Artikel 2_ 2009


 

PELAYANAN PAULUS

 

Rahasia pelayanan rasul Paulus yang menonjol adalah bahwa ia: (1) Pengikut Kristus yang setia (1Kor.11:1); (2) banyak membaca (Kisah 17:28); (3) banyak menulis, ia menulis setengah (13/14) dari 27 kitab Perjanjian Baru; (4) tulisannya berbobot sehingga dikagumi Petrus (2Petrus 3:15-16); dan (5) pelayanannya berdampak luas. Surat rasul Paulus kepada jemaat di Roma ikut menggerakkan Martin Luther dalam menggelar Reformasinya dan juga penafsiran Surat Roma yang ditulis Karl Barth sempat menyadarkan kalangan teolog Liberal.

Hari Minggu yang lalu, ketika diundang kotbah di sebuah gereja, penulis bertemu dengan seorang pengusaha yang isterinya adalah eksekutif di perusahaan lainnya. Ia menanyakan apakah penulis masih memiliki stok buku tentang ‘Saksi-Saksi Yehuwa’ & ‘Kristen Tauhid’ karya penulis, karena pada hari Jumat berikutnya ia akan memimpin ceramah pembinaan dengan topik itu di gereja itu. Yang menarik adalah ternyata pengusaha yang sudah memiliki rumah besar dan beberapa mobil itu sekarang sedang menyelesaikan studi teologi di Singapore!

Tahun yang lalu ketika mengajar di STT-Bandung, salah seorang murid program MA adalah insinyur sipil yang sudah punya rumah di Australia dan sekarang dalam umurnya yang sudah matang ingin membekali diri dengan belajar teologi formal. Dalam beberapa kuliah angkatan program MA sebelumnya, penulis juga menjumpai puluhan sarjana praktek yang terpanggil untuk melayani Tuhan, bahkan pernah hadir seorang Doktor Sosiologi yang rindu belajar membekali diri untuk melayani Tuhan. Gejala apakah ini?

Memang, belakangan ini banyak sekali kaum awam yang terpanggil untuk melayani Tuhan ditengah-tengah kesuksesan karier mereka didunia profesional, apalagi ini sekarang didukung dengan program-program pendidikan teologi yang bisa diikuti secara paruh-waktu atau diselenggarakan diluar jam kerja. Kesempatan demikian belum ada ketika penulis sebagai seorang profesional menyerahkan diri untuk belajar teologi menyiapkan diri melayani Tuhan di tahun 1972. Pada waktu itu belum ada program off-campus, paruh-waktu, maupun malam hari, akibatnya penulis harus sepenuhnya masuk ke sekolah teologi kala itu meninggalkan pekerjaan & keluarga yang menunggu.

Pernah dalam Kongress Penginjilan Sedunia di Manila (1989) yang disponsori Badan Misi Billy Graham, pada satu sesi yang membahas ‘The Ministry of the Laity,’ penceramah menanyakan kepada hadirin yang terdiri dari sekitar 3.000 pendeta, penginjil & aktivis gereja itu: “Siapakah yang menjadi Kristen karena Kotbah di Gereja?” Yang berdiri sekitar 10% hadirin. Kemudian ditanyakan lagi: “Siapakah yang menjadi Kristen karena KKR?” Yang berdiri juga sekitar 10%. Namun, ketika ditanyakan lagi: “Siapakah yang menjadi Kristen karena kesaksian keluarga atau teman-teman?” Yang berdiri ternyata sekitar 70%! Persentase yang mirip juga didukung beberapa survai.

Menarik untuk mengetahui bahwa peran kaum awam (dibedakan dengan pendeta jemaat) ternyata luar biasa, sebab mereka menjadi pelayan-pelayan Tuhan yang secara struktural tidak digaji oleh gereja, tetapi mereka umumnya membiayai sendiri pendidikan teologi yang mereka ikuti, karena pada umumnya mereka adalah orang-orang yang sudah bekerja di dunia sekuler. Keunikan lainnya dari pelayan awam (laity) ini adalah mereka adalah orang-orang profesional yang sudah memiliki pengalaman kerja dan interaksi didunia profesi mereka. Bukan hanya itu, kaum awam dengan mudah menerobos dunia diluar kebaktian dan dinding-dinding gereja, mereka dapat masuk ke kantor-kantor dan bertemu kolega dimana mereka bekerja sehari-hari. Dan, dalam angket spontan di Manila itu sudah ditunjukkan bahwa peran mereka luar biasa!

