Judul diatas bukan kampanye pemilu sekalipun ditulis sebelum Pilpres 8 Juli 2009, dan siapapun yang akan menang dalam Pilpres 2009 kelak, kita harus menerima kenyataan bahwa judul diatas masih relevan di tahun 2004-2009 dan akan tetap dikenang sebagai lagu populer oleh masyarakat umum untuk waktu yang lama, soalnya anak-anak kecil dan ibu rumah tangga pun sudah terbiasa mengingat dan menyanyikan lagu pendek sumbangan pabrik mie instan yang dinyanyikan bintang Indonesian Idol itu.

Alkisah, pada dasawarsa pertama abad XXII, seorang pengunjung toko barang antik menemukan sebuah CD video-clip dengan judul diatas yang tidak mereka mengerti, setelah diutak-atik ahli komputer masa itu karena CD itu termasuk teknologinya sudah ketinggalan zaman, akhirnya terkuak juga isinya. Dari banyak sumber yang masih bisa ditelusuri diketahui bahwa SBY itu nama presiden yang santun tutur katanya yang seabad sebelumnya memerintah Indonesia, lagu itu dikenang lama apalagi lagunya bagus dan dinyanyikan penyanyi yang suaranya merdu pula.

Namun, dibalik popularitas lagunya, di abad itu orang sudah tidak lagi mengenal apa kepanjangan akronim SBY, ada yang mereka-reka sebagai nama diri ‘SiBuYa,’ tapi dipertanyakan masakan ia marga suku Sumatra? Ada yang mereka-reka sebagai kata keterangan ‘SeBaYa’ (same age), tapi ada pula yang mereka-reka sebagai sebutan ‘SuBaYu’ (beautiful wind) atau ‘SiBaYi’ (the baby). Karena tidak ada kesepakatan, daripada salah dan karena rasa hormat pada presiden seabad lalu yang dikenal santun itu maka orang menjulukinya ‘Tuan Presiden’ (Mr. President) saja.

Rupanya, mirip inilah terjadinya akronim ‘YHWH’ (tetragramaton). Berbagai rekaan kepanjangan akronim itu dicoba karena sudah tidak diketahui kebenarannya. Sekalipun ada tercatat 6.800 tetragrammaton dalam Tanakh, nama YHWH hanya ditulis (Ketiv) dan tidak diucapkan (Qere) oleh Massoret dan diikuti Yahudi Orthodox sejak zaman Ezra sampai sekarang dan diucapkan sebagai ‘Adonai’ (lebih dari 5.200 kali = Tuhan/Tuan) atau ‘Ha Syem’ (Nama Itu; Im.24:16). Ini dimaksudkan agar umat Israel memuliakan nama itu tetapi tidak melanggar hukum ke-II yaitu “Mengucapkannya dengan sembarangan” (Kel.20:7). Di kalangan Yahudi Orthodox sejak itu, nama YHWH hanya diucapkan oleh Imam Besar (Kohen Gadol) sebanyak 10 kali setahun sekali selama perayaan Yom Kippur.

Ada juga keberatan karena dalih bahwa YHWH berasal dari aksara asing, karena semula ditulis dengan huruf Funisia yang kemudian dikenal sebagai ‘Ibrani Kuno’ (Ketav Ashurit) sebelum digantikan dengan huruf Ibrani Aramik pada zaman Ezra (Ibrani Kitab Suci / Ketav Meruba). Apalagi, karena mulai dikenal di Sinai diluar wilayah Israel (Ul.33:2; Hak.5:4), dikemukakan  bahwa nama itu kemungkinan berasal dari suku Keni-Median, dan bahkan ada yang menyebutnya berasal dari Arab dari akar ‘hwy’ (meniup/badai gurun). Ada yang mengemukakan nama itu berasal akar katakerja ‘hyh’ (hayah) yang sebenarnya merupakan keterangan ‘Yang Ada Yang Menjadi’ atau  kependekan ‘Yahweh-asher-yihweh’ selaras dengan ‘Ehyeh Asher Ehyeh’ (Kel.3:14). Yang jelas, sekalipun ditulis dalam kitab suci, tetragrammaton tidak lagi diucapkan, apalagi ejaan ‘Yahweh’ yang paling populer juga tidak mencerminkan bahasa Ibrani karena dalam bahasa Ibrani tidak ada bunyi ‘w.’

Sejak zaman Ezra itulah tulisan YHWH tidak lagi dibaca, dan lalu diucapkan sebagai Adonai/Ha-Syem, dan dalam kitab-kitab Tanakh sesudah pembuangan, nama itu sering pula diganti dengan nama ‘El’ (elah/alaha bhs. Aram).  Penerjemahan ke bahasa Yunani Septuaginta (abad III-II SM) mengikuti tradisi ‘Adonai’ yahudi orthodox dan menuliskannya ‘Kurios/Kyrios,’ terjemahan mana diikuti penulisan Perjanjian Baru (Yunani Koine). Sejak hari Pentakosta dimana Roh Kudus sendiri mewahyukan firman Tuhan yang disampaikan Para Rasul melalui bahasa-bahasa asing termasuk Arab (Kis.2:11) maka YHWH diterjemahkan mengikuti ucapan Adonai Yahudi Orthodox ke bahasa-bahasa lain (LORD bhs. Inggeris, TUHAN bhs. Indonesia).

