Pendidikan Teologi maya  -08 2010
 

 

KOTAK PANDORA

“Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati." Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat." Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.” (Kejadian 3:1-6)

Dosa atau kematian rohani diawali dari kisah Hawa di Taman Eden yang sebenarnya sudah mendengar firman Allah: “Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.” Namun, ‘godaan ular’  menjerat Hawa sehingga ia melihat pohon itu ‘baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya dan menarik hati karena memberi pengertian,’apalagi Hawa terkecoh bisikan Iblis yang menanamkan keragu-raguan tentang firman Allah dengan memutar-balik fakta bahwa ‘matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.’ Itu menimbulkan rasa ‘ingin tahu’ Hawa sehingga ia bertindak memakan buah pohon terlarang, akibatnya Hawa jatuh dalam dosa.

Mitos Yang Mirip?

            Mitologi kejatuhan dosa dalam Alkitab ada paralelnya bukan saja dalam mitologi Babilonia tetapi kita jumpai juga dalam mitologi Yunani. Kisah Pandora menggambarkan beberapa kemiripan dengan mitologi dalam Alkitab yaitu ‘darimanakah asalnya kejahatan?’

            Pandora dikenal dengan Kotak Pandora-nya (Pandora Box) dalam mitologi Yunani menceritakan bahwa semula hanya ada kaum laki-laki dibumi ini, kemudian karena kesombongan laki-laki yang mulai bersatu, diciptakanlah oleh Zeus seorang wanita yang diberi nama Pandora untuk mengimbanginya. Pandora diberi hadiah sebuah ‘Kotak’ yang dilarang untuk dibuka karena didalamnya tersimpan segala yang jahat di dunia ini, namun ke’ingin-tahu’an (curiosity) Pandora menyebabkannya ia membuka kotak itu. Ketika ia melihat semua yang mengerikan keluar ia takut dan segera menutup kotak itu namun terlambat, karena justru ada yang tersisa, yaitu ‘harapan’ (hope) tertinggal, satu-satunya hal baik yang ada dalam kotak itu. Pesan moral mitologi Kotak Pandora mensyaratkan bahwa ada banyak hal didunia ini yang tidak perlu diketahui oleh manusia karena penuh terisi segala yang mencelakakan, namun ke’ingin-tahu’ manusia menyebabkannya terperosok karena kekurang-tahuannya akan batas yang baik dari yang jahat.

            Data Alkitab yang digambarkan dalam kitab Kejadian 3 memberi pesan penting, bahwa memang rahasia surgawi mengisyaratkan bahwa Iblis (yang dalam kitab kejadian dilambangkan sebagai ular) sudah mengacaukan ciptaan dengan memasukkan hal-hal yang jahat ke dunia ini dan yang tersimpan secara simbolis dalam ‘buah pohon pengetahuan.’ Tuhan hanya mengingatkan Hawa agar ‘Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati’ (ayat-3) sekalipun buah itu tersedia dalam taman.  Ke ‘ingin-tahu’an Hawa terangsang karena ditipu si Ular, yang memutar-balikkan firman Allah, bahwa ‘Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya’ (ayat-1) dan Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat’ (ayat-5), ini menyebabkannya Hawa tertipu dengan memakan buah itu dan sebagai akibatnya manusia mengalami kematian rohani (bercerai dari Allah).

            Lalu bagaimana dengan kemiripan kisah Dosa Hawa dengan kisah penciptaan dalam mitologi kuno yang lain? Sekalipun ada kemiripan pesan moral tapi ada juga perbedaannya, yaitu Alkitab menceritakan (1) pra-peringatan, yaitu  firman tentang ‘adanya bahaya akan mati,’ (2)  pasca peringatan, yaitu ujian iman ketaatan akan firman dengan pertanyaan ‘Di manakah engkau?’ dan ‘Apakah yang telah kauperbuat?’, dan  (3) purna-peringatan, yaitu karena sudah terlanjur dilanggar bahwa masih ada ‘harapan’ (hope) karena dijanjikan bahwa keturunan Hawa akan ‘meremukkan kepala ular’ yang tergenapi dengan kedatangan Messias yang diceritakan dalam Perjanjian Baru yang telah mengalahkan maut dan kuasa Iblis dan menjanjikan pengharapan hidup kekal bagi mereka yang percaya kepada-Nya (Yoh.3:16).

            Memang ada kalangan yang terpengaruh pikiran bebas liberalisme yang kemudian beranggapan ‘ah itu sekedar mitos’ yang harus didemitologisasikan dari berita Alkitab, ini mendorong ekstrim sebaliknya yaitu pikiran tertutup fundamentalisme yang lari kepada sikap yang menganggap setiap kata-kata Alkitab tidak bisa salah dan harus diterima apa adanya termasuk kisah Kejadian, ditengah kedua ekstrim itulah terbuka berbagai pendapat. Seorang teolog Injili C Stephen Evans mengemukakan:

“Saudaraku umat Kristen, janganlah khawatir kalau saya menyebut Injil sebuah mitos. Menyebutnya sebagai sebuah mitos adalah sekadar untuk menggarisbawahi cara untuk mengungkapkan arti universal dari cerita tertentu. Namun, kalau saya menggunakan istilah ‘mitos’, mitos itu dapat bersifat sejarah. Jadi, jangan menolak bahwa kejadian itu benar-benar terjadi.” (The Historical Christ & the Jesus of Faith, hlm.67)

                Mengenai ‘Apakah setiap kata-kata dalam Alkitab bisa salah?’ dua teolog Injili memberikan pandangan yang seimbang berikut:

“Alkitab, firman tertulis, adalah otoritas terakhir segala-sesuatu tentang iman dan praktek kristiani.” (J.I. Packer, Fundamentalism and the Word of God, hlm.75). Namun dalam buku yang sama ia mengatakan bahwa “Alkitab adalah firman Allah yang benar, namun apakah setiap kata-katanya bisa salah atau tidak adalah tugas Ilmu Hermeneutika untuk mengungkapkannya.” 

