Artikel 6_ 2008


 

KESAKSIAN KEBANGKITAN PASKAH

 

Hari Paskah adalah hari mengenang Kebangkitan Yesus dari kematian sekaligus menggenapi Paskah Yahudi yang mengenang pembebasan umat Israel secara fisik dari tanah Mesir. Kebangkitan Yesus membebaskan umat manusia secara rohani.

Yesus bangkit dengan “tubuh lama yang telah diubahkan (ditransformasikan) menjadi baru” sehingga Ia bisa makan dan diraba, sekaligus bisa menghilang dan berpindah di luar tiga dimensi yang membatasi manusia. Kisah Para Rasul dan kitab-kitab sejarah pada abad-abad awal mencatat bahwa segera setelah kebangkitan Yesus, terjadi ledakan pekabaran Injil yang sangat fenomenal di Yudea dan meluas ke mana-mana.

Sejarawan abad pertama, Josephus, sekitar tahun 60-an, menulis tentang Yesus yang mati disalibkan dan bangkit pada hari ketiga.

“Sama seperti waktu ini, Yesus adalah seorang bijak, yang secara hukum bisa disebut orang. Karena Ia melakukan mukjizat-mukjizat, guru semacam itulah yang menerima kebenaran. Ia mengumpulkan banyak pengikut orang Yahudi dan kafir. Ia adalah Kristus. Ketika Pilatus, atas usul pemimpin Yahudi, menghukum-Nya untuk disalib, mereka yang mencintai-Nya tidak meninggalkan-Nya karena Ia menampakkan diri dalam keadaan hidup tiga hari kemudian, seperti yang dinubuatkan banyak nabi dan sepuluh ribu kejadian ajaib mengenai-Nya. Adapun suku Kristen, yang dinamakan dari nama-Nya, suku itu tidak lenyap sampai sekarang.” (Antiquities, XVIII, 3, 3).

Tokoh Jesus Seminar, John Dominic Crossan, dalam bukunya menganggap bahwa tulisan Josephus itu adalah penambahan yang dilakukan penulis Kristen generasi berikutnya yang kemudian menerjemahkan karya Josephus itu. Dalam bukunya ia lebih jauh mengatakan bahwa:

“Masalahnya adalah catatan Josephus terlalu bagus untuk bisa benar, terlalu bersifat pengakuan daripada pernyataan, dan terlalu bersifat Kristen daripada Yahudi.” (The Historical Jesus, The Life of a Mediterranean Jewish Peasant, 373)

Crossan anti-supranatural sehingga setiap data yang mendukung kebangkitan dianggap “ditambahkan oleh penyalin Kristen” dan kebangkitan yang disebutkan oleh Josephus maupun Injil kanonik dianggap tidak mungkin terjadi dan ditolak. Apalagi, ia sangat terobsesi dengan cerita mengenai kematian Yesus yang kemungkinan jasad-Nya tidak dikubur, tetapi menjadi makanan anjing dan binatang pemangsa lainnya. Sebaliknya dapat juga disebut bahwa pandangan Crossan itu “terlalu bersifat anti-Kristen daripada Yahudi”.

Mengenai kebangkitan, sejarawan Romawi Cornelius Tacitus (ca-116) dengan nada sinis menyiratkan ‘kebangkitan’ sebagai ‘tahyul yang paling jahat’ tetapi mengakui menimbulkan ‘ledakan pekabaran Injil.’ Ia menulis,

“Nero melemparkan kesalahan dan melakukan penyiksaan yang hebat terhadap suatu kelas yang sangat dibenci, yang disebut orang-orang Kristen oleh penduduk. Kristus, dari nama itu sebutan Kristen itu berasal, menderita hukuman yang luar biasa selama pemerintahan Tiberius di tangan salah satu prokurator kita, Pontius Pilatus. Adapun takhayul yang paling jahat, yang dihentikan kala itu, sekali lagi pecah tidak hanya di Yudea, sumber pertama kejahatan itu, tetapi juga di Roma, yang menjadi pusatnya dan menjadi populer, semua yang tersembunyi dan memalukan dari seluruh dunia. Sehubungan dengan itu, penangkapan pertama-tama dilakukan atas semua yang dituduh bersalah. Setelah itu, dari informasi mereka, sejumlah besar orang kemudian dihukum, bukan karena kejahatan membakar kota, melainkan karena kebencian terhadap umat manusia. Segala macam cercaan ditimpakan atas kematian mereka. Dengan dibungkus kulit binatang, mereka dicabik-cabik oleh anjing-anjing dan binasa atau dipaku disalib atau dimasukkan ke dalam api dan terbakar, sebagai nyala yang menerangi malam hari bila sinar siang hari berakhir.” (Annals, XV, 44, 116 M)

Mengenai kesaksian Tacitus, Crossan juga menganggapnya sebagai tambahan penulis Kristen. Namun, banyak juga yang mendukung bahwa tulisan itu aslinya memang demikian. Apalagi, Tacitus menulis penganiayaan atas umat Kristen itu secara mendetail, termasuk tentang pembakaran Kota Roma oleh Nero. Adapun ungkapan “takhayul yang paling jahat”, itu jelas menyiratkan kebangkitan Yesus. Bila orang Kristen kemudian meralatnya, tentu hal itu tidak akan ditulis sebagai ‘takhayul.’

