Ruang Tanya Jawab - Oktober 2002 

Form untuk mengirim pertanyaan


YABINA dan TORONTO BLESSING

Telah diterima pertanyaan-pertanyaan pada bulan ini terutama soal Kritik yang ditujukan kepada YABINA berkaitan dengan ‘Teologi Sukses’ dan ‘Toronto Blessing’, berikut diskusinya:

(Tanya-1) BUKU SILALAHI. Saya membaca 2 buku Djaka Silalahi yang berjudul ‘Kharismatik Bercampur dengan Perdukunan?’ (2001) dan ‘Rhema, Istilah Baru untuk Kekuatan Batin?’ (2001) yang ditujukan pada tulisan pak Herlianto. Setelah saya baca terlihat isinya meragukan. Apakah tidak sebaiknya pak Her menulis jawaban atas buku tersebut?

(Jawab-1) BUKU itu terutama membahas buku saya berjudul ‘Teologi Sukses’ (1992) dan ‘Toronto Blessing’ (1995). Melihat temanya kedua buku itu dapat disebut sebagai ‘kadaluwarsa’. Buku Teologi Sukses baru dibahas 9 tahun setelah terbit padahal dalam masa itu, setelah melewati tahun krismon 1997, gereja Jonggi Cho sendiri sudah merosot jemaatnya dan banyak yang kembali kepada kepercayaan Buddhisme semula. Menurut seorang pendeta Korea, banyak anggotanya kecewa ketika harus menghadapi kemerosotan ekonomi dan PHK yang tidak sesuai dengan ajaran kemakmuran semula. Buku itu juga mengacu hanya pada satu judul buku Yonggi Cho yaitu ‘Dimensi Ke-Empat’ sedangkan buku ‘Teologi Sukses’ mengacu pada 7 judul buku Jonggi Cho termasuk buku itu. Ini bukan perbandingan yang seimbang.

Toronto Blessing yang dibela buku itu juga sudah kadaluwarsa dan 6 tahun setelah buku ‘Toronto Blessing, lawatan roh Allah masakini?’ terbit. TB hanya populer sekitar 2 tahun (1994-1996) lalu tidak laku, bahkan Bambang Wijaya, tokohnya, ketika ditanya Bahana: “Komentar Anda soal ‘Toronto Blessing’ nampak sekali berbeda dengan pendapat Anda yang dulu. Bisa diceritakan soal kemajuan dalam kesewasaan berfikir Anda ini?” Dijawabnya: “Ha... ha... ha.... Yah, orang kalau semakin dewasa kan juga berkembang. Ini suatu proses.” (September 1999, h.24). Kalau tokohnya mengaku ‘ke-belum-dewasa-annya kala itu’ maka marilah kita menunggu kedewasaan pengikutnya yang menulis buku itu. Kalau melihat soal ‘Deisme’ yang dibahas diawal salah satu buku itu kita dapat melihat kekurang pengertian & kebelum dewasaan berfikir penulisnya. Karena itu, buku-buku itu tidak layak dijawab, kenyataan sejarah telah menjawabnya.

Sebelumnya, sudah diterbitkan buku senada berjudul ‘Menguji Batu Penguji’ (1996) yang sudah dijawab dengan tuntas dalam Makalah Sahabat Awam nomor 38 berjudul ‘Toronto Blessing, sebuah ujian’ (Juli 1996). Sekalipun kritik-kritik itu sudah ditunjukkan lemah dalam MSA-38, kritik yang sama masih diulang-ulang dalam kedua buku di atas.

(T-2) KHARISMATIK = PERDUKUNAN? Apa benar pak Herlianto menyebut Kharismatik = Perdukunan seperti disebut dalam kritik di buku di atas?