“Kebenaran berita Kristen tidak tergantung pada ketidak bersalahan Alkitab … tetapi bergantung pada kebangkitan Yesus. Kepercayaan akan sifat sejarah Alkitab tidak tergantung ketidak bersalahan Alkitab atau akan bukti bahwa tidak ada kesalahan apapun dapat ditemui di dalamnya” (Graic A. Evans, Fabricating Jesus, hlm. 31).

Dari beberapa pendapat teolog Injili diatas dapat diraba adanya pengakuan konservatif bahwa ‘Alkitab adalah firman Allah tertulis yang menjadi otoritas terakhir segala sesuatu tentang iman dan praktek kristiani,’ namun juga disebutkan bahwa ‘mengenai apakah setiap kata-katanya bersalah atau tidak itu adalah tugas Ilmu Hermeneutika (ilmu tafsir).’ Mengenai mitos, kita jangan melihatnya secara sempit sekedar dongeng yang tidak benar atau menganggapnya persis seperti yang tersurat (harfiah), namun seperti yang dikemukakan Stephen Evans diatas, mitos adalah ungkapan kebenaran sejarah kuno yang tersirat dan terbungkus dalam bahasa yang mengandung simbolisme. Adanya kemiripan mitologi dibanyak tempat dapat dimaklumi karena baik Sejarah Dunia maupun Alkitab mengaminkan bahwa asal-muasal budaya manusia bermula di Mesopotamia dan ‘ingatan masa kuno’ itu dibawa kemana-mana oleh keturunan manusia.

Sekarang, dalam hubungan dengan kemiripan mitos ‘Hawa’ (Ibrani) dan ‘Pandora’ (Yunani), kita mengetahui bahwa mitos itu merupakan simbolisasi kebenaran, namun dengan iman kita dapat mengaminkan bahwa mitos dalam Alkitab itu mengungkapkan kebenaran yang dipelihara Tuhan dengan ‘Wahyu’ dan ‘pimpinan Roh Kudus,’ namun mengenai sampai dimana keakuratan kebenarannya adalah tugas hermeneutika (yang bernafas injili tentunya) untuk mengungkapkannya karena manusia dengan keterbatasan akal-budinya tidak mungkin mengetahuinya dengan pasti.

Apa Yang Bisa Dipelajari?

Dari ajaran Alkitab mengenai ‘Penciptaan Manusia dan Kejatuhan dalam Dosa’ kita bisa melihat isu masakini dikalangan manusia modern yang menganggap seakan-akan mereka dapat berfikir sebebas-bebasnya tanpa batas dan merasa sudah dewasa (coming of age) yang mampu membedakan antara yang baik dan yang jahat. Kenyataan duniapun menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin karena bagaimanapun manusia itu terbatas fisik maupun rasionya.

Dalam menghadapi kebebasan, keterbukaan dan ke’ingin-tahu’an liberalisme, kita patut berhati-hati, soalnya bila kita masih muda dalam iman, ibarat ‘anak kecil kita masih mudah diombang-ambingkan oleh rupa-rupa pengajaran yang merupakan permainan palsu manusia yang menyesatkan’ (Efs.4:14), tetapi ‘jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan’ (1Ptr.2:2), sebab hawa-nafsu dan ke’ingin-tahu’an kita bila dituruti akan menguasai kita’ (1Ptr.1:14). ‘Makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari yang jahat’ (Ibr.5:13-14).

Kasus Hawa dan Pandora menunjukkan bagaimana keingin-tahuan manusia dalam kekanak-kanakannya telah menjerumuskannya ke dalam jurang, karena itu hal itu bisa dijadikan cermin dan pelajaran bagi kita dalam soal pertumbuhan iman kita. Bertumbuhlah lebih dahulu dengan susu rohani yang dapat menumbuhkan iman kita menuju kedewasaan iman, iman yang telah dewasa akan mengantar kita dalam memenuhi ke’ingin-tahu’an kita karena dengan iman yang dewasa kita dibekali dan terlatih membedakan yang baik dari pada yang jahat.

Akhirnya . . . . .

Ikutilah tiga tahap peringatan Allah seperti yang diterima oleh Hawa, yaitu: (1) pra-peringatan berupa dengar-dengaran akan firman Tuhan agar kita mengetahui apa kehendah Allah, yang baik, yang berguna, dan yang sempurna; (2) pasca-peringatan, hendaklah kita selalu diuji mengenai sampai ‘dimana kita berada’ dan ‘apa yang sudah kita perbuat?,’ sebab ingatlah bahwa Tuhan masih menyediakan (3)  purna-peringatan berupa harapan keselamatan dalam diri Tuhan Yesus Kristus agar menghibur kita bahwa kita tidak berjalan sendiri melainkan ‘Kristus yang diam di dalam ku,’ demikian juga sudah dijanjikan bahwa ‘Roh Kudus’ akan menyertai dan mengajar kita.’ Tanpa ini semua janganlah kita berharap menjadi dewasa dalam arti sebenarnya di luar Allah.

A m i n !

Salam kasih dari YABINA ministry (www.yabina.org)
 

 


PTMaya Sebelumnya