Berikut adalah beberapa gejala pasca-kebangkitan yang fenomenal, yaitu di sekitar aktivitas Kristen pada abad pertama:

Terjadi perubahan hidup yang luar biasa dalam diri para murid.
Hal itu hanya mungkin terjadi kalau ada pendorong yang kuat, yaitu Yesus telah bangkit dan berkuasa mengubah hidup. Misalnya, Rasul Petrus yang semula ketakutan menghadapi orang-orang yang bertanya kepadanya sehingga ia menyangkali Yesus sampai tiga kali, berubah menjadi berani berbicara lantang di depan Mahkamah Agama (Kis.4). Rasul Paulus yang membunuh Stefanus (Kis.7:54–8:1a) berubah menjadi rasul kebangkitan (1Kor.15).

Terjadi ledakan pekabaran Injil yang luar biasa ke mana-mana, dan Pekabaran Injil para murid itu bertumpu pada kesaksian kebangkitan Kristus (Kis.1:21–22;4:2,33;17:18,32;23:6; 24:15,21).
Ketika Yesus disalibkan, para murid ketakutan dan menutup diri di rumah. Namun, kebangkitan Yesus itu mengubah mereka menjadi berani dan tampil bersaksi, termasuk berbicara di Mahkamah Agama, seperti yang dilakukan oleh Petrus (Kis.4).

Para rasul rela mati bagi kesaksian kebangkitan itu.
Misalnya, ketika Polycarpus, murid Yohanes, menolak menyangkali Kristus dan menyembah kaisar, ia diikat di tiang kayu di atas pembakaran. Namun, ia berkata, “Selama 86 tahun Ia tidak pernah mengecewakan aku, bagaimana mungkin sekarang aku mengecewakan Dia!” Kematian Yesus tidak akan menghasilkan para martir, tetapi kebangkitan-Nya menghasilkan para martir yang rela berkorban tanpa melawan.

Kalau Yesus tidak bangkit dan kuburan-Nya ada di suatu tempat, di Talpiot misalnya, Mahkamah Agama Yahudi tentu tidak perlu repot-repot menyuap tentara Romawi sambil menebarkan dusta. Mereka cukup menunjukkan di mana Yesus dikuburkan, bukan?

Jika ada yang mengatakan bahwa Hitler juga memiliki banyak pengikut yang berani mati untuknya sama dengan para martir Kristus, faktanya jauh sekali. Para pengikut Hitler yang berani dan sadis pada saat menjalankan misi Hitler untuk membasmi orang lain (terutama Yahudi), ternyata semuanya kabur bersembunyi menyelamatkan diri ketika Hitler bunuh diri. Berbeda dengan para pengikut Yesus, mereka bersembunyi ketika Yesus mati. Akan tetapi, ketika Yesus bangkit, mereka keluar dan rela mati bagi Tuhan mereka yang telah bangkit.

Terjadi perubahan dari “hari Sabat” (Sabtu) ke “hari Tuhan” (Minggu) sebagai pertemuan ibadat mingguan para murid.
Hari Sabat yang demikian teguh dipegang oleh tradisi Yahudi mengalami perubahan drastis menjadi hari pertama (Minggu), yaitu hari untuk mengenang kebangkitan Tuhan Yesus. Dalam tiga tahun pelayanan-Nya, Yesus berkali-kali disalahkan oleh pemimpin agama Yahudi karena dianggap melawan hari Sabat. Namun, faktanya kemudian adalah bahwa umat Kristen tidak lagi menjalankan hari Sabat segera setelah Yesus bangkit, yang diceritakan di dalam Kisah Para Rasul. Semua itu tentu hanya bisa terjadi karena fakta sejarah kebangkitan yang nyata secara kasatmata dan meyakinkan.

Meskipun “kebangkitan Yesus dari kematian” tidak dapat dibuktikan secara memuaskan menurut akal manusia yang terbatas, setidaknya banyak bukti sosiologis dan sejarah sudah menunjukkan kemungkinan terjadinya kebangkitan secara daging yang dialami Yesus. Dan, ketika kitab Injil, Kisah Rasul dan Surat-Surat Para Rasul ditulis, masih banyak saksi mata yang hidup yang meng’aminkan’ berita kebangkitan!

Selamat Hari Paskah karena Ia telah Bangkit!


 

Salam kasih dari Sekertari www.yabina.org
 

 


[ YBA Home Page | Artikel sebelumnya]