MARIA MAGDALENA ISTRI YESUS ? (3)
Plantard de St. Clair mengaku
Di pengadilan, Plantard akhirnya mengaku bahwa ia bukan keturunan Yesus dan bahwa keberadaan Prieure de Sion adalah cerita yang direkayasanya. Ia memanipulasi aktivitas-aktivitas dan peninggalan-peninggalan Saunierre di Rennes-le-Chateuu dan mengaitkannya dengan Priory of Sion. Plantard juga menuliskan dua daftar anggota Priory of Sion yang berbeda dan keduanya fiktif.
“Priory of Sion (diciptakan Plantard untuk) dipimpin oleh seorang Grand Master. Namun, ternyata ada dua buah versi daftar Grand Master itu. Uniknya, dua-duanya adalah ciptaan Plantard, dengan memakai nama samaran yang berbeda. ... Versi Vaincare No. 3, September 1989, halaman 22 (harus diingat, editor majalah itu adalah Thomas Plantard de St. Clair): ... Versi kedua itu dibuat saat Plantard berusaha untuk kembali ke pusat perhatian, di tahun 1989, ketika ia menyatakan bahwa versi pertama adalah palsu dan sebagian kecil dari ‘Secret Files’ yang ternyata juga palsu.” ( Cinemags, hlm. 45 di bawah judul “The Grand Masters of the Priory of Sion”).
Kebohongan itu, seperti halnya kebohongan Notovitch tentang biara Himis di India, terus diulang-ulang oleh buku-buku berikutnya. Misalnya, ide Baigent mengenai Maria Magdalena sebagai istri Yesus dan mengikuti Plantard tentang biarawan Sion, meskipun sudah disangkal Plantard, terus dihidupkan dalam buku-buku yang terbit kemudian.
Penulis lain, John Shelby Spong, dalam bukunya yang berjudul Born of a Woman: A Bishop Rethinks the Birth of Jesus (Harper: San Francisco, 1992) mengatakan bahwa Yesus mengawini Maria Magdalena dan catatan dalam “Perjamuan Kawin di Kana” tidak lain adalah perjamuan kawin Yesus sendiri. Yesus yang dikatakannya menikah dengan seorang pelacur itu dapat juga menjadi “kabar baik” bagi para pelacur.
Barbara Thiering, dalam bukunya, Jesus and the Riddle of the Dead Sea Scrolls (Harper: San Francisco, 1992. Di London diterbitkan dengan judul Jesus The Man,1993), mengemukakan teorinya berdasarkan metode penafsiran Pesher bahwa Yesus mengawini Maria Magdalena, murid yang pernah ditolong-Nya. Buku itu memang diakuinya sebagai buku kontroversial. Bahkan, di sampul edisi London, Jesus the Man, diberi komentar tambahan, “The Controversial Bestseller That Will Change Forever Your View of Christianity.”
Thiering, yang dalam bukunya itu memuat juga kutipan ayat injil Filipus hasil rekayasa Baigent, kemudian menyimpulkan bahwa Maria Magdalena adalah istri Yesus. (hlm. 87–88). Ia juga menyimpulkan bahwa setelah Maria Magdalena melahirkan dua anak laki-laki dan satu perempuan, ia mengajukan cerai kepada Yesus, dan Yesus kemudian menikahi Lydia yang masih perawan.
“Sesudah kelahiran anak ketiga ... , pada bulan Maret 44 Maria Magdalena memutuskan meninggalkan suaminya. ... Bahwa ada perceraian dan perkawinan kedua secara tidak langsung disebutkan dalam pernyataan pada bulan Maret 50: ‘Tuhan membuka hati (Lydia, perempuan yang muncul di Filipi)’. Tanggalnya adalah enam tahun setelah kelahiran putranya pada tahun 44. ... Frasa ‘membuka hati’ juga menunjukkan bahwa Lydia masih perawan.” (hlm. 146–147).
