Artikel 11_2011
THE ‘GOSPEL’ OF STEVE JOBS
Steve Jobs, pendiri dan pimpinan Apple inc. meninggal dunia baru-baru ini. Apa rahasia Steve Jobs yang memproduksi peralatan elektronik berlambang buah apel yang tergigit yang sampai meninggalnya masih menjadi daya tarik ‘buah pengetahuan’ diseluruh dunia seperti tertariknya Hawa akan ‘buah pengetahuan’ di taman Eden?Tidak dapat disangkal Steve Jobs telah mendatangkan ‘Injil’ (gospel = kabar baik) bagi banyak orang diseluruh dunia sehingga hasil inovasi teknologinya dibidang komputer, komputer tablet sampai smart phone diserbu orang. Betapa tidak sejak memproduksi desktop Apple II yang laris manis itu disusul dengan produk-produk ‘i’nya seperti iMac. iPod (dengan perangkat iTunes-nya), iPhone, iPad, dan sampai dirilisnya produk iPad-2 dan 2 hari sebelum ia meninggal dunia merilis iPhone-4S, produk-produknya tetap menarik banyak orang untuk antri panjang setiap diluncurkannya.
Kenyataannya ‘The Gospel of Steve Jobs’ ini telah menjadi ‘injil modern’ bagi banyak pihak, karena memenuhi unsur-unsur ‘iman’ (akan inovasi teknologi yang terus-menerus), ‘pengharapan’ (memenuhi harapan banyak orang akan kebutuhan masakini), dan ‘kasih’ (mengasihi karya manusia untuk kenikmatan diri sendiri).
‘Injil’ Steve Jobs
‘Iman’ karena Steve Jobs dengan Applenya menjadi gantungan keyakinan banyak orang. Ini tidak bisa dipungkiri, namun apakah iman ini kekal? Kenyataannya, iman itu pendek umurnya, dan dengan makin banyaknya pesaing dibidang komputer tablet dan smart phone, Apple harus berulang kali menerbitkan model-model baru yang tetap bersaing dan bergantung kepada pendirinya itu bila ingin bertahan (ketika ia keluar dari Apple sementara waktu penjualan Apple merosot tajam, ia kemudian kembali memimpin Apple).
‘Pengharapan’ karena produk Apple sangat inovatis dan memenuhi kebutuhan orang banyak, kalau hanya yang mengerti yang bisa mengoperasikan program-program Microsoft, orang tua sampai anak kecil bisa menggunakan iPad dengan mudah hanya dengan menggunakan jari menyentuh ikon-ikon yang ada dilayar. Namun karena harapan itu tidak dilandasi fundasi yang teguh, maka mudah tablet pc itu digoyang produk baru seperti ‘Galaxy’ dari Samsung yang lebih murah dan ringkas dan ‘Kindle Fire’ dari Amazon yang murah meriah.
‘Kasih’ juga tidak disangkal dihasilkan produk Apple, namun sayang produk Apple lebih banyak mendatangkan kasih manusia kepada teknologi dan diri sendiri yang sementara dan bukan dengan sesama. Kita lihat bagaimana manusia modern lebih tahan lama berinteraksi dengan iPod atau iPad yang dijadikan tuhan. Manusia dibawa kepada sikap mengasihi kenikmatan pengetahuan yang tidak membawa kepada kehidupan kekal melainkan membawa kepada kenikmatan sesaat yang egosentris. Steve Jobs lahir diluar nikah lalu diadopsi orang lain, ia tidak mau kenal dengan ayah biologisnya yang muslim, berpetualang cinta dimasa muda, mudah konflik dengan timnya karena sifatnya yang temperamental, hingga mencari ketenangan sebagai kompensasi kegundahan hati dengan pergi ke India dan menjadi Buddhis. Sekalipun begitu berbeda sekali dengan Bill Gates, pendiri Microsoft, ia menghindari kegiatan filantropis.
Apa Yang Bisa Dipelajari?
Banyak peristiwa dibalik sosok Steve Jobs dan Applenya yang bisa kita pelajari dan dijadikan cermin. Manusia modern memang membutuhkan ‘iman’ namun sayang iman yang ditawarkan bersifat musiman, manusia membutuhkan inovasi yang terus menerus agar tetap menarik dan ini ditunjukkan dengan produk inovatif yang bertubi-tubi dari Apple, namun kembali sayang sifatnya tetap musiman, orang mengkuatirkan bahwa daya tarik buah pengetahuan produk ‘Apple inc’ akan menjauh dengan meninggalnya manusia inovator dibaliknya itu. Para pesaing sudah lama mengincar kue yang akan ditinggalkan oleh pecandu Apple.
