Artikel 17 | 2012


 

 

 

 

BAHASA YUNANI PERJANJIAN BARU
 

Akhir-akhir ini banyak yang menanyakan apakah sebenarnya bahasa yang digunakan dalam masa Perjanjian Baru? Soalnya ada kalangan yang akhir-akhir ini menekankan slogan ‘kembali ke akar yudaik’ yang menyimpulkan bahwa bahasa Ibrani selalu dipakai oleh bangsa Ibrani termasuk pada masa Perjanjian Baru dan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Ibrani. Benarkah kesimpulan demikian?

Perjanjian Baru yang aslinya ditulis dalam bahasa Yunani, kita dapat melihat bahwa baik Allah Bapa, Yesus dan para rasul menerima terjemahan nama-nama El/Elohim/Eloah menjadi Theos dan Yahweh dan Adonai sebagai Kurios itu, malah baik Yesus maupun para rasul menggunakan terjemahan Yunani tersebut. Dalam rumah ibadat (sinagoga) di Nazaret, Yesus kelihatannya membaca naskah LXX.

Septuaginta adalah teks utama Alkitab yang diketahui dan digunakan dalam periode pembentukan Perjanjian Baru”. ( Di bawah ”Language of the New Testament” dalam J. D. Douglas et. al. (ed.), The New Bible Dictionary, hlm. 714.)

”Septuaginta adalah Alkitab yang digunakan oleh Yesus dan para rasul. Sebagian besar kutipan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru dikutip langsung dari Septuaginta, sekalipun itu berbeda dengan teks Masoret”. ( Norman L. Geisler & William E. Nix, A General Introduction to the Bible, hlm. 254.)

Yesus tentu bisa berbahasa Ibrani dan membaca Tanakh Ibrani, namun apakah ini yang dilakukan di sinagoga ketika ia membaca Torat, diragukan.

Bahasa Yesus

Ketika membaca Kitab Tenakh, kemungkinan Yesus langsung menerjemahkannya ke dalam bahasa Aram, bahasa yang dikenal umat, tetapi mungkin juga Yesus membacanya dari ”LXX” yang kala itu digunakan juga di sinagoga-sinagoga (ingat di Qumran pra-Kristen, Septuaginta juga sudah ada). Ini membuka kemungkinan bahwa dalam rumah ibadat di Nazaret dimana Yesus membaca ayat-ayat dalam Lukas 4:18-19 Yesus membaca Yesaya 61:1-2 dari LXX agar dimengerti langsung oleh umat. Kedua istilah Theos dan Kurios bahasa Yunani dalam Septuaginta itu kemudian digunakan dalam Perjanjian Baru yang bahasa aslinya adalah bahasa Yunani. (Menurut penelitian para ahli, 80 (delapan puluh) persen kutipan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru diambil dari versi terjemahan Septuaginta. Sisanya diterjemahkan dari fragmen-fragmen Perjanjian Lama yang ada pada saat itu.)

Dalam uraiannya pada Lukas 4:18-19, Walter Russel Bowie menulis:

”Bagian terbesar kutipan ini berasal dari teks Yes. 61:1-2 dari LXX, Me­rawat orang-orang yang remuk hati, adalah bagian dari sumber pe­ninggalan naskah Lukas yang terbaik, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas berasal dari teks LXX dari Yes. 58:6”.

Kalau Yesus membaca Tanakh, tentu terjemahan Yunaninya mirip Tanakh. Septuaginta kemudian tidak sepenuhnya diterima kalangan agama Yahudi sesudah Yesus, soalnya LXX digunakan oleh orang Kristen sebagai media pengajaran dan misi pada abad pertama, kalangan Rabi Yahudi kemudian menolaknya sehingga mereka mengusahakan kanonisasi Tanakh (Jamnia, 90 M).

Para Rabi Yahudi Menolak LXX

Ada yang kemudian menjadikan situasi penolakan  para Rabi itu sebagai petunjuk bahwa bahasa Yunani (dengan LXX sebagai produknya) ditolak dikalangan Yahudi ortodok. Ada tiga alasan yang dikemukakan:

(1)      Pemberontakan Makabe salah satunya ditujukan untuk melawan budaya Yunani;

(2)      Bahasa Yunani sukar sehingga Josephus sendiri mengatakan bahwa bahasa itu tidak dikuasainya;

(3)      Para Rabi Yahudi ortodok menolak Septuaginta;

Memang benar budaya Yunani ditentang dan menghasilkan pemberontakkan Makabe (1). Helenisasi damai terganggu ketika Antiochus IV Epiphanes berkuasa (175 sM). Waktu itu Yason ingin merebut kedudukan imam besar dari Onias saudaranya, dan ia meminta izin Anthiochus untuk membangun gymnasium di Yerusalem dan menjadikannya kota Yunani. Gymnasium ditujukan untuk dewa-dewi Yunani dan pemainnya bertelanjang dada. Para imam Yahudi pun banyak yang bertelanjang dada mengikuti perlombaan dan mereka mengabaikan tugas di Bait Allah. Anthiokus IV ketika pulang perang dengan wangsa di Mesir mampir di Yerusalem (171 sM) dan menajiskan Bait Allah dan merampas banyak perkakas di Bait Allah (1 Makabe 1:21-25; 2 Mak. 5:11-16;6:1-9).