Semua itu menunjukkan bahwa kebohongan ternyata banyak terjadi di kalangan cendekiawan, yang sebenarnya diharapkan bersikap jujur secara ilmiah dan akademis. Meskipun ia seorang uskup (Spong) atau pemegang gelar doktor yang membawa jargon ilmiah dan mengaku ahli sejarah, yang keluar bisa saja bukan pendapat ilmiah yang subjektif, melainkan lebih merupakan hasil pendapat pribadi yang tendensius.
The Da Vinci Code
Ide buku Baigent di atas dua puluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 2002, diteruskan dan dipopulerkan oleh Dan Brown dalam novelnya yang laris manis yang berjudul The Da Vinci Code. Pada tahun 2006, setelah buku Brown meledak di pasar, film dengan judul yang sama dirilis.
Brown yang menulis novel berjudul The Da Vinci Code dua puluh tahun setelah Baigent menulis Holy Blood Holy Grail, kemudian dituntut oleh Michael Baigent dan Richard Leigh di pengadilan London. Menurut mereka, Brown mengambil sebagian besar ide buku mereka. Secara kasatmata buku The Da Vinci Code memang memuat banyak data yang dikemukakan dalam buku Holy Blood Holy Grail, misalnya tentang Yesus yang mengawini Maria Magdalena dan memiliki keturunan, tentang Knights Templar dan Priory of Sion yang menjaga garis keturunan, dan mengenai organisasi Opus Dei yang ingin membungkam rahasia keturunan Yesus itu.
Meskipun pada tahun 1989 Priory of Sion itu sudah diakui sebagai kebohongan oleh Plantard, penulisnya, Brown masih memanfaatkan kebohongan itu dengan teknik yang menarik dalam novelnya sehingga pembaca novelnya umumnya terkecoh dan menganggapnya sebagai kebenaran sejarah. Brown juga mengutip ayat dalam injil Filipus mengenai “ciuman” yang diterima Maria Magdalena dari Yesus, demikian juga mengenai peran Maria Magdalena sebagai rasul kepada rasul. (Dan Brown, The Da Vinci Code, Corgi Books, 2004, hlm.331–333. Ayat-ayat yang dikutip sama dengan yang digunakan oleh Baigent dan Thiering).
Brown menafsirkan istilah “companion” dalam injil Filipus itu sebagai “spouse” yang berarti ‘istri’. Dengan demikian, ia ingin menekankan bahwa ayat itu kuat sekali mendukung ide bahwa Maria Magdalena adalah istri Yesus. Untuk mendukung ide itu, ia juga memanfaatkan lukisan “Last Supper” karya Leonardo da Vinci dan menyebut Maria Magdalenalah yang duduk di sebelah kanan Yesus, bukan Yohanes. (Bab 58, hlm.326–336). Popularitas buku novel The Da Vinci Code itu juga mencuatkan kembali popularitas buku Holy Blood Holy Grail. Bahkan, kedua buku itu kemudian diterjemahkan juga ke dalam bahasa Indonesia setelah buku Brown laris.
The Lost Tomb of Jesus
Setelah James Cameron dan Simcha Jacobovici membuat film “The Lost Tomb of Jesus” yang dirilis Discovery Channel pada tanggal 4 Maret 2007, dengan konsultan James Tabor, penulis buku The Jesus Dynasty, sensasi perkawinan Yesus dan Maria Magdalena pun kembali mencuat. Simcha Jacobovici juga menulis buku bersama dengan Charles Pellegrino yang berjudul The Jesus Family Tomb (2007). Di sampul depan buku itu dituliskan kalimat provokatif bahwa isi buku itu bisa mengubah sejarah. ‘The Discovery, the Investigation, and the Evidence than Could Change History’.
Dalam film The Lost Tomb of Jesus, osuari yang bertuliskan “Yesus Anak Yusuf” dianggap berisikan tulang-tulang Yesus dalam Injil kanonik dan osuari yang bertuliskan “Mariamne e Mara” berisikan tulang-tulang Maria Magdalena. Apalagi, DNA keduanya tidak sama, yang berarti bukan saudara kandung, sehingga ditafsirkan bahwa keduanya adalah suami istri. Untuk memperkuat tesis tentang Yesus dan Maria Magdalena itu, mereka kemudian menyebutkan bahwa nama Mariamne itu ada di dalam Kisah Filipus (Acts of Phillip), yang mengungkapkan bahwa Mariamne adalah saudara Filipus yang juga mengajar (“e Mara” ditafsirkan sebagai “sang guru”).
