Artikel 5_ 2008


 

'IBRANI' MANIA


Dalam dasawarsa terakhir, ada gerakan baru tumbuh di kalangan kristen Indonesia yang sangat berpusatkan hal-hal yang berbau Ibrani dan dapat disebut sebagai ‘Ibrani’mania. Mereka terpengaruhi fanatisme Yudaik yang mengakibatkan mereka mengidap ‘Islam/Arab’fobia, khususnya menolak hal-hal yang berbau Islam/Arab terutama nama ‘Allah’ dan memulihkan nama Ibrani ‘Yahweh.’ Sebaliknya, gerakan ini sangat meninggikan bahasa Ibrani seakan-akan bahasa ini adalah bahasa surgawi yang ada dari kekal sampai kekal. Klaim yang mereka kemukakan adalah bahwa: (a) ‘Bahasa Ibrani’ itu cukup tua setua nama Eber dimana nama Ibrani berasal; (2) ‘Bahasa Ibrani’ adalah bahasa yang terus menerus dipakai sampai sekarang; dan bahwa (c) Yesus dan umat Kristen berbahasa Ibrani meneruskan bahasa umat Yahudi masa Perjanjian Lama dan ‘Perjanjian Baru’ bahasa aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani. Benarkah klaim fanatisme bahasa demikian itu?

Berbeda dengan anggapan gerakan ini yang menyebutkan bahwa bangsa dan bahasa Ibrani sudah ada sejak masa kuno dan bertahan terus sampai sekarang, kenyataaan menunjukkan bahwa bangsa dan bahasa Ibrani itu labil, dan berasal dari aksara bahasa timur tengah yang lebih kuno dan dalam perkembangannya mudah terpengaruh bahasa asing disekitarnya. Orang Ibrani biasa dikaitkan sebagai keturunan Eber yang adalah cucu Arphaksad anak Sem, jadi termasuk rumpun Semitik (keturunan Sem). Eber itu, kenyataannya lebih muda dua generasi dari Aram (anak Sem juga) yang kemudian menurunkan bangsa Aram dan kemudian bangsa Arab (Kej.10:21-25). Lalu bahasa apakah yang diucapkan oleh orang Ibrani sejak awalnya?

Para leluhur orang Ibrani berasal dari Mesopotamia (Ur-Kasdim) dan berbahasa Aram-Mesopotamia, karena bahasa itu sudah digunakan oleh keturunan Aram disitu dan berkembang lebih pagi dari bahasa Ibrani dikarenakan keturunan Aram menetap secara turun-temurun di daerah Mesopotamia dan berkembang menjadi komunitas besar yang kemudian menggunakan bahasa Aram. Keturunan Sem lainnya termasuk keturunan Arphaksad dan Eber juga tinggal dikawasan itu dan berbahasa Aram juga seperti Terah, Abram, Nahor dan Haran (Kej.11:10-26;24:4). Terah bersama Abram dan Lot anak Haran kemudian meninggalkan Mesopotamia menuju Kanaan, dan saat di Haran, Terah meninggal (Kej.11:27-32). Dapat dimaklumi mengapa bahasa Ibrani yang kemudian digunakan orang Ibrani terlambat berkembang karena leluhur mereka, Abram, adalah seorang pengelana dan tidak sempat mengembangkan bahasa sendiri melainkan banyak berinteraksi dengan bahasa di lingkungan yang baru.

Setelah Abram menerima janji Allah dan dinamakan Abraham yang disebut ‘orang Ibrani’ (Kej.14:13) ia memasuki Kanaan dan menggunakan bahasa lokal Kanaan disamping Aram. Ishak anak Abraham yang lahir di Kanaan kemudian mencari isteri ke Aram-Mesopotamia kekota Nahor (Kej.24:10) dan menikahi Ribka cucu Nahor. Ribka memiliki saudara bernama Laban yang tercatat sebagai orang Aram berbahasa Aram (Kej.31:20,47). Yakub, anak Ishak dan Ribka berbahasa Aram mengingat bahasa ibunya Aram, kemudian menikah dengan Lea dan Rachel anak Laban, pamannya yang berbahasa Aram. Yakub yang lahir di Kanaan tentu berbahasa Kanaan juga disamping bahasa Aram ibunya, maka dapat dimaklumi mengapa keturunan Yakub yang kemudian menjadi bangsa Israel, mengaku sebagai keturunan Aram (Ul.26:5), dan disebut berbahasa Kanaan (Yes.19:18).

