RENUNGAN Mei 2005
BERPIKIR POSITIF (1)
“Kemudian Kaleb mencoba menenteramkan hati bangsa itu di hadapan Musa, katanya: Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!” Tetapi orang-orang yang pergi ke sana bersama-sama dengan dia berkata: “Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita .” (LAI-TB, Bilangan 13:30-31)
Ada pendeta yang mengkotbahkan perikop ‘Kedua Belas Pengintai’ dengan mengatakan bahwa karena Kaleb ‘berfikir positif’ maka Israel menang, dan sebagai ayat buktinya disebutkan ayat kutipan di atas. Benarkah ayat itu mengajarkan pengajaran Berfikir Positif (Positive Thinking) yang sekarang ramai dipopulerkan dalam latihan-latihan pengembangan diri?
Ke-12 pengintai yang dikirim oleh Musa itu, mayoritasnya yaitu 10 orang mengabarkan berita yang negatif sehingga membuat umat Israel tawar hati (Yoshua 14:8), namun minoritasnya yaitu Yoshua, dan terutama Kaleb secara eksplisit mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan tidak salah kalau mereka disebutkan berfikir sebagai lawan kata ‘negatif thinking’ yaitu ‘positive thinking.’ Yang menjadi masalah di sini adalah apakah yang dimaksudkan dengan ‘positif thinking’ Kaleb itu sama dengan yang disebutkan sebagai ‘positive thinking’ dalam pelatihan pengembangan diri yang bernafas New Age?
Positive Thinking ‘New Age’ beranggapan bahwa setiap manusia memiliki potensi/kekuatan dalam dirinya sehingga kalau seseorang berfikir positive maka potensi/kekuatan itu akan tersalur keluar melalui pikirannya dan kehidupannya akan menjadi positive, dan kalau seseorang berfikir negatif kehidupannya akan menjadi negatif. Kalau seseorang berfikir dan membayangkan menang dalam perang maka ia akan menang, sebaliknya kalau ia membayangkan kekalahan maka ia akan kalah. Jadi hidup manusia ditentukan oleh potensi/kekuatan yang ada dalam dirinya dan kemampuannya mengekspresikannya melalui berfikir, visualisasi, maupun apa yang diucapkannya. Konsep potensi/kekuatan batin (pikiran, penglihatan dan kata-kata) ini meletakkan hasil aktivitas hidup pada potensi/kekuatan yang inheren dalam diri manusia dan kemampuan berfikirnya manusia itu sendiri atau berpusatkan manusia (anthroposentris).
Kasus ke-12 pengintai yang dikirim Musa itu menarik untuk direnungkan, karena mayoritas umat Israel terpengaruh sikap mayoritas utusan yang berfikir negatif, dan hanya minoritas dibawah pimpinan Kaleb dan Yoshua yang berfikir positif, jadi nuansa pemikiran mayoritas umat Israel adalah negatip dan hanya sedikit orang yang berfikir positif mengikuti pemikiran Kaleb. Berdasarkan kenyataan ini, seharusnya kalau umat Israel menggantungkan nasibnya pada potensi/kekuatan dan pemikiran mereka sendiri tentulah mereka akan kalah karena umat Israel mayoritasnya sudah tawar hati (Yoshua 14:8), karena mereka merasa bahwa orang Kanaan perawakannya tinggi besar dan lebih kuat dari mereka dan bahkan mereka sudah ketakutan atas laporan bahwa orang-orang Kanaan itu kanibal yang memakan penduduknya (Bilangan 13:31-33).
Namun, kalau disebut bahwa orang Israel berfikir positif mengikuti pemikiran Kaleb juga keliru karena yang mengikuti pemikiran Kaleb itu sedikit sekali jumlahnya. Jadi, yang pasti ada sebab luar yang luar biasa yang bisa menjadikan umat Israel yang mayoritasnya pemikir negatif itu sebagai pemenang, sehingga mereka berhasil menang dan dapat membagi-bagi tanah yang sekarang menjadi milik mereka (Yoshua 14:1-5).