Jika teori itu diperhatikan, akan tampak bahwa para ahli pun ternyata mudah menyangkali teori mereka semula demi mendukung konspirasi menjadikan Yesus sebagai “suami” Maria Magdalena (di makam Talpiot bernama Mariamne e Mara). Dalam buku Jesus Dynasty, James D. Tabor menyebut nama Mariamne. Namun, nama itu ditujukan untuk menyebut istri Herodes (2006, hlm.39,96–97,101). Bahkan, ia menolak cerita mengenai Maria Magdalena sebagai istri Yesus. Tabor menulis:
“Jesus Dynasty tidak memiliki hubungan apa-apa dengan pendapat populer akhir-akhir ini bahwa Yesus menikah dan memiliki anak dengan Maria Magdalena. Walaupun merupakan fiksi yang menarik, ide itu merupakan spekulasi panjang, tetapi dengan bukti sedikit. ... Berbagai teori fantasi timbul berdasarkan ide itu. ... Yang lain adalah bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena, dan setelah selamat dari salib, bersamanya dan bersama anak mereka, mereka tinggal di Perancis Selatan. ... Tidak satu pun teori itu memiliki dasar dalam sumber-sumber sejarah yang bisa dipercaya” ( hlm. 4, 229–230).
Meskipun teori perkawinan itu tidak berdasar secara sejarah, Spong menyebutkan bahwa perjamuan di Kana itu sebagai perjamuan kawin Yesus. Tabor sendiri menyebutkan perjamuan kawin di Kana itu sebagai perjamuan kawin Yakobus, saudaranya. Namun, dalam film “The Lost Tomb of Christ”, Tabor ternyata justru mendukung teori Maria Magdalena sebagai istri Yesus.
Karen L. King, yang bersama dengan John Shelby Spong dan Barbara Thiering adalah anggota (fellow) Jesus Seminar, dalam bukunya, The Gospel of Mary of Magdala (Pollebridge, 2003, 230 hlm) tidak sekali pun menyebutkan bahwa Maria Magdalena memiliki nama lain, Mariamne. Namun, setelah film “The Lost Tomb of Jesus” populer, ia kemudian mendukung konspirasi yang menyebutkan bahwa Mariamne adalah Maria Magdalena, yang osuarinya ditemukan di Talpiot.
Francois Bovon, yang menemukan kembali naskah Kisah Filipus (The Acts of Phillip) dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris, menyebutkan bahwa Mariamne mengikuti aliran selibat. Oleh karena itu, mustahil ia adalah Maria Magdalena yang dianggap kawin dengan Yesus. Dalam ayat 50 Kisah Filipus, Filipus berkata kepada Areus, “Do no wrong, and leave thy wife.” Dengan demikian, adalah mustahil kalau pengikut yang sudah bersuami disuruh bercerai, sedangkan adiknya, Mariamne, dibiarkan menikah.
Rasul Kepada Rasul ?
Mengenai “Maria Magdalena sebagai rasul kepada rasul”, dalam bukunya, Baigent mengutip ayat dari injil Maria Magdalena yang menceritakan kisah Petrus yang berbicara kepadanya.
“Saudari, kami tahu bahwa Juruselamat mencintaimu lebih dari perempuan lainnya. Ceritakan kepada kami perkataan Juruselamat yang kamu ingat –yang kamu tahu dan tidak kami ketahui”. Dengan marah Petrus kemudian bertanya kepada murid-murid lainnya, “Benarkah Ia berbicara secara pribadi kepada perempuan dan tidak secara terbuka kepada kita? Apakah kita harus berbalik dan mendengarkan dia? Apakah Ia menyuruhnya untuk kita?” Seorang murid-Nya kemudian menjawab Petrus, “Pasti Juruselamat mengenalnya lebih daripada kita. Itulah sebabnya, Ia mencintainya lebih daripada kita.” (hlm.381–382. Lihat juga Robinson, hlm. 525 dalam The Gospel of Mary).