Tetapi, bukankah bahasa Ibrani sudah digunakan Yakub yang menyebut ‘Galed’ dalam bahasa Ibrani? (Kej.31:47). Memang ‘Galed’ kini masuk kosa-kata bahasa Ibrani, tetapi kata itu berasal dari bahasa lain. Ada dua penafsiran, yaitu kemungkinan (1) Galed berasal bahasa Aram sebagai sinonim Yegar-Sahaduta karena Laban juga menyebut Galed yang tentu sudah dikenalnya (Kej.31:48) dan dalam percakapan Laban-Yakub tidak ada indikasi digunakannya dua bahasa:

“Nowhere else in the Jacob-Laban cycle of stories is there the slightest suggestion that the two spoke different languages.” (The Interpreters’ Bible, Vol.I, 716).

Dan kemungkinan (2) Galed berasal bahasa Kanaan yang merupakan bahasa yang dikenal Yakub karena ia lahir di Kanaan.

“Sudah pasti ada pengambil-alihan kata-kata Mesopotamia pada masa Abraham, yang berimigrasi dari Ur dan Haran. … Ada juga peminjaman kata-kata Aram pada pasa para leluhur, seperti yang terjadi dalam perjalanan Abraham ke Haran, dan pernikahan Ishak dan Yakub dengan isteri-isteri yang berbahasa Aram. Perhatikan bahwa ‘Galed’ yang dikatakan Yakub dalam bahasa Kanaan, disebut Laban mertuanya ‘Yegar-Sahaduta’ dalam bahasa Aram (Kej.31:47).” (The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible, Vol.3, hlm.75).

Perlu disadari bahwa pada masa Yakub, bahasa Ibrani belum berkembang, dan baru kemudian percampuran bahasa ibu Aram dan bahasa lokal Kanaan & Amorit menjadi cikal bakal bahasa Ibrani. Bahasa Kanaan dengan pencampuran Aram yang digunakan para leluhur orang Ibrani masih digunakan oleh orang-orang Ibrani ketika mereka berada di Mesir (Yes.19:18). Kemudian ketika orang Ibrani dengan pimpinan Musa keluar dari Mesir dan memasuki Kanaan kembali, bahasa mereka kemudian menjadi cikal-bakal bahasa Ibrani Kuno (Palaeo Hebrew), bahasa yang berkembang dalam komunitas orang Ibrani setelah mereka menetap dalam jumlah banyak di Palestina:

“Bahasa Ibrani adalah cabang dari bahasa Kanaan dan Amorit, atau lebih tepat Kanaan dan Amorit adalah dialek-dialek nenek-moyang yang melalui pencampuran keduanya pertumbuhan bahasa Ibrani dapat dijelaskan.” (Interpreters’ Dictionary of the Bible, Vol.2, hlm.553).

Bahasa Ibrani tulisan baru berkembang pada abad-11sM yang menggunakan aksara Kanaan dengan 22 huruf mati. Aksara inilah yang kemudian melahirkan bahasa Ibrani kuno (Palaeo Hebrew). Kitab Sastra Tenakh (abad-11–6sM) menggunaan bahasa Ibrani Kuno yang masih berciri Kanaan dan Amorit. Ketika umat Israel berada di Kanaan pada pemerintahan Sanherib (700sM), bahasa mereka sudah agak berbeda dengan bahasa Kanaan asli, dan karena itu disebut sebagai bahasa Yehuda (Yehudit, 2Raj.18:26,28; Neh.13:24; Yes.36:11,13) dibedakan dengan bahasa Aram (Aramit).

Kitab Tawarikh, Ezra, Nehemiah, Kidung Agung, Pengkotbah dan Ester menunjukkan bahasa Ibrani yang lebih lanjut yang dipengaruhi bahasa Aram dan disebut bahasa Ibrani Kitab Suci (abad-6-3 sM). Pada masa Ezra (abad-5 sM) orang Israel sudah tidak mengerti bahasa Ibrani sehingga perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Aram (Neh.8:2-9). Demikian pula dijumpai bahwa sebagian kitab Ezra (4:8 – 6:18; 7:12-26), Daniel (2:4b – 7:28) dan Yeremia (10:11) ditulis dalam bahasa Aram.

Setelah Tenakh ditulis lengkap berkembanglah bahasa tulisan ‘Ibrani Miznah’ (abad-3sM–6M) yang dipengaruhi bahasa Aram, Yunani dan Latin, sejalan dengan perluasan kekuasaan Yunani sejak Alexander Agung menguasai Timur Tengah disusul kerajaan Romawi. Pada masa itu Tenakh diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dalam Septuaginta (LXX, abad-3sM) dengan 70 penerjemah yang diutus oleh Imam Besar Eliezer di Yerusalem, dan Perjanjian Baru juga ditulis dalam bahasa Yunani (koine) dengan beberapa kata Aram.

