Artikel 1 | 2012
SINCIA & TRADISI TIONGHOA
"Mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu. (Matius 15:3-4a)Bulan Januari tahun 2012 diisi dua perayaan tahun baru yaitu Tahun Baru Masehi (1 Januari) yang dirayakan secara global mengikuti peredaran bumi mengelilingi matahari (tahun matahari), dan Tahun Baru Imlek (Sincia, 23 Januari ) yang dirayakan di kalangan Tionghoa/Cina mengikuti perputaran bulan mengelilingi bumi (tahun bulan). Bagaimana sikap orang Tionghoa yang telah mengaku percaya dalam menghadapi perayaan Sincia itu?
Selain orang Yahudi, tradisi/adat-istiadat orang Tionghoa terbilang tua yang dipegang secara turun-temurun oleh masyarakat Tionghoa pada umumnya dan sekalipun mereka tinggal di perantauan, umumnya masih menjalankan tradisi nenek-moyang itu secara eksklusif di China Town / Pecinan. Untuk mengetahui seluk beluk perayaan Sincia kita perlu mengetahui latar belakang budaya di Tiongkok dan bagaimana isi perayaan Sincia itu.
Tradisi Jalan Tengah
Setidaknya dikalangan Tionghoa ada lima pengaruh akar budaya yang secara turun-temurun diikuti masyarakat tradisional, yaitu: (1) animisme/spiritisme/okultisme; (2) mistik I-Ching; (3) Konfusianisme; (4) Taoisme; dan (5) Buddhisme. Tradisi Jalan Tengah yang meresap di kalangan Tionghoa menempatkan orang Tionghoa pada umumnya cenderung mencampur adukkan semua tradisi budaya secara sinkretis, dan sekalipun sudah ada tiga agama (konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme) yang relatif lebih muda umurnya yang mempengaruhi orang Tionghoa (tridharma), orang Tionghoa masih mempercayai kepercayaan kuno nenek moyang mereka.
(1) Animisme/Spiritisme/Okultisme bisa dilihat dari kepercayaan yang kuat akan dunia roh terutama penyembahan roh leluhur;
(2) Mistik I-Ching bisa dilihat dari unsur keseimbangan alam Yin-Yang yang membentuk perpaduan trigram, hexagram dst. yang digambarkan dalam skema Luo Pan yang menempatkan orang Tionghoa ke dalam kepercayaan akan nasib dengan ramalan seperti guamia dan ciamsi;
(3) Konfusianisme (500 SM) mengajarkan etika hubungan tingkah laku terutama hormat rakyat kepada pemerintah; isteri kepada suami; anak kepada orang tua; adik kepada kakak; dan teman lebih muda kepada yang lebih tua;
(4) Taoisme (500 SM) meneruskan tradisi I-Ching dan mendiskripsikan secara filosofis dan mistis dalam konsep Tao yang tersurat dalam buku Tao The Ching. Dalam perkembangannya unsur okultisme kuno juga berkembang dalam Taoisme seperti pengusiran setan; dan
(5) Buddhisme yang datang dari India yang membawa pengaruh meditasi tentang pencerahan diri.
Kelima kepercayaan itu sedikit banyak akan diikuti oleh masyarakat Tionghoa pada umumnya, dan sekalipun waktu pemerintahan Komunis tradisi budaya religi itu coba dilenyapkan, namun dikalangan generasi tua terutama yang tinggal di kawasan pedesaan dan perantauan masih secara turun-temurun diikuti sampai sekarang. Sekalipun seseorang telah masuk kristen, tradisi nenek-moyang itu tidak begitu saja hilang dan tetap dijalankan sedikit atau banyak.
Perayaan Sincia
Perayaan Sincia biasa dirayakan selama 22 hari dimulai dengan hari ke-tujuh sebelum Sincia dimana dipercaya Toa Pek Kong Dapur (dewa penunggu dapur) naik ke langit melaporkan situasi rumah tangga kepada Thian dan malam sebelum Imlek dilakukan sembahyang Sam Seng (babi, ikan dan ayam). Pada Hari Sincia dilakukan kunjungan kepada orang tua untuk menghormat dan juga sembahyang didepan meja sembahyang nenek-moyang yang telah meninggal, pada kesempatan ini juga dibagikan Angpao yaitu uang yang dibungkus amplop berwarna merah dengan tulisan Fu/Hu. Angpao bukan sekedar dianggap hadiah namun lebih merupakan wisit yaitu jimat yang akan membawa rejeki bagi yang menerima, ini diperkuat dengan penggunaan warna merah yang mengandung arti magis keberuntungan dan Fu/Hu yang merupakan kata mantra.