Kutipan itu juga disebut oleh Brown dalam bukunya untuk menunjukkan bahwa sebenarnya Maria Magdalena memiliki peran penting sebagai rasul utama yang memberitakan kebangkitan kepada para rasul lainnya. Bahkan, Brown juga mengutip bagian injil Maria Magdalena yang sama.
“Petrus pun berkata, ‘Benarkah Ia berbicara dengan perempuan di luar pengetahuan kita? Apakah kita harus berbalik dan mendengarkan dia? Apakah Ia menyuruhnya untuk kita?’ Lewi pun menjawab, ‘Petrus, engkau selalu panas hati. Sekarang saya melihatmu menganggap perempuan sebagai saingan. Bila Juruselamat membuatnya penting, siapa kamu yang bisa menolaknya? ‘Pasti Juruselamat mengenalnya lebih daripada kita. Itulah sebabnya, ia mencintainya lebih daripada kita.’” (hlm.333, juga dalam Baigent, hlm.381-382 dan Robinson, hlm.526–527 dibawah The Gospel of Mary).
Apakah ayat itu otomatis membuktikan bahwa Maria Magdalena adalah rasul kepada rasul (atau primat gereja) karena lebih dicintai Yesus daripada Petrus? Sebagai perbandingan, berikut adalah komentar sebaliknya, yang terdapat dalam injil gnostik lainnya, yaitu Injil Thomas.
“Simon Petrus berkata kepada mereka, ‘Biarkan Maria meninggalkan kita karena perempuan tidak layak hidup.’ Yesus berkata, ‘Saya sendiri akan membimbingnya untuk menjadikannya sebagai laki-laki, karena setiap perempuan yang mau menjadikan dirinya laki-laki akan masuk ke dalam Kerajaan Surga’”. (Logion 114. Lihat Robinson, hlm. 138).
Bila khasanah gnostik dipelajari, dapat dilihat bahwa pengajaran tentang “keselamatan karena usaha sendiri melalui gnosis yang mereka terima” itu sangat kuat melatarbelakangi khasanah gnostik. Hal itu membawa pada iman yang sangat individualistis, eksklusif, bahkan arogan. Misalnya, jika dalam injil Maria Magdalena, Maria Magdalena menganggap dirinya lebih superior atau di atas Petrus, dalam injil Thomas, Petrus justru merendahkan Maria Magdalena sebagai perempuan yang tidak layak hidup. Hal yang sama juga dapat dilihat dalam injil Yudas. Jika Yudas menurut Injil kanonik adalah sebagai penghianat yang menyerahkan Yesus, Gurunya, dalam injil Yudas, Yudas justru menganggap dirinya lebih besar daripda para rasul lainnya. Bahkan, dalam injil Yudas, Yesus berkata kepada Yudas, “Tetapi engkau akan lebih besar daripada mereka semua: karena engkau akan mengorbankan wujud manusia yang meragai diri-Ku.” (Rodolphe Kasser et al., Eds), The Gospel of Judas, Injil Yudas, terjemahan Indonesia oleh Penerbit Gramedia, 2006, hlm.36).
Baik istilah “ciuman” maupun “posisi superioritas” dalam khasanah gnostik harus dilihat dari konteks siapa yang menulisnya dan ajaran gnostik yang melatarbelakanginya. Jadi, khasanah gnostik itu tidak begitu saja ditafsirkan secara harfiah atau literal. Dengan demikian, kekeliruan tidak terjadi karena menafsirkan yang metaforis sebagai literal atau yang literal sebagai metaforis.
Salam kasih dari YABINA ministry (www.yabina.org)
Bersambungan ke: T06 – MARIA MAGDALENA ISTRI YESUS ? (4)
|