Dalam catatan Tanakh sejak YHWH tidak diiucapkan, tidak ada wahyu/firman melalui Para nabi yang menyiratkan bahwa yang punya ‘Nama Itu’ melarang atau  menyalahkan penerjemahannya. Yang disalahkan adalah kalau umat tidak taat akan kehendak YHWH, pribadi dibalik nama yang dibaca ‘adonai’ atau ‘ha-syem’ itu. Yesus sendiri menggunakan Septuaginta dan tidak pernah mengucapkan YHWH, dan mengingatkan umat agar tidak “berseru Kurie (kurios) tetapi tidak melakukan kehendak Bapa di surga!” (Mat.7:21). Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani dan hanya memuat ‘seruan pujian Haleluya’ di Why.19 dan selebihnya nama Kyrios/Kurios, dan Yesus di kayu salib memanggil nama ‘El/Elo’ (kependekan elah/alaha bhs. Aram = ilah/Allah bhs. Arab). Maka aneh kalau masakini ada yang mengantasnamakan YHWH dan menganggap diri pemilik kebenaran tunggal dan menyalahkan semua orang yang tidak memulihkan Nama itu.

Memang dalam sejarah selalu timbul kalangan kebatinan (seperti gnostik/mistik dan masakini kalangan Yahudi sekte Kabalah) yang menganggap bahwa nama bahkan huruf-huruf itu memiliki makna magis/isoteris yang dalam karena itu tidak boleh diterjemahkan atau diganti. Dalam penemuan ‘Dead Sea Scrolls’ ditemukan adanya naskah Septuaginta yunani dimana nama Kurios diganti YHWH dalam aksara Ibrani Kuno (Funisia), dan ada yang diganti dengan aksara Ibrani Kitab Suci, dan sepanjang sejarah gereja secara sporadis ada saja yang kembali ingin memulihkan Nama Itu.

Semangat kabalah ini muncul lagi pada awal abad XX dimana sejalan dengan kebangkitan Zionisme, kalangan Zionisme religious ada yang ingin kembali ke akar Yudaik dengan kembali menggunakan bahasa dan budaya Ibrani, dan dari kalangan ini ada sekte yahudi yang kembali ingin memulihkan nama YHWH. Sekte ini aktif di USA pada dasawarsa 1920-30 dan pertama kali memperngaruhi kalangan Saksi-Saksi Yehuwa sehingga pada tahun 1931 dengan resmi mereka menyebut diri ‘Jehovah Witnesses.’ Kalangan Advent terpengaruh semangat kembali ke akar Yudaik dan pecah menghasilkan sempalan Church of God 7thday yang juga menekankan akar yudaik tetapi menolak kenabian Mrs. White. Di tahun 1930-an COG7thday pecah dan menghasilkan sempalan yang terpengaruh sekte yahudi yang menekankan kembali nama YHWH dan menyebut diri ‘Assembly of Yahweh.’ Gerakan ini kemudian berpecah-belah menjadi banyak aliran dan menyebar ke mancanegara termasuk Indonesia dalam dua dasawarsa terakhir dan mendirikan ‘Gereja-gereja Pengagung Nama Yahweh’ dan menerbitkan kitab suci dengan dasar Alkitab-LAI dan mengganti nama-nama YHWH kembali ke bahasa Ibraninya.

Dalam hal Theology, mengikuti teologi yudaisme, Assembly of Yahweh menganut Unitarian berbeda dengan Adventis / COG7thday yang mempercayai Trinitas, dan dalam hal Kristologi terjerat faham Sabelian dimana Yesus dianggap YHWH sendiri, dan terpengaruh Saksi-Saksi Yehuwa yang mengganggap Roh Kudus sekedar tenaga batin YHWH.

Sayang sekali bahwa keinginan untuk memulihkan kembali nama suci YHWH menjadikan penganutnya terjerat arogansi diri menganggap diri sendiri paling benar dan menyalahkan semua umat kristen segala bangsa di segala abad yang tidak memulihkan ‘nama YHWH,’ ada yang menuntut di pengadilan mereka yang mencetak Alkitab yang menulis nama YHWH dengan terjemahan, bahkan ada pendeta yang mengkotbahkan (disebar luaskan melalui Youtube) bahwa mereka yang tidak memulihkan nama YHWH itu akan masuk neraka!

Kalau umat Yahudi Orthodox sendiri tidak mengucapkan YHWH dan mengucapkannya ‘Adonai’ maka kalau masakini ada yang ingin memulihkan tulisan dan ucapan YHWH, bahkan Kitab Suci pengagung Nama Yahweh dalam prakatanya menyalahkan Yahudi Orthodox karena menggantinya dengan ‘Adonai’ maka itu namanya merasa lebih yahudi dari orang yahudi sendiri, dan jelas sudah mengucapkan dan menggunakan nama itu dengan sembarangan. Alih-alih mau memulihkan nama YHWH, mereka terjerat sikap keliru yang justru melanggar hukum YHWH yang ke-III “Mengucapkannya dengan sembarangan” (Kel.20:7) dan lebih lagi melanggar hukum ke-II yaitu “Jangan ada Ilah lain dihadapan-Ku” (Kel.20:3), dan yang dijadikan ‘Ilah’ lain itu sekarang adalah huruf-huruf mati dan ucapan tetragrammaton itu.

Akhirnya, adalah kehendak YHWH (baca Adonai/TUHAN) yang punya ‘Nama Itu’ agar umatnya mentaati kehendak-Nya dan memberitakan kabar baik dengan santun, hormat, dan hati nurani yang murni (IPtr.3:15-16).

Amin