Artikel 9_2011


 

 

 


ORANG SAMARIA

Nama Samaria banyak dikenal, namun banyak yang tidak mempunyai pengertian yang cukup akan siapakah orang Samaria itu sebenarnya, soalnya data Perjanjian Baru kurang banyak mengungkap tentang orang Samaria kecuali dua cerita terkenal mengenai orang Samaria yaitu ‘Orang Samaria Yang Murah Hati’ (Luk.10:25-37) dan ‘Perempuan Samaria’ (Yoh.4:1-42), dan juga nama ‘Samaria’ sering disinggung dalam Perjanjian Baru sebagai kota yang acapkali dilewati oleh Tuhan Yesus dan Para Murid-Nya bila mereka pergi dari Galilea ke Yerusalem atau sebaliknya, bahkan kota itu disebut sebagai termasuk kawasan dimana umat percaya harus bersaksi dan menginjil selain Yerusalem, Yudea, sampai ke Ujung Bumi (Kis.1:8).

Kota Samaria

Samaria adalah nama ibukota Kerajaan Utara sejak Israel terpecah dua dan bagian Utara diperintah oleh raja Omri (abad-9 SM). Selama 6 tahun lamanya Omri memerintah Israel di Tizri kemudian ia membeli kawasan yang terletak di pegunungan milik Semer dan kemudian menamainya sesuai nama pemilik sebelumnya yaitu ‘Samaria’ (1Raj.16:23-24). Ia mengizinkan orang Aram untuk membangun pasar di Samaria (1Raj.20:34), dan selama 6 tahun ia membangun kota dan ketika meninggal, Ahab anaknya disebutkan membangun istana gading dan kota-kota lain di Samaria (1Raj.22:39).

Sejak Ahab menikah dengan Izebel, anak Etbaal, raja orang Sidon, isterinya membawanya kepada penyembahan Baal, sehingga ia ikut pergi beribadah kepada Baal dan sujud menyembah kepadanya (1Raj.16:31), bahkan kemudian Ahab menjadikan Samaria menjadi pusat penyembahan berhala Baal dan membangun kuil Baal dan patung Asyera di kota itu (1Raj.16:30-33). Ahab juga membangun tugu berhala dekat mezbah kuil Baal di Sidon (2Raj.3:2).

Karena reputasi yang buruk sebagai kota yang menyimpangkan iman, Samaria banyak dicela para nabi sebagai pusat penyembahan berhala (Yes.8:4;9:7-9; Jer.23:13; Yeh.23:4-5; Hos.7:1; Mi.1:5-6; band. Yoh.4:20). Samaria kemudian berkali-kali dikuasai oleh negara-negara asing karena lokasinya yang strategis sebagai kota lintas. Pada masa Perjanjian Baru, disebutkan mengenai kota ini dimana Tuhan Yesus diberitakan melewati Samaria ketika Ia dari Yerusalem mau ke Galilea (Luk.17:11), ia kemudian beristirahat di Sikhar dan bercakap-cakap dengan seorang perempuan Samaria (Yoh.4:4-7), Filipus pun pernah berkotbah di suatu kota di Samaria (Kis.8:5).

Orang Samaria

Sekalipun punya reputasi buruk sebagai orang Israel keturunan Yakub yang kemudian menyimpang dari keyakinan nenek-moyangnya, dan tidak termasuk yang dibuang ke Babil sehingga tidak mengalami imbas kebangunan Rohani yang disampaikan oleh Ezra, Samaria juga terkenal dengan ‘orang-orangnya’ (2Raj.17:29). Kejatuhan kota Samaria (722 SM) memberi citra baru bagi orang Samaria dan Kerajaan Utara. Orang-orang pentingnya ditawan raja Sargon ke Asyur. Orang Israel di Samaria yang tertinggal kemudian membentuk komunitas baru yang ditengah pengaruh berhala, mereka menjalin kembali hubungan dengan Yahweh, dan hubungan lebih baik dijalin dengan Yehuda (Kerajaan Selatan) baik sebelum maupun sesudah kejatuhan Yerusalem tahun 586/587 SM (band.  2Taw.30:1-; 2Raj.23:19,20; Jer.41:4-).

Berbeda dengan orang Israel di Yudea (Kerajaan Selatan) yang tetap mempertahankan kemurnian keturunan Yahudi mereka sekalipun dibuang ke Babil, kerajaan yan penuh berhala, orang Israel di Samaria (Kerajaan Utara) bercampur baur dengan bangsa penjajah, itulah sebabnya terjadi ketegangan antar keduanya. Dimasa Ezra dan Nehemia ketegangan itu memuncak setelah Ezra memimpin kebangunan rohani agar kembali kepada Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub, dan terjadilah perpisahan Yahudi dan Samaria pada 200 SM.

Kepercayaan Orang Samaria

Orang Samaria kemudian mempertahankan hukum dan kelima kitab Musa (Pentateuch) tetapi menolak para Nabi dan pesan-pesan mereka. Pada saat pemberontakan Makabe, bahkan orang Samaria sampai menyembah badai dan kuil di gunung Gerizim diarahkan kepada Zeus, dewa penjajah waktu itu.

Keluarga Hasmonian kemudian berpengaruh atas Samaria dan Hyrcanus menguasai Sikhar dan menghancurkan kuil dengan patung berhala di gunung Gerizim. Di tahun 63 SM Pompey menyerahkan Samaria kedalam propinsi Siria dan kota Samaria menjadi kota penting dimana raja Herodes Agung tinggal disitu. Pada tahun 6 M Yudea dan Samaria disatukan dibawah propinsi Siria. Pada masa itu pertentangan Yahudi dan Samaria memuncak sampai dengan terjadinya insiden seperti orang Samaria dibantai Pilatus (36 M) dan Samaria dibumi-hanguskan oleh orang Romawi (66 M).

Kepercayaan iman orang Samaria ada 6 hal, yaitu: (1) Percaya Allah yang Esa; (2) Percaya akan nabi Musa; (3) Percaya akan hukum; (4) Percaya akan gunung Gerizim sebagai tempat yang ditentukan Allah untuk membakar korban; (5) Percaya akan hari Penghakiman; dan (6) Percaya bahwa Musa akan kembali sebagai Taheb (semacam Mesias) untuk pemulihan bangsa Israel. Samaria memiliki versi Pentateuch sendiri.

Dibalik Kesesatan Orang Samaria

Dibalik citra penyesatan yang melekat pada diri mereka, orang Samaria masih dianggap saudara yang memisahkan diri oleh orang Israel di Yudea. Tuhan Yesus dalam pertemuan dengan perempuan Samaria di Sikhar tidak membela kedua lokasi ibadat Israel yaitu di Yerusalem atau Samaria melainkan agar kita “menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran” (Yoh.4:21-24) dan Ia juga menganggap Orang Samaria yang “kasih kepada sesamanya” adalah pelaku hukum Allah yang patut menjadi contoh (Luk.10:25-37). Sebuah kritik Tuhan Yesus kepada para penyembah yang mengkultuskan agama dan tempat penyembahan tetapi mengabaikan hukum Allah (band. Mrk.7:6-8) yaitu ‘Kasih.’ (Luk.10:27).
 

Salam kasih dari YABINA ministry (www.yabina.org).

 

 


[ YBA Home Page | Artikel sebelumnya]