Rahasia kemenangan orang Israel bukan terletak pada pemikiran positif (yang notabena dipikirkan sebagian kecil umat dibawah pimpinan Kaleb), tetapi kita dapat melihat sejarah pengutusan mereka keluar dari Mesir dan dijanjikan tanah Perjanjian itu terjadi oleh janji Tuhan sendiri! Ketika umat Israel masih berada di Mesir, janji Tuhan sudah jelas:
“Akulah, TUHAN, Allahmu, yang membebaskan kamu dari kerjapaksa orang Mesir. Dan Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah kujanjikan memberikannya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikmu; Akulah TUHAN.” (LAI-TB, Keluaran 6:6-7).
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa TUHAN-lah pemberi janji kemenangan kepada umat Israel, hanya yang menjadi masalah adalah mayoritas umat meragukan janji Tuhan sehingga berfikir negatif, dan hanya sebagian kecil di bawah Kaleb yang mengimaninya dengan pengharapan dan sebagai hasilnya mereka menjadi optimis dan berfikir positif bahwa janji itu akan tergenapi. Jadi, berfikir positifnya Kaleb bukanlah keluar dari kemampuan dirinya sendiri, tetapi adalah buah iman seorang yang percaya akan jani-janji Tuhan, itulah sebabnya dalam ayat pembuka renungan ini Kaleb dengan yakin dapat menenteramkan umat Israel yang umumnya sudah sangat ketakutan.
Dalam kitab Yoshua yang menceritakan Pembagian Tanah Kanaan, kita dapat melihat dengan jelas iman Kaleb, ketika ia mengatakan:
“Sedang saudara-saudaraku, yang bersama-sama pergi ke sana dengan aku, membuat tawar hati bangsa itu, aku tetap mengikuti TUHAN, Allahku, dengan sepenuh hati.” (LAI-TB, Yoshua 14:8)
Tuhan tidak melupakan janjinya, sehingga sekalipun telah lewat 45 tahun sejak difirmankan di Mesir, janji itu tergenapi. Sewaktu di Mesir, Musa dengan imannya akan janji Tuhan menjanjikan kepada Kaleb tanah untuk dimilikinya dengan mengatakan kepada Kaleb alasan yang sama:
“engkau tetap mengikuti TUHAN, Allahku, dengan sepenuh hati.” (LAI-TB, Yoshua 14:9)
Pemikiran Kaleb tidak sepenuhnya ‘positif’ seperti klaim para ‘positive thinker’ kristen yang menggunakan ayat di atas di luar konteks, sebab ada juga keraguan dalam diri Kaleb sehingga ia masih menggunakan kata ‘mungkin’sekalipun terbukti ia telah menang. Kaleb mengatakan kepada Musa:
“Mungkin TUHAN menyertai aku, sehingga aku menghalau mereka, seperti yang difirmankan TUHAN.” (LAI-TB, Yoshua 14:12).
Rahasia keberhasilan Kaleb bin Yefune bukanlah karena pemikirannya yang positif, namun ia berfikir positif karena ia memiliki iman yang penuh pengharapan dan tetap berpegang kepada janji Tuhan dengan tetap mengikuti TUHAN dengan segenap hati, dan hal itu bukan saja kesaksian dirinya sendiri, tetapi disaksikan oleh Musa dan akhirnya juga oleh Yoshua yang kemudian menulis:
“Lalu Yoshua memberkati Kaleb bin Yefune, dan diberikannya Hebron kepadanya menjadi milik pusakanya. Itulah sebabnya Hebron menjadi milik pusaka Kaleb bin Yefune, orang Kenas itu, sampai sekarang ini, karena ia tetap mengikuti TUHAN, Allah Israel, dengan sepenuh hati.” (LAI-TB, Yoshua 14:13-14).
Jadi akhirnya, jelas bahwa Tuhan mengajar kita untuk tidak berfikir negatif, tetapi Tuhan juga tidak mengajar kita berfikir positif menurut pengertian New Age yang berpusat manusia (Yer.17:5), melainkan hendaklah kita hidup bersandar kepada Tuhan (Yer.17:7), dan orang yang bersandar akan janji-janji Tuhan tentu berbuahkan kehidupan yang beriman dan berpengharapan, dan inilah sikap positif yang seharusnya keluar dari kehidupan seorang yang takut akan Tuhan.
Amin!
Salam kasih dari Redaksi www.yabina.org
bersambung ke BERPIKIR POSITIF (2)
[ YBA Home Page | Renungan sebelumnya]