(J-2) KHARISMATIK adalah praktek ibadat yang menekankan ‘kharismata’ (karunia rohani), maka setiap umat Kristen dapat disebut ‘Kharismatik’ termasuk yang mengajarkan ‘iman’, ‘hikmat’, ‘pengetahuan’, dan ‘membedakan bermacam-macam roh (1Kor.12:1-11). Jadi, tidak ada dasarnya menyebut Kharismatik = Perdukunan. Yang disebut perdukunan adalah praktek-praktek Kharismatik tertentu yang terpengaruh new age/okult/mistik/perdukunan, seperti a.l. ‘visualisasi’, ‘gejala Toronto Blessing’, ‘ajaran kemakmuran’, dll.

Sejak awal timbulnya gerakan Pentakosta, pengaruh perdukunan/okult sudah mengincar ibadat yang benar. Dalam buku ‘Beberapa Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja’ (Jan Aritonang) disebutkan:

“Selama bertahun-tahun di Azusa Street ini hampir setiap hari diadakan kebangunan rohani. Dengan berbagai cara: berteriak, menangis, menari, kesurupan dan sebagainya, para pesertanya berupaya membuktikan bahwa telah menerima baptisan Roh dan karunia ‘berbahasa lidah’, di samping karunia-karunia lain (penyembuhan ilahi dan sebagainya). Akan tetapi tidak sedikit pula di antara pengunjung dan pengamat yang melihat segala yang terjadi itu secara kritis, terutama gejala-gejala dan ungkapan-ungkapan yang emosional dan ekstrim di dalamnya. Lalu diketahuilah bahwa di tengah-tengah massa itu hadir juga kaum spiritualis dan para penganut berbagai aliran kultik, yang memang sudah lama menjamur di sekitar kota itu. Juga sangat terasa pengaruh cara penghayatan dan pengungkapan iman khas Afrika yang sangat spontan dan meledak-ledak. William Seymor sendiri terganggu oleh suasana yang acapkali tak terkendali itu, lalu mengundang Charles Fox Parham untuk ‘menertibkan’ keadaan itu. Parham datang ... lalu ... mengecam segala perilaku yang ia saksikan, yang ia nilai “ekstrim, fanatik, melacurkan kuasa rohani, mengerikan dan di luar akal sehat.” Penilaian dan tegurannya itu malah membuat ia ditengking (diusir) oleh para kaum hipnotis dan spiritualis yang berlatar belakang Afrika, yang telah mengambil alih penyelenggaraan di sana. Penolakan atas Parham itu mengakibatkan hubungan antara Parham dan Seymor putus dan tak pernah pulih kembali. Ini mengawali dan menandai perpisahan kulit putih dan kulit hitam di kalangan Pentakostal.” (h.177).

Bandingkan gejala ‘Toronto Blessing’ dengan gejala di Azusa di atas, dan bandingkan pula kemiripannya dengan gejala praktek mistik ‘Reiki’ berikut:

“Mirip film horor. Itulah suasana penyembuhan masal yang digelar Yayasan Waskita Reiki, PT Pelabuhan III Indonesia dengan Jawa Pos di gedung Barunawati, Jl. Perak, Surabaya, kemarin. Tangis histeris, tertawa terbahak-bahak, dan lenguhan panjang tak ubahnya suara kerbau mengamuk, campur aduk jadi satu....Sekitar 500 pasien pada sesi pertama penyembuhan duduk berderet. Saat diaba-aba agar mereka berkonsentrasi karena akan mendapatkan transfer reiki (enerji alam semesta) dari puluhan praktisi, suasana gedung pertemuan mulai hening. Beberapa saat kemudian terdengar teriakan, jerit tangis dan gerakan dari sejumlah pasien yang aneh-aneh. Mulai dari bertepuk tangan, bergedhek-gedhek, hingga terayun-ayun bak kapal dibawa gelombang lautan. Sementara di sisi kanan, terlihat seorang pemuda yang terlihat bernafas ngos-ngosan. Keringat bercucuran di wajahnya. Beberapa saat kemudian dia terlihat menggelepar, ambruk. “itu enerji positif yang mendesak enerji negatif di tubuh pasien,” kata Dr. Ricky Suharlim, MSc, master reiki yang memimpin acara pengobatan masal itu.” (Jawa Pos, 11 November 2001).

