Artikel 63_ 2003
Homoseksualitas (3) - Homoseksualitas dan Alkitab
Setelah melihat beberapa data sekitar homoseksualitas, bagaimana data mengenai homoseksualitas dalam Alkitab? Bagi yang tidak setuju banyak ayat dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru yang dapat diambil, tetapi bagi yang setuju ayat-ayat yang sama ditafsirkan lebih ringan atau sebaliknya ditafsirkan sebagai dukungan.
Sejak awal Alkitab berbicara mengenai adanya dua macam gender laki-laki dan perempuan dengan orientasi seksual masing-masing yang disebut sebagai bergambar Allah, dan pernikahan heteroseksual yang monogami menjadi penyatu kedua gender itu: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranak cuculah dan bertambah banyak. . . . Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia. . . . keduanya menjadi satu daging.” (Kej.1:27-28;2:18-25). Yesus mendukung fakta ini (Mat.19:5) dan Paulus mengambilnya sebagai analogi hubungan Kristus dengan jemaat (Efs.5:22-33), di luar hubungan itu disebut perzinahan yang disamakan dengan penyembahan berhala.
Sekalipun tidak secara eksplisit, ayat-ayat itu jelas menunjukkan bahwa sejak awalnya hanya dua macam gender yang diciptakan, maka adanya kecenderungan homoseksualitas adalah kelainan atau penyimpangan kemudian dan bukannya diciptakan sejak awal, demikian juga perkawinan heteroseksual dan monogami menjadi satu-satunya perintah yang diberikan yang dikaitkan dengan tugas beranak cucu. Soal kecenderungan homoseksualitas dan hubungan seks antar para homo tidak dijelaskan asal mulanya, tetapi rupanya hubungan seks antar para homo dianggap dosa yang dalam PL disalahkan dan dihukum.
Kisah Sodom dan Gomora merupakan contoh dimana nama kota Sodom kemudian dijadikan cap untuk perilaku hubungan seks sesama jenis yaitu ‘sodomi’, ini disebut sebagai kelakuan dosa dan menimbulkan keluh kesah: “Sesungguhya banyak keluh kesah orang-orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya. Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang sampai ketelingaKu atau tidak; Aku hendak melihatnya. . . . orang-orang laki-laki dari kota Sodom itu. . . . datang mengepung rumah itu. . . . Di manakah orang-orang yang datang kepadamu malam ini? Bawalah mereka keluar kepada kami, supaya kami pakai mereka.” (Kej.18:20-21;19:4,5).
Ayat ini oleh kalangan homo ditafsirkan sebagai bukan bukti bahwa Sodom adalah kota kaum homo atas dua hal: (1) kata ‘yada’ dalam Kej.19:5 (LAI: pakai; KJV: know) sebenarnya bukan berarti ‘bersetubuh’ sekalipun bisa berarti begitu melainkan ‘berkenalan’; (2) kelompok homo bersifat minoritas, jadi mustahil kalau mayoritas Sodom bersifat Homo.
Bila kita membaca konteksnya, dalam ayat itu yada jelas berarti bersetubuh, karena konteks ayat sesudahnya menunjukkan hal itu dimana sebagai penggantinya Lot menawarkan kedua anak gadisnya untuk ‘diperkosa’ oleh mereka ganti kepada kedua tamunya (Kej.19:6-9), sebab tentu bukan maksud Lot agar orang-orang Sodom ‘sekedar berkenalan’ dengan putri-putrinya. Demikian juga sekalipun secara nasional persentasi kaum homo itu minoritas, dalam skala lokal tidak harus persentasi itu merata, karena itu ada komunitas dimana angka itu tinggi dan ada komunitas dimana angka itu rendah, karena itu Sodom & Gomora dan bukan kota lain yang dihukum Tuhan.
Kaum homo menafsirkan bahwa Yes.1:10-20 tidak menyebut dosa homoseksual sebagai dosa Sodom. Dari konteksnya kita ketahui bahwa Yes.1:10-20 bukan bercerita tentang dosa Sodom tetapi dosa Yehuda dan Yerusalem (Yes.1:1) dan kalau tidak ada belas kasihan Tuhan, tentu akan dihancurkan seperti Sodom & Gomora (ay.9). Yang sama antara Yehuda & Yerusalem dengan Sodom & Gomora adalah keduanya berdosa dan sarat dengan kesalahan, keturunan yang jahat-jahat, anak-anak yang berperilaku buruk, meninggalkan, menista dan membelakangi Tuhan (ay.4). Yehuda & Yerusalem juga disebut “sekarang sudah menjadi sundal” (zanah, perilaku zinah). Di bagian lain, dosa Sodom dikaitkan dengan ‘perzinahan’ (Yer.23:14;2Ptr.2:6dst) dan disebut ‘percabulan’ dan ‘kepuasan tak wajar’ (Yud.7)
Kitab Imamat melarang hubungan seks homo sama halnya dengan perzinahan dan penyimpangan seksual lainnya: “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian. . . . Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati.” (Im.18:22;20:13). Kaum homo menyebut bahwa kasih Yesus sudah menghapuskan hukum Imamat termasuk larangan hubungan seks homo. Kenyataannya, memang banyak hukum ritual sudah digantikan dengan hukum kasih tetapi hukum moral tetap dilestarikan dalam PB, Yesus tetap melarang orang berzinah dan menganggapnya dosa (Yoh.8:1-11). Yesus tetap merestui hubungan seksual dalam konteks perkawinan heteroseksual dan monogami (Mat.19:1-12).
