KULTUS INDIVIDU
“Ada dua buku yang sangat berkesan yang disodorkan Tuhan dalam proses panggilan yang diterima ketua YABINA ministry, pertama buku ‘Absolute Surrender’ (Andrew Murray) dan kedua ‘God Has A Plan for You’.”
Dua judul buku diatas menggambarkan dengan jelas syarat penyerahan diri seorang pelayan Tuhan, syarat yang tidak mudah untuk dipenuhi. Dalam alam kebebasan individu sekarang ini tidaklah mudah untuk menjadi pelayan Tuhan dalam arti sebenarnya sesuai kedua judul diatas. ‘Absolute Surrender’ tidaklah mudah karena sebagai seorang arsitek yang baru lulus sedang diberi tanggung jawab atas perencanaan dan pengawasan sebuah proyek besar. Impian seorang yang mendambakan masa depan cerah dengan karier bagus ditangan langsung harus ditanggalkan demi penyerahan diri menjadi pelayan Tuhan. Apalagi, cita-cita seorang yang baru mau meniti karier yang prospektif harus juga dilupakan karena ‘God Has A Plan for You.’
Sebelum membaca buku itu, memang ada khayalan bahwa kelak akan memimpin KKR didepan ribuan orang seperti halnya Billy Graham dan kemana-mana dielukan orang, namun manusia bisa merencanakan tetapi Tuhan yang memutuskan lain dan diikutilah jalan Tuhan itu.
Ketika pertama kali memimpin KKR yang dihadiri sekitar 3.000 orang di Bandung, sebelum usai berkotbah tiba-tiba kotbah di Gelora Saparua dimalam minggu itu macet karena suara serak (langsung ditutup oleh song leader Jeremia Rim). Ternyata rencana Tuhan lain dari harapan manusia dan kita harus menerimanya dengan penyerahan mutlak, sebab tidak terasa, sekarang 40 tahun telah berlalu pelayanan ternyata meluas tanpa perlu menjadi ‘Billy Graham’ sebab melalui pelayanan tulis-menulis dan on-line YABINA ministry, sekali menulis artikel akan dibaca oleh belasan ribu orang melalui dua milis YABINA dan 25 milis kristen, dan sering kotbah tertulis dan dari kesaksian-kesaksian yang diterima diketahui artikel itu telah memberi kesan mendalam bagi banyak orang.
Sungguh, ‘Absolute Surrender’ dan ‘God Has a Plan for You’ perlu diikuti para pelayan Tuhan, bahwa sesudah menyambut panggilan masuk ke sekolah teologi untuk dididik, setelah selesai satu-demi-satu pelayanan ‘dwi-fungsi’ sebagai teolog dan profesional keduanya diberkati Tuhan dengan undangan ceramah dan membawakan makalah di dua bidang itu di ribuan kesempatan termasuk puluhan kali ke manca-negara. Haleluya !
Jerat-Jerat Kultus
Belakangan ini dikalangan gereja makin banyak terjadi perpecahan yang umumnya disebabkan penonjolan diri tokoh-tokoh agama tertentu sehingga masing-masing merasa dirinya harus menjadi nomor satu dalam pelayanan. Setidaknya banyak jerat yang dialami para pendeta/penginjil pada masa kini, selain harta, tahta maupun kadang-kadang wanita, banyak pimpinan agama menjadikan diri sendiri sebagai tokoh kultus yang memusatkan perhatian jemaat pada dirinya sendiri bukan kepada Tuhan Yesus Kristus.
Setidaknya ada beberapa bentuk kutus individu yang menggoda para pendeta/penginjil.
Pertama, penonjolan nama sering terjadi karena nama menjadi ‘trade mark’ untuk menjual ketenaran. Sering terjadi orang pergi ke kebaktian/KKR bukan karena mencari firman Tuhan melainkan karena mencari tokoh kultus tertentu, akibatnya kosong tidaknya kebaktian/KKR tergantung dari popularitas sang tokoh. Sering terjadi fokus ke diri sendiri itu dirayakan dengan ulang tahun yang mendatangkan banyak hadiah (dari manusia) sehingga sering bukannya Tuhan yang ditinggikan melainkan diri sendiri. Pernah ada gereja heboh karena ketika masing-masing dari dua pendetanya mengadakan ulang tahun di gerejanya, seorang mendapat hadiah segunung dan yang lainnya selembah. Persaingan timbul karena penonjolan diri.