Namun, ada juga tokoh penganut ‘Ibrani’mania yang berpendapat bahwa umat Kristen pertama berbahasa Ibrani dan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Ibrani. Benarkah klaim demikian? Kita harus menyadari bahwa kalau dalam Perjanjian Baru, yang disebut bahasa Ibrani yang dimaksudkan adalah bahasa Aram, demikian juga sumber Tenakh (PL) yang digunakan umat Kristen pertama adalah Septuaginta (LXX, bahasa Yunani).

D.C. Mulder, pakar Perjanjian Lama, menyebutkan:

“Di tanah Palestina sendiri bahasa Aramlah yang menjadi bahasa sehari-hari sejak abad IV/III sM.; bahasa Ibrani lama-kelamaan hanya dipakai sebagai bahasa suci dan bahasa agama.” (Pembimbing ke dalam Perjanjian Lama, hlm.214)

Sedangkan Bruce M. Metzger, pakar Alkitab dan bahasa-bahasanya, menyebutkan:

”Bahasa ibu orang Yahudi Palestina di waktu itu adalah Aram. Sekalipun para Rabi dan Ahli-Kitab masih menggunakan bahasa Ibrani klasik Perjanjian Lama, untuk mayoritas umat ini adalah bahasa mati. ... Barangkali karena rasa bangga yang salah, dan kemungkinan besar karena tidak dapat membedakan ketepatan ilmiah, bahasa Aram secara populer disebut sebagai bahasa ”Ibrani”. … Bahasa percakapan umum semitik orang Yahudi Palestina pada waktu Yesus adalah Aram.” (The Language of the New Testaments, The Interpreters’ Bible, Vol.7, hlm.43)

“Septuaginta adalah teks Alkitab utama yang dikenal dan digunakan dalam penyusunan Perjanjian Baru.” (The New Bible Dictionary, hlm.714).

Ketika bangsa Arab bangkit melalui kesultanan Islam dan menguasai sekitar Laut Tengah termasuk Palestina, berkembanglah ‘Ibrani Para Rabi’ (abad-7–19M) yang dipengaruhi bahasa Arab yang mengenalkan alun suara, dan hanya menjadi bahasa Kitab Suci dengan kehadiran keluarga Masoret pada abad-6–10M yang menghasilkan Tenakh Massoret. Baru di akhir abad-19M berkembang ‘Ibrani Modern’ sebagai bahasa tulis dan percakapan sejalan dengan kebangkitan nasionalisme Yahudi yang ingin mengembalikan bangsa ini kepada agama, kebudayaan dan bahasa Ibrani. Kebangkitan dipermudah oleh penguasaan Inggeris atas Palestina menggantikan Arab (1917) yang kemudian membuka peluang Israel merdeka (1948). Sejak itu bahasa Ibrani secara resmi dijadikan bahasa nasional Israel.

Sekalipun sebagai bahasa tulis bahasa Ibrani tetap eksis dalam salin-menyalin Tenakh, namun terus menerus dipengaruhi bahasa lingkungan yang lebih populer yaitu Aram, Yunani, Latin, dan kemudian Arab. Tenakh yang ditemukan di Qumran (Dead Sea Scrolls, abad-2sM–1M) bahasa Ibraninya berbeda dengan Ibrani Masoret (naskah MS tertua yang eksis berasal dari abad-10M).

Dapat dimaklumi mengapa naskah Tenakh Masoret (yang diterjemahkan sebagai Perjanjian Lama) ada perbedaannya dengan Septuaginta yang dikutip Perjanjian Baru (80% kutipan PL dalam PB berasal dari Septuaginta). Ini menunjukkan bahwa naskah Tenakh sumber Septuaginta berbeda dengan naskah Tenakh yang digunakan Masoret.

Terlepas dari keyakinan ‘Ibrani’mania yang tak berdasar sejarah mengenai supremasi bahasa Ibrani, bahasa Ibrani kenyataannya merupakan bahasa yang labil, berasal bahasa Kanaan dan Amorit, lama menjadi bahasa mati dan rentan dipengaruhi bahasa Aram, Yunani, Latin, dan Arab. Dan sekalipun pengaruh Arab memperkenalkan alun suara sejak abad-7M, sebagai bahasa hidup (percakapan) baru hidup kembali pada abad-19M setelah bangunnya nasionalisme Yahudi.

Salam kasih dari Sekertari www.yabina.org


 

Salam kasih dari Sekertari www.yabina.org
 

 


[ YBA Home Page | Artikel sebelumnya]