Dan perhatikan ‘Laporan The Association of Vineyard Churches’ (John Wimber) yang akhirnya mengeluarkan John Arnott (pendeta Toronto Airport Vineyard Fellowship yang menjadi pelopor Toronto Blessing) dari persekutuan Vineyard berikut:

“Kita tidak dapat begitu saja menyamakan ‘pengalaman’ sebagai manifestasi Roh Kudus....Sekalipun ada syak terhadap suara-suara binatang, pengurus tidak siap untuk menolak atau mendukung pengalaman demikian kecuali dibenarkan oleh Alkitab. Setiap manifestasi di luar Alkitab harus diuji oleh masing-masing. Ujian utama manifestasi seharusnya adalah buah-buah yang dihasilkan dalam kehidupan seseorang yang berdampak lama kearah pertumbuhan tubuh Kristus. Daripada mempromosikan, mempamerkan, atau memusatkan diri pada gejala, kami memusatkan pada isu-isu pokok Alkitab.” (September/Oktober 1994)

(T-3) TEOLOGI SUKSES = PERDUKUNAN? Apa benar pak Herlianto menyebut Ajaran Jonggi Cho seperti ‘Teologi Sukses’ sebagai praktek Perdukunan, seperti disebut dalam kritik di buku di atas?

(J-3) ALKITAB tidak mengajarkan kemakmuran, dan bila ada ayat-ayat yang dicomot untuk mendukung ajaran kemakmuran, biasanya ditafsirkan diluar konteks. (lihat buku ‘Teologi Sukses,’ BPK-GM, 1992, Bab-3; dan buku ‘Manipulasi Ayat-Ayat Alkitab,’ Kalam Hidup, 1994).

Nafas keyakinan gerakan zaman baru ‘New Age’ (mistik/pantheis) menurut tokohnya Marilyn Ferguson, adalah:

“Dunia mengalami terobosan baru memasuki zaman Aquarius, dimana ‘yang tak terbatas/tak berhingga’ itu membuka jalan kepada suatu Tata Dunia Baru yang penuh kemuliaan, perdamaian, kelimpahan, dan kesempurnaan. Kekayaan dan sukses adalah hak dan bukti sifat ilahi manusia” (The Aquarian Conspiracy).

            Menyorot praktek ajaran kemakmuran yang berkembang di Korea, majalah Christianity Today menyebutkan, bahwa:

“Banyak gereja Korea mengajarkan ‘Injil Sukses’ (prosperity Gospel) yang sebenarnya merupakan pencampuran paham kekristenan dengan perdukunan (shamanism) yang melihat pahala sebagai motivasi penyembahan kepada dewa dan yang merupakan paham tradisi nenek moyang Korea” (November 20, 1987).

            Demikian juga David Susan, seorang missionary Amerika ke Korea, berkomentar mengenai pengaruh perdukunan Korea pada penginjil Jonggi Cho. Ia mengatakan:

“Jonggi Cho menganggap bahwa agama Kristen adalah napak kearah kemakmuran materi, pandangan mana terpengaruh perdukunan (shamanisme) Korea, yang dalam prakteknya menjanjikan kesehatan dan sukses dagang. Dalam perdukunan di Korea, juga dipercaya adanya ‘roh besar’ di atas roh-roh lainnya yang tidak bisa dihubungi oleh para dukun (shaman); itulah sebabnya ketika para misionari mengabarkan mengenai ‘Tuhan yang mahakuasa’ orang Korea dengan mudah dapat menerimanya, tetapi dengan pengertian bahwa Tuhan orang Kristen dipercaya sama dengan roh/kuasa besar itu” (Wall Street Journal, May 12, 1983).

            Semoga jawaban ini memperjelas soal kaitan antara ‘Toronto Blessing’ dan ‘Ajaran kemakmuran’ (Teologi Sukses) dengan perdukunan.

Salam kasih dari Herlianto/YABINA ministry


Form untuk mengirim pertanyaan