Bukan bahasa-helenis yang kala itu menjadi lingua franca disekitar Laut Tengah yang ditolak, melainkan paganisme-helenislah yang dipaksakan itulah yang ditolak dan mendorong keluarga Matathias memberontak (1 Mak. 2:1-14). Dibawah anaknya, Yudas, pemberontakan mencapai puncaknya dan Bait Allah direbut kembali dan ditahbiskan (165 sM) dan dirayakan sebagai Hanukkah. Anthiokus IV marah dan menyerang kembali tetapi ia keburu meninggal dan penggantinya memberi kebebasan beragama. Sekalipun Yudas ingin mengembalikan Yudaisme dan membenci pengaruh asing, ia sendiri meminta bantuan Romawi, tahun 161 sM ia terbunuh dalam perang.

Perayaan Hanukkah memang mengembalikan kesucian ibadat di bait Allah, namun itu tidak mengusir helenisasi dalam bahasa. Yudas sendiri memakai nama panggilan Makabeus dalam bahasa Yunani dan keturunan Simon saudaranya, yang kemudian memerintah Yudea, banyak yang menggunakan nama Yunani juga seperti John Hirkanus, Aristobulus, Alexander Yanneus, dan Antigonus Matathias. Helenisasi bahasa Yunani sudah penuh diterima secara umum di Yudea ketika Yesus hidup, itulah sebabnya disebut bahasa Yunani Koine (umum) karena merupakan bahasa rakyat umum.

Kalau Josephus mengaku kurang menguasai bahasa Yunani (2), itu tidak berarti bahasa Yunani tidak populer, tetapi itu adalah kerendah-hatian seorang pakar yang diungkapkan seorang Josephus dikalangan pakar Yunani dan Latin, faktanya Josephus menulis karya-karyanya dalam bahasa Yunani dan Latin yang baik. Perang Yahudi ditulis dalam bahasa Aram kemudian Yunani.

Yunani Koine

Alasan Para Rabi Yahudi menolak Septuaginta (3) sudah jelas, yaitu karena Septuaginta kemudian menjadi kitab sucinya orang Kristen, namun pengaruh para Rabi itu terbatas pada elit agama Yahudi hanya di Yerusalem dan sekitarnya, namun rakyat Yahudi secara umum sudah tidak bisa berbahasa Ibrani melainkan bahasa Aram sejak masa Ezra (abad VI-V sM), karena itulah mereka kemudian menggunakan Septuaginta di sinagoga-sinagoga karena ditulis dalam bahasa Yunani Koine (umum) yang menjadi bahasa kedua rakyat Palestina disamping bahasa Aram pada masa sekitar hidup Yesus.

“Bahasa Yunani menjadi bahasa resmi di pengadilan dan bahasa pergaulan sehari-hari, seperti yang terlihat dalam tulisan-tulisan di atas papirus, surat-surat cinta, tagihan, resep, mantera, esai, puisi, biografi, dan surat-surat dagang, semuanya tertulis dalam bahasa Yunani, bahkan tetap demikian hingga masa pendudukan Romawi. ... bahasa Aram menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa pergaulan di Palestina, dan Helenisme mendesak Yudaisme.“ (Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, h.23-24, 29.)

Petunjuk lain bahwa bahasa Yunani lebih luas penggunaannya dan Ibrani bukan lagi menjadi bahasa umum rakyat di Palestina waktu Yesus hidup, bisa dilihat dengan terbitnya banyak terjemahan baru Tanakh ke Bahasa Yunani dan bukan Tanakh dalam bahasa Ibrani yang disebar-luaskan.

Untuk memperbaiki kekurangan LXX, terbitlah versi Aquila (130-50) yang menerjemahkan Tanakh Ibrani ke bahasa Yunani, ini disusul versi  Theodotion (150-85) yang melakukan revisi versi Yunani sebelumnya (LXX dll), revisi Symmachus  (185-200) mengikuti usaha Theodotion, kemudian, Origenes menerbitkan Hexaplanya (240-50, Norman L. Geisler and William E. Nix, A General Introduction to the Bible, hlm.306-315.), yaitu ia membuat enam kolom perbandingan naskah terjemahan, dalam kolom pertama diisi naskah asli Ibrani, kolom kedua naskah Ibrani ditulis dengan huruf-huruf Yunani, kolom ketiga versi Aquila, kolom keempat revisi Symmachus, kolom lima revisi Origenes atas LXX, dan kolom keenam revisi Theodotion.

A m i n !
 

Salam kasih dari YABINA ministry (www.yabina.org)

 

 


[ YBA Home Page | Artikel sebelumnya]