Penulis sendiri sering mengalami hal serupa, karena sebagai konsultan sekalipun sudah memiliki profesi ketika belajar teologi, sering melayani para konsultan didunia profesional. Beberapa cuplikan contoh berikut menggambarkan kenyataan itu. Pernah pada tengah malam ketika berada diudara melintasi gurun pasir dalam perjalanan dari London ke Abu Dabi, di sebelah penulis  duduk seorang konsultan wanita yang bekerja dalam proyek pemerintah Inggeris. Ngobrol-ngobrol soal rohani, ia mengatakan bahwa dahulu ia sering ke gereja tetapi sejak menikah ia sudah jarang ke gereja. Kesempatan ini digunakan penulis untuk bersaksi, dan ia siap mendengar, apalagi mengetahui bahwa yang diajak bicara olehnya adalah seorang konsultan juga yang jam terbangnya lebih dari dirinya (baik terbang diudara maupun terbang didunia profesional).

Pernah juga ketika mengantar seorang konsultan dari Unicef, dalam bincang-bincang rohani di taxi, ia akhirnya mengaku bahwa ia juga seorang anggota gereja yang dulunya aktif. Pernah disebuah hotel di Surabaya, penulis tinggal sekamar dengan konsultan dari Bangladesh yang bekerja di Indonesia melalui United Nations Volunteer. Penulis membawa salah satu nomor Makalah Sahabat Awam yang diterbitkan Yabina berjudul ‘Etika Bisnis’ dan meletakkannya di meja di antara dua twin bed. Ia tertarik dan meminta MSA itu sambil bertanya beberapa hal mengenai kerohanian. Ketika naik bis ke ‘The Great Wall’ dalam rangka Earoph World Planning Congress di Beijing, disebelah penulis duduk dosen tata-kota ITB yang mengeluh karena “Di Beijing makanannya babi melulu.” Ini menjadi entry-point untuk bersaksi bahwa “Yang menajiskan bukan yang masuk ke dalam mulut, tetapi yang keluar dari mulut.” Ketika delegasi Indonesia diperkenalkan oleh Direktur Tatakota dalam World Congress of Metropolis di Melbourne, ketika menyebut nama penulis, ia melanjutkan dengan komentar didepan hadirin: “He is also a pastor, urban planning also needs God.”

Pernah waktu mengikuti ‘World Planning & Housing Congress’ di Adelaide, penulis mengadakan kontak dengan seorang dokter gigi asal Hongkong yang praktek disana tetapi juga merintis jemaat Tionghoa untuk menjangkau Para mahasiswa yang berasal dari Hongkong, China, Taiwan dan Singapore. Ketika mengundang makan malam dirumahnya, ia meminta agar penulis mengajak Congress Participants yang berasal dari China. Empat orang bisa diajak dan malam itu sungguh indah. Dinner yang menunjukkan keeratan hidup berkeluarga dilanjutkan dengan bernyanyi bersama lagu-lagu rakyat seperti ‘My Bonnie’ kemudian dilanjutkan dengan menyanyi ‘How Great Thou Art.’ Suasana menjadi haru karena Para profesional China itu sempat mengeluarkan air mata, dan ada yang mengaku bahwa ia dulunya kristen namun sekarang tidak lagi. Seorang tokoh tata-kota lainnya mengaku dulunya ia anggota gereja Episkopal di China dan ia berjanji akan aktif kembali mengunjungi gereja dan Tuhannya!

Yang menarik, Peter Chen, dokter gigi itu, dulunya selagi menjadi mahasiswa bersama Soen Siregar dan Yonatan Parapak, mengadakan Kelompok Tumbuh Bersama di kampus Australia, dan kedua profesional yang terakhir ini kemudian merintis pelayanan mahasiswa (Perkantas) di Indonesia. Pelayanan di kalangan mahasiswa berkembang karena pelayanan Para profesional yang dipanggil melayani Tuhan. Sapto Siregar yang selagi menjadi mahasiswa pertambangan di ITB aktif dalam pelayanan mahasiswa ‘Para Navigator’ kemudian mengambil doktornya di mancanegara dan menjadi dosen pertambangan di ITB. Baik Yonathan Parapak yang sekarang rektor Universitas Pelita Harapan maupun Sapto Siregar yang sekarang menjabat juga sebagai rektor Universitas Kristen Maranatha sekarang ikut menyirami kerohanian kedua Universitas yang mereka layani!