Bukan rahasia lagi bahwa sering terjadi perebutan kekuasaan ketua Sinoda maupun sebagai ketua Keuskupan demi mencapai ‘orang nomor satu’ yang menimbulkan perpecahan jemaat dan sikap jemaat yang terkotak-kotak.
Kedua, penonjolan tokoh ini diperkuat dengan maraknya gelar-gelar ‘Doktor’ dikalangan pendeta/penginjil agar perhatian jemaat lebih mengagumi diri pendeta/penginjil demikian. Memang memperoleh gelar doktor itu baik karena seseorang makin dilengkapi untuk efektifitas pelayanannya, tapi kalau gelar itu kosong tanpa pendidikan atau diambil dengan sistem kilat, maka tentu akan memalukan Kerajaan Allah. Majalah Eternity di USA menyebut gejala ini sebagai ‘conservative inferiority complex’ karena ‘rasa rendah diri’ yang terpendam dicari kompensasinya dengan cara mendapatkan gelar-gelar pintas yang biasa dibeli sekalipun dilingkungan gereja.
Ketiga, penonjolan diri itu kemudian ketika sudah berkembang dan mendirikan Yayasan atau Badan Misi menggunakan ‘trade mark’ nama dirinya sebagai nama Yayasan atau Badan Misi yang menunjukkan tingkat kultus individu yang meningkat.
Kita semua tahu bahwa banyak pihak ikut berperan dalam pendirian Yayasan/Badan Misi, maka kalau si pendeta/penginjil menggunakan nama dirinya sebagai nama Yayasan/Badan Misi, kelihatannya si pendeta/penginjil mengabaikan peran para pengerja lainnya yang sudah dengan setia mengorbankan diri mereka dalam pelayanan seakan-akan karya yayasan/badan misi itu hanya karya perorangan si pendeta/penginjil tersebut. Akibatnya ketika si pendeta/penginjil ditimpa kasus atau ketika ia meninggal dunia, nama yayasan/badan misi itu ikut menjadi korban.
Keempat, dari penonjolan nama diri dan menggunakannya untuk nama yayasan/badan misi, biasanya lebih jauh terjadi kecenderungan mendirikan dinasti dengan putra-mahkota yang disiapkan agar aset yayasan/badan misi tidak berpindah dari lingkungan keluarga sendiri. Banyak Yayasan Pekabaran Injil mengikuti pola ini dimana aset yayasan/badan misi yang sudah bertumpuk itu ingin di klaim sebagai milik keluarga. Akibatnya banyak yayasan/badan misi kemudian pecah karena timbulnya tokoh lain sebagai pesaing.
Bukankah panggilan Tuhan menuntut kita untuk ‘Absolute Surrender’ dan ‘God Has A Plan for You?’
Akhirnya . . .
Memang perpecahan jemaat acap kali terjadi karena penonjolan diri pelayanan Tuhan atau kelompok aliran sendiri (1Korintus 1:10–17). Karena itu marilah kita saling mendoakan agar kita dapat melayani Tuhan Yesus Kristus dengan setulusnya bukan demi mengkultuskan tokoh penginjil tertentu atau aliran/ajaran tertentu tetapi dengan berpegang teguh dengan pengajaran Alkitab (Kisah 17:11). Kita juga perlu mendoakan agar dalam perjuangan kita menjadi hamba Tuhan, judul kedua buku itu bukan saja ditujukan kepada penulis tetapi kepada semua hamba Tuhan yang seyogyanya dalam pelayanan melakukan ‘absolute surrender’ dan bahwa janganlah kita bercita-cita tinggi menjadi hamba Tuhan yang terkenal dan kaya melainkan kita menyerahkan diri secara ‘Absolute Surrender’ dan mengikuti rencana Tuhan karena ‘God Has A Plan for You.’ ***
Salam kasih dari YABINA ministry (www.yabina.org)