Dalam PB juga secara eksplisit disebut bahwa Paulus menyalahkan hubungan seksual homo: “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tidak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam birahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.” (Rm.1:26-27).
Kaum homo menafsirkan bahwa ayat ini hanya menghukum mereka yang hetero (punya isteri / suami) tetapi melakukan hubungan seksual homo, tetapi tidak ditujukan kepada mereka yang murni melakukan perilaku seksual homo. Rasanya penafsiran demikian terlalu dipaksakan, sebab rasul Paulus tidak membedakan apakah homoseksual itu dilakukan oleh yang hetero atau yang murni homo, sebab dalam ayat di atas ditekankan, bahwa: “mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.” (Rm.1:27).
Paulus menyebutkan: “Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan Allah.” (1Kor.6:9-10). Sekalipun kaum homo menafsirkan ayat ini seperti Rm.1:26-27, yaitu bahwa Paulus melarang pelaku hetero yang melakukan homo dan bukan yang murni homo, jelas di sini dibedakan antara perilaku cabul (pornoi), zinah (maichoi), dan pemburit/sodomit (arsenokoitai). Ini dikaitkan dengan dosa percabulan yang merusak tubuh manusia yang adalah ‘bait Roh Kudus.’ (1Kor.6:12-20). Paulus tidak menyebut perbuatan semburit/sodomit sebagai kondisi yang bersifat generik tetapi dosa yang bisa diperbaiki bila kita bertobat, disucikan, dikuduskan, dan dibenarkan dalam Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah (1Kor.6:11).
Paulus juga menyebut bahwa hukum Taurat itu baik bagi orang yang tidak benar termasuk ‘pemburit’ (1Tim.1:10), namun ada juga yang mengatakan bahwa Paulus berbicara hal ini dalam kaitan dengan perilaku homoseksual yang dilakukan pelacur laki-laki yang terjadi di kuil-kuil. Kembali disini terjadi penafsiran yang dipaksakan, sebab dengan jelas ayat itu berbicara tentang hukum Taurat, dan kita mengetahui bahwa hukum Taurat jelas melarang baik percabulan, perzinahan, maupun semburit/sodomit yang dengan jelas kita lihat pada ayat-ayat PL di atas.
Ayat terakhir yang disebutkan PB adalah: “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.” (Why.21:8). Kata sundal (pornois) yang ada disini sering dianggap ditujukan kepada ‘pelacur laki-laki’ yang melakukan seksual homo dalam kaitan dengan penyembahan di kuil berhala dan bukan mereka yang melakukan seksual homo secara murni. Rasanya ayat itu dalam kesatuan Alkitab lebih menunjukkan semua bentuk percabulan, perzinahan termasuk hubungan seksual homo, apakah itu dilakukan oleh mereka yang telah mempunyai isteri (bisex) juga ditujukan kepada mereka yang hanya melakukan hubungan sesama jenis.
Akhirnya, ada yang mengemukakan bahwa Yesus mengajarkan kasih dan tidak pernah menyinggung hubungan seksual homo. Memang Tuhan Yesus tidak secara eksplisit berbicara mengenai homoseksualitas, namun jelas secara implisit ia mengatakan meneguhkan firman dalam kitab Kejadian tentang penciptaan laki-laki dan perempuan (Mat.19:4), dan Ia menyebut hubungan suami-isteri secara seksual dalam pernikahan sebagai kodrat (ay.5) dan agar tidak bercerai (ay.6). Pada akhir uraianNya Yesus mengakui bahwa ada orang yang “tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya (transvestis / kecenderungan homo), dijadikan demikian oleh orang lain (dikebiri), dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga (selibat)” (Mat.19:12). Dalam konteks ini Yesus menyebut kawin sebagai hubungan seksual hetero yang terikat sebagai suami isteri yang monogamis.
Bersambung ke Homoseksualitas (4): Homoseksualitas dan Gereja
Salam kasih dari Herlianto/YABINA ministry