Di kalangan kristen gejala kemunduran kekristenan sudah terlihat diseluruh dunia, mengapa dan apa yang bisa kita pelajari dari kasus Apple yang fenomenal itu? Sekalipun di Indonesia gereja-gereja mapan masih banyak pengunjungnya, mereka masih bertahan karena masih menghadirkan iman konservatif terutama melalui firman Tuhan dan nyanyian rohani. Namun gereja-gereja mapan di Barat yang tidak lagi bergantung pada iman Injil dan pengharapan kekal cenderung terus merosot jumlah anggotanya. Sebaliknya, ada gereja-gereja kharismatik yang makin diserbu pengunjung, namun ibarat pengalaman Apple, mereka bergantung kepada inovasi-inovasi ibadat yang terus diganti-ganti untuk menghindarkan kebosanan. Sekalipun gebyar kharismatik di Indonesia masih membara, itu tidak menambah jumlah umat kristen karena kebanyakan hadirin berasal dari gereja-gereja mapan yang tertarik ibadat ‘hura-hura’ yang tidak diperoleh di gereja mapannya. Di Amerika dan Eropah gereja-gereja demikian juga merosot. Gereja ‘Crystal Cathedral’ di USA juga merosot keanggotaannya dan bahkan gereja itu dinyatakan bangkrut baru-baru ini. Di Korea, ‘Yoido Church’ dari Jonggi Cho juga merosot keanggotaannya. Ibarat kejenuhan Apple, gereja-gereja demikian juga mengalami titik jenuh.
Injil Yesus Kristus
Dibalik semua itu, Injil Yesus Kristus tetap bertahan, karena difirmankan:
“Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.” (Matius 24:35)
Steve Jobs sudah berlalu dan Apple Inc akan berlalu, tetapi firman Tuhan Yesus tetap menjadi modal iman yang tetap bisa diberitakan kepada manusia karena sebenarnya didunia modern ini manusia mengalami kegundahan menghadapi masalah global yang makin memburuk. Firman Tuhan Yesus tetap dibutuhkan manusia modern karena firman itu menjadi harapan hidup hakiki yang seutuhnya dari manusia pada umumnya. Tuhan Yesus berfirman:
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Matius 28:11)
Selama kita memberitakan ‘Injil Tuhan Yesus’ dan ‘mengisi kelegaan bagi manusia yang letih lesu’ Injil tetap akan dicari oleh manusia. Injil hendaknya tidak diberitakan tanpa gairah seperti dalam mimbar-mimbar gereja mapan yang kotbahnya dogmatis dan kurang memberitakan iman yang menyebabkan jemaat ngantuk dan hanya kegereja karena kerutinan dan kurang menghadirkan pengharapan dan kasih, namun Injil juga tidak efektif kalau diberikan hanya menggaruk yang gatal dengan atraksi-atraksi mimbar yang menjadi ‘candu sesaat bagi jemaat’ dimana jemaat hanya tertarik kalau selalu ada yang baru yang menguras emosi.
Injil Yesus Kristus perlu diberitakan dengan sederhana dengan gairah kesaksian iman yang konstan diatas batu karang yang teguh yaitu benih firman Tuhan, pengharapan yang kuat yang dirasakan jemaat, dan adanya kasih yang dipraktekkan jemaat (bukan jabat tangan ceremonial saja) melainkan ibadat yang selalu menghadirkan iman, pengharapan, dan kasih yang menjadikan manusia yang letih lesu menjadi lega. Steve Jobs bekerja 30 tahun dan harus meninggalkan karya dan perusahaannya, dan kenangan akan dirinya tidak akan bertahan lama, tetapi Tuhan Yesus Kristus dengan ‘Injil’nya, sekalipun hanya bekerja 3 tahun, namun sampai sekarang lebih dari 2000 tahun sesudahnya masih memiliki penganut yang terbesar di dunia.
“Pada suatu malam berfirmanlah Tuhan kepada Paulus di dalam suatu penglihatan: "Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam!” (Kisah 18:19)
Salam kasih dari YABINA ministry