepemilikan mobil mewah ke-2. Selain itu masih ada beberapa bonus menarik lainnya, seperti perjalanan wisata ke luar negeri yang jika keseluruhannya dihitung nilainya mencapai miliaran rupiah” (November 2003, h.65). Perlu diketahui bahwa pada tahun 2003 saja, sejuta distributor membayar pandaftaran lebih dari 60 milyar rupiah (pendaftaran ulang @Rp.55.000, tahun 2003 tercatat 250.000 pendaftar baru yang membayar @Rp. 82.500)! Dari data-data di atas kita dapat melihat bahwa slogan menjadikan ‘Semua Orang Bisa Mencapai Sukses’ adalah menipu karena hanya sebagian kecil yang akan sukses dari dukungan sebagian besar yang tidak sukses, demikian juga slogan ‘For People Who Like Helping People’ faktanya lebih menunjukkan ‘For People Who Like Helping People to Help Him’. Karena itu
apakah MLM itu lebih tepat disebut ‘Menjanjikan Laba Menggiurkan’ atau lebih tepat disebut ‘Menipu Lewat Menjual’? Sungguh tepat apa yang digambarkan tragedi ‘Piramid di Mesir’ dimana demi membangun tempat abadi untuk Firaun & keluarga, dan para petinggi kerajaan, puluhan ribu penduduk mengorbankan keringat bahkan nyawa mereka dalam membangun piramid itu. (Sumber dari buku: ‘False Profits, Seeking Financial and Spiritual Deliverance in Multi Level Marketing and Pyramid Schemes’, Robert L. Fitzpatrick & Joyce K. Reynolds, Herald Press, 1997), dan juga milis a.l.:
http://www.pyramidshemealert.org
http://www.falseprofits.com
http://www.mlmwatch.com
http://www.vandruff.com/mlm.html
http://www.csj.org
http://www.perso.wanadoo.fr/eldon.braun/awareness/(T-5) MLM YANG BENAR? Kalau begitu, apakah sebagai umat Kristen kita dapat membuat bisnis MLM yang benar?
(J-5) BISNIS MLM berlandaskan penjualan berjenjang yang berskema piramid (membership ke bawah makin besar secara deret ukur). Pemasaran berjenjang dengan skema piramid adalah netral (baca piramid Musa dalam Kel.18:21-22), dalam hal ini MLM merupakan salah satu sistem pemasaran di samping sistem perusahaan konvensionil dan waralaba. Yang membedakan MLM yang baik dan tidak adalah kandungan produk dan sistem pembagian komisinya. Bisnis MLM yang baik secara iman Kristen adalah kalau:
(1) Menjual produk yang bersaing dengan produk sejenis di pasar baik secara mutu maupun harga;
(2) Produk juga dijual kepada umum (Di USA ada peraturan yang menentukan penjualan 30% kepada umum, ini untuk menunjukkan kwalitas mutu dan harga secara bersaing, dan distributor tidak termotivasi membeli barang yang tidak diperlukan demi mengejar komisi);
(3) Komisi diperoleh karena penjualan yang dilakukan sendiri dan bukan karena penjualan orang lain. Setidaknya dua tiga lapis komisi masih dihalalkan karena para distributor masih memberikan pembinaan dan dorongan kepada jenjang-jenjang satu, dua dan tiga di bawahnya (active income), tetapi tidak mungkin pada jenjang-jenjang selanjutnya. Yang menjadi masalah disini adalah daya tarik MLM justru pada pembagian komisi atas penjualan pada banyak jenjang, ada yang sampai 7 jenjang ada yang tidak terbatas, ini biasa disebut ‘pasif income’;
(4) Pembagian komisi yang lebih merata, artinya tidak membentuk gambaran piramid dimana perusahaan di puncak akan sangat kaya raya dan sebagian elit distributor terdahulu banyak laba, tetapi ini didukung oleh jerih payah sebagian besar yang dibawah;
(5) Tidak menipu dan mengecoh dengan slogan-slogan yang biasa dipromosikan iklan MLM dan pertemuan pelatihan MLM, seakan-akan ‘SEMUA distributor DAPAT mencapai SUKSES’ dengan promosi kesaksian ‘success story’ para ‘maha bintang’ atau ‘level diamond’, soalnya hukum piramid dalam MLM tidak memungkinkan ‘semua dapat sukses’;
(6) MLM umumnya melatih para distributor bukan dengan prinsip-prinsip marketing tetapi dengan indoktrinasi kejiwaan New Age yang mendorong ‘motivasi mengenai sifat ilahi manusia yang mampu menjadi kaya.’ Di sinilah iman kita dan kesetiaan kita akan nilai Alkitabiah akan diuji!Kiranya rambu-rambu di atas menjadi pedoman bagi umat Kristen yang terlibat dalam MLM atau yang tergiur oleh daya tarik untuk bergabung dalam MLM.
Salam kasih dari Herlianto/YABINA ministry