Pelayanan mahasiswa memang berdampak dalam dan lama, pada medio tahun 1970-an seusai menyelesaikan studi teologi, penulis menjabat Dekan Fakultas sekaligus Chaplain (pendeta mahasiswa) di Universitas Kristen Petra di Surabaya. Tidak disadari bahwa salah satu mahasiswi yang belajar disitu yang kemudian terus menapaki jalur S1, S2 dan melanjutkan S3 di Mancanegara, kemudian diangkat menjadi Profesor. Dalam upacara pengangkatan sebagai guru besar di tahun 2007, ia mengusulkan penulis yang tinggal di Depok untuk diundang memberikan orasi rohani, ini terjadi 30 tahun setelah ia bersentuhan dengan pelayanan mahasiswa/i ketika masih menjadi mahasiswi!

Memang pelayan kaum awam dianggap oleh sebagian pendeta formal sebagai pesaing, soalnya bagi seorang lulusan SMU yang kemudian masuk ke STT dan menjadi pendeta, para profesional yang belajar teologi memiliki kelebihan jam terbang sekuler, jadi dapat dimaklumi kalau mereka ditolak oleh sebagian pendeta dan dianggap akan merebut porsi pelayanan mereka. Pernah seorang ketua Sinode berkata kepada penulis, bahwa ia tidak bisa menerima karena penulis mendirikan YABINA ministry yang tidak berada dibawah Sinode, namun yang menarik, ketua sinode penggantinya bahkan mengundang penulis untuk ceramah dan memoderasi ceramah, penulis disitu diperkenalkan sebagai ketua YABINA! Bagi sebagian pendeta lainnya, pelayan profesional merupakan berkat yang Tuhan sediakan karena mereka dapat menjadi perpanjangan tangan gereja dan membantu pendeta dalam menjangkau para profesional di dunia sekuler yang tidak bisa dijangkau oleh pelayanan gereja tanpa harus disediakan dana dari kantong persembahan. Pernah ketika berbincang-bincang dengan almarhum rekan penulis, yaitu Dr. Eka Dharmaputera, ia bertanya apa bidang pelayanan penulis? Ketika dijawab pelayanan melalui ‘Membekali Kaum Awam melalui YABINIA ministry,’ ia tersentak kagum dan memberi komentar: “Memang itu Panggilan Tuhan!.” Kenyataannya kemudian, banyak pimpinan sinode mengundang YABINA ministry untuk berbicara bahkan bersama dengan Ketua PGI atau Ketua STT-Jakarta, malah BPK-GM mengundang khusus penulis hadir sebagai penulis buku laris pada perayaan HUT mereka, dan penulis juga diangkat sebagai anggota Komisi Pengkajian Biblika LAI.

Rasul Paulus adalah seorang profesional, pemikir, autodidak, dan mampu menghidupi diri sendiri dengan membuat kemah (1Tes.2:9; 2Tes.3:7-9), ia juga pernah mengalami penolakan dari para Rasul yang merasa merekalah murid Tuhan yang sah dan menganggap Paulus sebagai pesaing yang tidak berlisensi. Namun Petrus mendukungnya dan mengakui kelebihan rasul Paulus dan mendorong pendengarnya agar mempelajari hikmat Paulus (2Ptr.3:14-16). Masih banyak bidang pelayanan yang belum tersentuh pelayanan gereja-gereja!

Bagaimana menjadi pelayanan Tuhan yang efektif mengikuti jejak Rasul Paulus?

Paulus mengatakan agar mengikuti teladannya seperti ia
(1) mengikuti Kristus;
(2) belajarlah banyak sambil mengikuti pendidikan teologi;
(3) banyaklah melayani melalui tulisan karena tulisan berdampak dalam dan lama;
(4) Tulislah dengan berbobot yang mendarat sesuai pengalaman profesional; dan
 (5)
Jangkaulah Para profesional seluas mungkin melengkapi pelayanan gereja-gereja!

Saudara/i, ladang para profesional sudah menguning, marilah ikut serta sebagai penuai!

 

Salam kasih dari Sekertari
 

 


[ YBA Home Page | Artikel sebelumnya]