Pada hari keempat setelah Sincia Toa Pek Kong Dapur kembali dari langit dan disambut dengan permainan Barongsai dan Bilekhud diiringi petasan dan tambur + simbal dengan maksud mengusir roh-roh kegelapan yang akan mengganggu, biasanya barongsai masuk ke rumah-rumah untuk mengusir roh gelap di rumah itu. Pada hari ke-lima-belas ketika bulan purnama dirayakan Cap Go Meh dengan hiasan Lampion berwarna merah dan sembayang Sam Kai kepada langit, bumi dan manusia.
Seluruh rangkaian perayaan Sincia itu dirayakan secara komunal beramai-ramai, bahkan sekarang tradisi Barongsai sudah menghiasi acara Sincia di mal-mal dan tempat-tempat hiburan umum. Lalu bagaimana sekarang kalau seseorang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus apakah ia masih tetap mempraktekkan semua perayaan Sincia tersebut atau adakah pembaharuan hidup dalam dirinya dalam sikapnya terhadap adat-istiadat/tradisi?
Sikap Umat Kristen Tionghoa
Bahaya sinkretisme yang mendarah daging dalam etnis Tionghoa tidak mudah dihilangkan begitu saja sebab sekalipun seseorang menjadi kristen, banyak yang masih menjalankan tradisi apa adanya, namun pertumbuhan iman berangsur-angsur membawa umat Kristen Tionghoa menjauhi praktek adat-istiadat tradisi budaya leluhur yang mendukakan Tuhan. Di kalangan Tionghoa totok, tidak mudah meninggalkan tradisi turun-temurun kalau mereka menjadi kristen, namun di kalangan peranakan dan Tionghoa modern umumnya hal-hal yang berbau mistis-magis terutama penyembahan roh leluhur yang menjadi jantung budaya Tionghoa berangsur-angsur sudah tidak lagi mempengaruhi dirinya sekalipun mereka mengalami ketegangan dengan bagian keluarga besarnya yang masih kolot dan masih mempercayainya.
Merayakan Sincia adalah netral seperti halnya merayakan Tahun Baru Masehi selama hari ini mengenang kondisi nenek-moyang yang dalam situasi agraris mernyambut bulan baru dan mulai siap bercocok tanam, dan pertemuan kekeluargaan dimeja makan menjadi bagian perayaan Sincia yang baik juga diikuti. Pemberian hadiah antar anggota keluarga terutama kepada orang tua baik juga dilakukan hanya perlu ditekankan bahwa itu adalah ungkapan kasih dan syukur dan bukan wisit (benih rejeki) yang kita berikan kepada seseorang dengan Angpao, karena itu hadiah uang tidak perlu dibungkus dengan amplop warna merah dengan tulisan Fu/Hu karena itu berarti jimat.
Merayakan Sincia bisa dilakukan umat kristen Tionghoa selama unsur adat-istiadat tradisi budaya religi seperti penyembahan dewa-dewi dan roh nenek-moyang tidak kita lakukan, memasang lampion bisa saja dilakukan selama kita tidak terikat warna magis merah melainkan lampion aneka warna. Kita tidak perlu mengundang Barongsai masuk ke dalam rumah (apalagi ke dalam gereja) karena rumah umat Kristen (terlebih gereja) adalah rumah Roh Kudus maka dengan mendatangkan Barongsai pengusir roh, roh yang mana mengusir roh yang mana?
Ayat pembuka artikel ini membawa kita kepada ketaatan akan perintah Allah dan agar kita tidak lagi terikat adat-istiadat nenek moyang yang mendukakan Tuhan, demikian juga maksud baik pertemuan keluarga dihari Sincia juga merupakan perintah Allah yang wajib dilakukan umat Kristen namun dilakukan dengan hormat dan kasih terutama kepada orang tua, dengan demikian umat kristen Tionghoa bisa ikut merayakan Sincia dengan misi kesaksian Injil bahwa sebagai umat tebusan Tuhan, umat kristen tidak lagi perlu percaya akan segala permainan roh dewa-dewi dan nenek-moyang yang tidak berdaya melainkan bergantung pada iman akan Allah pencipta langit dan bumi, dan Tuhan Yesus Kristus, juruselamat manusia. ***
Salam kasih dari YABINA ministry (www.yabina.org)